Pedas! Gobel Kritik Proyek Kereta Cepat Minta dari APBN

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



 

Jakarta, Hajinews.id – Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel mengkritik langkah pemerintah yang mengalokasikan dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menurut Gobel, APBN seyogyanya diprioritaskan untuk pemulihan ekonomi dampak pandemi dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru.

“Soal kereta cepat biar kita serahkan ke investornya. Ini sesuai dengan ide awal yang berprinsip business to business,” ujar Gobel, Sabtu, 30 Oktober 2021.

Langkah tersebut telah resmi diterbitkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

Semula, pemerintah berkomitmen pembuatan kereta cepat itu tidak akan memakan APBN karena menganut skema business to business. Namun, hingga saat ini anggaran pembangunan terus membengkak.

“Yang pasti hingga kini sudah bengkak dua kali. Kondisi ini sudah berkebalikan dengan tiga janji semula serta sudah lebih mahal dari proposal Jepang. Padahal dari segi kualitas pasti Jepang jauh lebih baik,” tutur Gobel.

Karena itu, ia meminta pemerintah berfokus pada prioritas penggunaan anggaran untuk penanganan Covid-19, pemulihan ekonomi. dan pembangunan IKN baru. Pemerintah, kata Gobel, harus konsisten dengan skema pembangunan yang sejak awal sudah diputuskan.
Pembengkakan biaya, seharusnya diserahkan ke perusahaan konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang terdiri dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) atau PTPN VIII.

“Jadi jika terjadi pembengkakan biaya maka diserahkan kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Jika ada perusahaan yang tak mampu menyetorkan biaya tambahan maka sahamnya terdilusi dengan sendirinya. Ini proses bisnis yang biasa saja. Ini namanya business to business. Jangan memaksakan diri dengan meminta dana dari APBN,” katanya.

Sebagaimana diketahui, kebutuhan investasi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung membengkak dari US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,67 triliun menjadi US$8 miliar setara Rp114,24 triliun.

Estimasi ini sedikit turun dari perkiraan awal mencapai 8,6 miliar dollar AS atau Rp122,8 triliun. Estimasi peningkatan biaya proyek tidak setinggi sebelumnya karena perusahaan melakukan efisiensi, seperti memangkas biaya, pembangunan stasiun, dan lainnya.

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Kereta Api Indonesia (KAI), Salusra Wijaya menyebut kebutuhan investasi proyek akan meningkat karena Indonesia belum menyetor modal awal senilai Rp4,3 triliun. Padahal, setoran itu seharusnya dilakukan sejak Desember 2020.
Jumlah itu belum termasuk estimasi tanggung jawab sponsor dalam membiayai pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar Rp4,1 triliun.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *