Nafsu Besar Kejar Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, Padahal Korban Corona Terus Berjatuhan, Wajar Ekonom Kritik Habis-habisan

(Ilustrasi perekonomian: detik)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews – Para Ekonom Kritik Habis-habisan Langkah Pemerintah, Nafsu Besar Kejar Pertumbuhan Ekonomi, Mengabaikan Pandemi

Managing Director Political Economy & Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menilai pengendalian Covid-19 saat ini terbilang gagal dan ekonomi negara menuju kolaps. Menurutnya, di dalam ekonomi pandemi, semakin pertumbuhan ekonomi dikejar, maka kesehatan akan semakin tertinggal. “Pemerintah semakin mengejar pemulihan ekonomi, maka kita akan semakin tertinggal. Karena kesehatan itu akan semakin dalam, tidak akan tuntas,” ujarnya dalam diskusi virtual Narasi Institute, Jumat (9/7/2021).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Anthony menolak dalih pemerintah yang mengatakan Indonesia minim anggaran. Ia memandang pernyataan tersebut tidak bisa menjadi alasan faktor kegagalan penanganan pandemi karena Vietnam yang memiliki kekayaan lebih rendah daripada Indonesia berhasil mengatasi pandemi.

“Jadi kalau kita lihat pemerintah memang tidak capable, tidak menunjukkan bahwa mampu menangani pandemi. Saya menggunakan kata-kata ini biar pemerintah bangun. Kalau pake kata-kata kurang tajam ya tidur terus,” tukasnya, dikutip dari wartaekonomi.

Kemudian, Anthony meninjau kembali upaya pemerintah menghadapi pandemi selama ini. Pemerintah seringkali melakukan pembatasan sosial sebagai upaya menekan angka kasus Covid-19. Akan tetapi, Anthony melihat pemerintah selalu menghentikan kebijakan sebelum Covid-19 benar-benar bisa ditangani.

Misalnya pada PSBB pertama di 10 April-4 Juni 2020 lalu, kebijakan dihentikan dengan alasan ingin mengejar pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga. Padahal angka kasus pada saat ini belum menunjukkan penurunan.

“Kenapa direm? Begitu direm itu naik sampai 3 ribu. Harusnya di sini kalau kita kontrol bener maka kita bisa seperti Vietnam. Tapi karena ekonomi, untuk mengejar ekonomi, karena sudah bulan Juni kita mau pertumbuhan Q3 tidak drop, maka kita buka untuk ekonomi,” paparnya.

Kejadian yang sama terulang lagi pada periode Idulfitri 2021 lalu. Meskipun ada larangan mudik, namun tempat pariwisata tetap dibuka sehingga terjadi kerumunan masif di berbagai lokasi. “Ini ekonomi lebaran di atas penderitaan rakyat. Ini (kerumunan) di masa pandemi bisa begini. Apakah ini pemimpin yang bertanggung jawab? Nah di sinilah, ekonomi pandemi semakin dikejar semakin anjlok. Apalagi kita tadi mengatakan ada varian delta dan sebagainya, ini pintu masuk varian baru demi ekonomi ini dilepas,” kata Anthony.

Akan tetapi, lanjut Anthony, hingga sejauh ini pemimpin atau pejabat selalu mengatakan segala upaya menghadapi pandemi masih tertangani dengan baik, tidak ada yang meminta maaf kepada rakyat. Terlebih, Anthony menilai kondisi semakin diperparah dengan kartel penguasa dan pengawas, di mana DPR sudah tidak lagi berperan sebagai pengawas.

Pada akhirnya, kartel itu telah memakan ratusan ribu nyawa. “Kalau kita lihat ini mereka bermain-main dengan nyawa, dengan nafsu mengejar pertumbuhan ekonomi yang kemudian membawa malapetaka ke kita semua,” kritiknya.

Anthony menilai perbaikan ekonomi tidak akan bisa terjadi jika virus belum tertangani. Justru jika penanganan virus semakin baik, maka ekonomi otomatis juga akan membaik tanpa perlu dikejar. “Nah di mana pandemi memburuk, apalagi fasilitas kesehatan sudah banyak yang kolaps, akan membuat ekonomi memburuk. Bahwa fiskal kita akan kolaps,” tambahnya.

Anthony menegaskan ekonomi negara yang mampu mengontrol pandemi mengalami pertumbuhan yang baik. “Jadi, pengontrolan pengendalian pandemi akan berkolerasi positif dengan pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.

Sementara, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menuturkan, alan Indonesia menjadi negara berpenghasilan atas semakin sulit. Ini karena, Indonesia terlambat mempunyai dasar fundamental dan struktur ekonomi yang kuat.

Menurutnya, dalam jangka panjang pemerintah perlu meningkatkan perlindungan sosial. Khususnya pada kalangan menengah ke bawah, pemerintah harus bisa memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, pendidikan, kesehatan, dan lainnya. “Pemerintah harus memperkuat jaring perlindungan sosial agar no one left behind, tidak ada yang tertinggal dalam proses mencapai negara maju,” ujar Bhima.

Terkait turun kelasnya Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah ini, Bhima mengungkapkan bahwa dalam bidang pendidikan, pemerintah harus mendorong inovasi dan peningkatan layanan pendidikan, mulai dari ketersediaan dan kualitasnya.

Di samping itu, perlu juga adanya penguatan industri manufaktur untuk meningkatkan kualitas tambah produk lokal dan membuka lapangan kerja. “Mendorong inovasi dan upgrade kualitas pendidikan. Lalu, fokus lakukan transformasi struktural khususnya ke penguatan industri manufaktur yang menciptakan nilai tambah dan lapangan kerja yang berkualitas,” ujarnya.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan bahwa klasifikasi dari Bank Dunia ini merupakan gambaran pergerakan ekonomi Indonesia yang melambat selama setahun ke belakang, dikarenakan pandemi COVID-19. Ia mengatakan kemiskinan dan pengangguran menanjak sehingga pendapatan masyarakat berkurang.

Menurutnya, pemerintah perlu fokus tangani dampak COVID-19 terlebih dulu agar perekonomian pulih. “Paling penting adalah upaya pemerintah mendorong penanganan COVID agar selanjutnya bisa melakukan pemulihan ekonomi. Kalau sudah terjadi pemulihan ekonomi maka pertumbuhan ekonomi, hingga pendapatan per kapita akan meningkat,” jelasnya. (dbs).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *