Keren! Carina Joe, Ilmuan Wanita Indonesia Jadi Salah Satu Pemilik Hak Paten Vaksin AstraZeneca

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, Hajinews.id – Tidak banyak yang tahu, selain Indra Rudiansyah, mahasiswa Indonesia yang menjadi bagian tim peneliti Vaksin AstraZeneca, ternyata ada juga Carina Citra Dewi Joe, yang ikut andil dalam pembuatan Vaksin AstraZeneca.
Carina adalah seorang peneliti Asal Indonesia di Jenner Institute Universitas Oxford.

Yang patut dibanggakan, Carina merupakan salah satu pemilik hak paten Vaksin AstraZeneca khususnya di bidang manufaktur skala besar.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Perlu diketahui Carina lah yang menemukan metode supaya vaksin AstraZeneca bisa diproduksi dalam skala besar atau banyak.

Menurut Carina, Vaksin AstraZeneca memiliki lebih dari enam hak paten di bidang yang berbeda, salah satunya adalah Sarah Gilbert.

“Paten itu enggak cuma satu doang, untuk Oxford AstraZeneca itu ada lebih dari enam paten kan bidangnya beda. Sarah Gilbert ada, tapi dia bukan yang punya semua paten.”

“Salah satu pemilik patennya saya. Di bidang manufacturing skala besar,” kata Carina dikutip dilansir Kompas TV, Jumat (30/7/2021).

Lantas siapakah sosok Carina Joe ini?

Dikutip dari unggahan Duta Besar Indonesia untuk Inggris, Desra Percaya di Instagram resminya, @desrapercaya, Carina adalah ilmuwan utama dalam pengembangan proses manufaktur Vaksin AstraZeneca.

Selain itu Carina juga memegang paten proses manufaktur ber-output intensif bagi Vaksin AstraZeneca.

Sebelumnya, Carina juga telah bekerja dengan berbagai laboratorium cGMP di berbagai negara untuk memperjuangkan transfer teknologi proses produksi vaksin.

Dalam Live Instagram Desra Percaya, Carina pun menceritakan perasaannya saat terlibat dalam produksi Vaksin AstraZeneca.
Carina mengaku seperti mendapatkan proyek besar saat menerima tawaran untuk terlibat dalam produksi Vaksin AstraZeneca.
Karena hasil kerjanya nanti akan mempunyai pengaruh langsung untuk kehidupan masyarakat secara global.

Meski demikian, Carina mengungkapkan ada perasaan senang dan susah saat ia terlibat dalam pembuatan Vaksin AstraZeneca.

“Saya dapat proyek ini seperti saya dapat proyek yang besar. Karena saya pikir hasil kerjanya bakal punya pengaruh langsung untuk kehidupan masyarakat secara global.”

“Terus perasaannya ada senangnya ada susahnya juga,” kata Carina dikutip dari Live Instagram Desra Percaya bersama Carina Joe, Indra Rudiansyah dan Ganjar Pranowo, Minggu (25/7/2021) kemarin.

Carina pun menceritakan selama memproduksi Vaksin AstraZeneca, seluruh tim bekerja super keras. Bahkan Carina bersama timnya harus bekerja selama tujuh hari seminggu dalam waktu 12 jam sehari. Tanpa adanya libur dan istirahat selama waktu satu setengah tahun.

Kerja keras Carina bersama timnya itu dilakukan untuk bisa membuat Vaksin AstraZeneca dan agar bisa segera digunakan di seluruh dunia.

“Kita bekerja super keras, saya pikir setengah mati si. Pas pandemi itu kita kerja tujuh hari seminggu, lebih dari 12 jam sehari. Tanpa libur tanpa istirahat selama satu setengah tahun itu. Supaya itu bisa digunakan di seluruh dunia,” ungkap Carina.

Pernah Bercita-cita Sebagai Dokter atau Insinyur

Sebelumnya, Carina mengungkapkan pernah bercita-cita sebagai dokter atau insinyur. Kemudian sewaktu SMA ia tertarik dengan bidang bioteknologi, khususnya tentang manipulasi genetika.

“Dulu cita-citanya pas masih kecil pengen jadi dokter atau insinyur, ya standar. Waktu saya SMA saya cari-cari lagi untuk bidang kuliah, saya pikir ini saya tertarik dengan satu bidang bioteknologi.”

“Tentang manipulasi genetika. Karena menarik ya saya bisa mengganti genetika tumbuhan atau hewan,” terang Carina.

Karena pada saat itu di Indonesia masih belum banyak yang membuka studi bidang tersebut, akhirnya Carina harus melanjutkan studinya ke luar negeri. Setelah lulus S1, ia ditawari magang di sebuah perusahaan Australia. Perusahaan inilah yang menawarinya untuk melanjutkan studinya hingga meraih gelar PhD untuk mendukung karirnya di bidang penelitian.

Wanita dengan gelar PhD bidang Bioteknologi di Royal Melbourne Institute of Technology, Australia ini menambahkan, bahwa pengalamannya di industri bioteknologi berpengaruh hingga akhirnya terlibat dalam penelitian vaksin AstraZeneca untuk COVID-19 saat ini.

“Setelah PhD saya, saya melanjutkan magang selama 7 tahun. Karena saya memiliki latar belakang industri, saat melamar ke Oxford postdoc, mereka senang dengan latar belakang industri saya,” katanya. (dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *