8 Tanggapan dari Gusdurian hingga Istana soal Insiden di Desa Wadas

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



 

 

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Purworejo, Hajinews.id – Proses pengukuran hutan untuk Proyek Waduk Bener dan pertambangan batu andesit oleh petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada Selasa 8 Februari 2022 di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah berujung ketegangan.

Akibat kejadian tersebut, aparat kepolisian setempat dikabarkan mengamankan puluhan orang yang disebut-sebut membawa senjata tajam. Namun rupanya, muncul berbagai tanggapan usai polisi mengamankan puluhan warga tersebut. Salah satunya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Disampaikan Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, pihaknya telah berupaya melakukan mediasi. Namun dialog yang digelar justru ditolak oleh warga yang kontra.

Beka mengatakan, lembaganya diminta Gubernur Jateng Ganjar Pranowo untuk menengahi persoalan Wadas. Karena itu Komnas HAM pun berupaya menjadi mediator dengan menggelar dialog.

“Pertengahan Januari kemarin ini gubernur memang meminta ke saya atau ke Komnasham untuk memfasilitasi dialog,” ujar Beka Ulung, Selasa, 8 Februari 2022.

Beka pun lantas mendesak aparat kepolisian untuk segera membebaskan mereka yang ditahan oleh aparat kepolisian.

Selain itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama LBH Yogyakarta juga mengecam keras tindakan aparat kepolisian yang menangkap puluhan warga Desa Wadas.

Berikut sederet tanggapan berbagai pihak usai polisi amankan puluhan orang setelah terjadinya kericuhan saat pengukuran hutan untuk Proyek Waduk Bener dan pertambangan batu andesit oleh petugas BPN di Desa Wadas dilansir Liputan6.com:

1. Gusdurian

Konflik sosial yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah, memancing reaksi keras dari Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid atau Alissa Wahid, putri sulung presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid.

“Atas nama @GUSDURians, kami meminta Kapolda Jateng untuk membebaskan warga Wadas yang ditahan. Juga meminta kepada Gub Jateng pak @ganjarpranowo untuk menunda pengukuran dll sampai kita selesai bermusyawarah, dan menghindarkan clash antara rakyat dengan aparat negara,” tulis Alissa Wahid melalui akun Twitternya @AlissaWahid.

Alissa juga berpendapat, jika rakyat tetap berhak berpendapat dan bertindak atas tanah airnya sebagai proses ‘nembung’ harus sampai di titik temu yang setara.

“Tidak boleh dikorbankan. Kaidahnya : kebijakan pemimpin haruslah ditujukan untuk kemaslahatan rakyatnya,” ujarnya dalam tweet lanjutan kasus Wadas.

Sosok lulusan Fakultas Psikologi UGM ini juga menuliskan tweet menyentuh.

“Berapa banyak rakyat kecil yang sudah dikorbankan atas nama pembangunan?” Alissa pun mempertanyakan akan sampai kapan kasus-kasus serupa terus berulang,” tutup dia.

2. Komnas HAM

Kasus penambangan batu andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo telah diupayakan untuk dimediasi oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Namun dialog yang digelar justru ditolak oleh warga yang kontra.

Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan, lembaganya diminta Gubernur Jateng Ganjar Pranowo untuk menengahi persoalan Wadas. Karena itu Komnas HAM pun berupaya menjadi mediator dengan menggelar dialog.

“Pertengahan Januari kemarin ini gubernur memang meminta ke saya atau ke Komnasham untuk memfasilitasi dialog,” katanya, Selasa, 8 Februari 2022.

Selain mengundang pihak pro dan kontra, pertemuan pada 20 januari itu juga mengundang Polda Jateng, DPRD Purowrejo, BBWS dan BPN.

“Termasuk warga yang menolak dan mendukung kami undang semua. Kayaknya yang menolak kami undang tidak datang. Ya tentu saja mereka punya alasan kenapa kemudian tidak datang,” katanya.

Setelah itu Komnas HAM bertandang ke Wadas. Ternyata warga kontra menolak datang karena meminta dialog langsung dengan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.

“Sudah kami sampaikan permintaan-permintaan mereka. Intinya kalau Pak Gubernur siap datang,” kata dia.

Namun, belum sempat dialog dengan gubernur terjadi, hari ini dilaksanakan pengukuran lahan oleh BPN. Ia mendapat informasi bahwa pengukuran hanya dilaksanakan pada lahan yang pemiliknya sudah setuju.

Dari data lapangan, diketahui bahwa dari 617 warga Wadas yang tanahnya akan dijadikan lokasi penambangan, 346 warga sudah menyetujui.

“Dan informasi yang kami dapatkan, pengukuran akan dilakukan pada lahan warga yang sudah setuju. Maka kami menyayangkan terjadi kasus seperti ini sampai ada penangkapan,” ucapnya.

Meski demikian, Komnas HAM menegaskan tidak ada pelanggaran hukum dalam rencana penambangan batu andesit di Desa Wadas Purworejo. Sebab warga kontra sudah melayangkan gugatan hukum hingga tingkat kasasi. Hasilnya gugatan tersebut ditolak.

“Warga yang menolak memang sempat mengajukan upaya hukum, mereka menggugat ke PTUN dan ditolak hakim. Warga juga melayangkan gugatan sampai tingkat kasasi dan juga ditolak. Artinya, karena PTUN dan kasasi sudah ditolak, berarti tidak ada proses yang dilanggar,” ucap Beka.

Selain itu, Beka menyebut, pihaknya mengecam adanya tindak kekerasan yang membuat warga sipil menjadi korban kericuhan dalam proses pengukuran lahan warga untuk penambangan batu andesit di Desa Wadas.

“Komnas HAM RI mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian kepada warga termasuk pendamping hukum warga Wadas yang menolak desanya dijadikan lokasi penambangan quarry,” terang dia.

Beka menambahkan, Komnas HAM RI juga menyesalkan adanya penangkapan terhadap sejumlah warga yang sampai saat ini diketahui masih ditahan di Polres Purworejo. Beka pun mendesak aparat kepolisian untuk segera membebaskan mereka.

“Segera melepaskan warga yang ditahan di Kantor Polres Purworejo,” desak Beka.

3. YLBHI dan SETARA

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama LBH Yogyakarta mengecam keras tindakan aparat kepolisian yang menangkap puluhan warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah.

Penangkapan disinyalir terkait penolakan warga desa dengan proyek tambang batu andesit di desa tersebut.

Ketua YLBHI Bidang Advokasi dan Jaringan Zainal Arifin menerima laporan ada 60 warga desa ditangkap aparat saat melakukan doa bersama atau istigasah.

“Bahwa penangkapan terhadap sekitar 60 warga dilakukan oleh kepolisian pada saat warga sedang melakukan istigasah (doa bersama),” ujar Zainal dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/2/2022).

Zainal mengatakan, selain menangkap warga desa yang tengah istigasah, aparat juga melakukan sweeping hingga ke rumah-rumah warga. Warga yang terjaring sweeping ditangkap oleh aparat Kepolisian.

“Warga yang sedang melakukan istigasah tiba-tiba dikepung dan ditangkap. Tidak cukup sampai di situ, Kepolisan juga melakukan sweeping dan penangkapan di rumah-rumah warga,” kata Zainal.

Menurut Zaenal, pernyataan Polri yang menyebut penangkapan terhadap warga desa lantaran membawa senjata tajam adalah klaim sepihak pihak Kepolisian. Dia menyebut fakta yang ditemukan di lapangan tidak demikian.

“Pada faktanya berdasarkan informasi dari warga, polisi mengambil alat-alat tajam seperti arit, serta mengambil pisau yang sedang digunakan oleh ibu-ibu untuk membuat besek (anyaman bambu),” kata Zaenal.

Zaenal juga menyebut pernyataan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang menyebut tidak ada kekerasan yang dialami warga Desa Wadas adalah kebohongan. Sebab, pengerahan ribuan aparat Kepolisian ke Desa Wadas merupakan bentuk intimidasi bagi warga.

“Pada faktanya pengerahan ribuan anggota Kepolisian masuk ke Wadas merupakan bentuk intimidasi serta kekerasan secara psikis yang dapat berakibat lebih panjang daripada kekerasan scara fisik,” jelas Zaenal.

Senada, SETARA Institute angkat suara soal insiden yang diduga sarat akan kekerasan terhadap sipil yang terjadi di Desa Wadas, Jawa Tengah. SETARA menilai, pengerahan ratusan aparat keamanan/gabungan hanya untuk mengawal pengukuran lahan merupakan tindakan berlebihan.

“Pengerahan seperti itu hanya menimbulkan kecemasan dan ketakukan masyarakat (Desa Wadas), terutama anak kecil, mengingat juga ada aparat bersenjata lengkap,” kata Ismail Hasani, Direktur Eksekutif SETARA Institute dalam kererangan tertulis diterima, Rabu (9/2/2022).

Ismail menilai, peran aparat di Desa Wadas justru bertentangan dengan fungsi kepolisian yang harusnya memberikan perlindungan dan pengayoman terhadap masyarakat. Ismail mendesak, Kapolri dan Kapolda Jawa Tengah untuk bisa meninjau ulang pengerahan aparat saat pengukuran lahan di Desa Wadas.

“Peninjauan ini diperlukan mengingat kondisi seperti ini justru menjadi sumber ketidakkondusifan dan rentan memicu kekerasan terhadap masyarakat,” tegas Ismail.

Ismail juga mendesak agar Gubernur Jawa Ganjar Prabowo tidak mengeluarkan pernyataan yang tak berpihak kepada masyarakat Desa Wadas dan cenderung menihilkan pelbagai situasi dan kondisi dilapangan yang membuat masyarakat takut. Ganjar pun diminta untuk membuka kembali keran dialog atas persoalan yang terjadi.

“Ruang dialog ini perlu dibuka agar pendekatan keamanan tidak menjadi solusi untuk menyelesaikan. Sebab, pendekatan keamanan hanya mengedepankan stabilitas semu dengan cara menggunakan daya paksa untuk mengkondusifkan kondisi,” dia menandasi.

4. Gubernur Jawa Tengah

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan menghormati masyarakat Desa Wadas yang masih menolak bekerja sama dalam proses pengadaan tanah galian C untuk proyek Bendungan Bener.

Ganjar menyatakan siap membuka ruang dialog bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Dalam konferensi pers terkait peristiwa Wadas di Mapolres Purworejo, Rabu (9/2/2022), Ganjar menerangkan, banyak pihak yang menyuarakan terkait kasus Wadas ternyata tidak paham dengan kondisi yang sebenarnya.

“Hingga tadi malam, saya mendapat telepon dan pesan dari berbagai pihak yang menanyakan terkait hal ini. Setelah saya telepon satu-satu, ternyata banyak yang tidak paham. Makanya, hari ini saya ingin memberikan keterangan agar semuanya jelas,” ucapnya.

Ganjar menerangkan, Bendungan Bener adalah salah satu proyek strategis nasional di Jawa Tengah. Selain itu, terdapat 14 proyek bendungan lain yang masuk proyek strategis nasional.

Lima bendungan lain sudah diresmikan, yaitu, Bendungan Jatibarang, Bendungan Gondang Karanganyar, Pidekso Wonogiri, Logung Kudus, dan Randugunting Blora.

“Yang lainnya masih dalam proses, termasuk Bendungan Bener ini,” jelasnya.

Proses pembangunan Bendungan Bener berjalan cukup lama, yakni sejak tahun 2013. Percepatan pembangunan memang dilakukan karena proyek itu memberikan manfaat banyak untuk warga. Selain bisa mengaliri irigasi sebesar 15.519 hektar lahan, sumber energi listrik, pariwisata dan lainnya.

“Saat proses berlangsung sejak 2013 lalu, kami selalu membuka ruang dialog dengan masyarakat. Memang gugatan cukup banyak, semua kita ikuti prosesnya. Sampai detik kemarin ada gugatan kasasi yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap (Inkrah) dan harus kita laksanakan,” jelasnya.

Karena gugatan warga Wadas yang menolak penambangan ditolak hingga tingkat kasasi, maka lanjut Ganjar pihaknya, membentuk tim untuk segera melakukan aksi pengukuran. Dan ditegaskan Ganjar, bahwa pengukuran dilakukan hanya pada bidang milik warga yang sudah setuju.

“Masyarakat yang setuju ini juga meminta agar tanahnya segera diukur. Itu sebenarnya yang terjadi. Jadi pengukuran kemarin untuk warga yang sudah sepakat. Untuk yang belum, kami tidak akan melakukan pengukuran dan kami menghormati sikap mereka yang masih menolak,” ucapnya.

Ganjar mengatakan, dari total 617 hektar luas lahan galian C atau quarry yang dijadikan lokasi penambangan Bendungan Bener, sebanyak 346 bidang sudah setuju. Sementara yang menolak terdapat 133 bidang.

“Sisanya masih belum memutuskan. Makaya kami akan membuka lebar ruang dialog dan kami libatkan komnas HAM sebagai pihak netral dalam kasus ini,” jelasnya.

Sebelumnya, koordinasi dengan Komnas HAM, lanjut Ganjar, sudah dilakukan beberapa kali. Bahkan Komnas HAM sudah menfasilitasi dialog antara pihak pro dan kontra.

“Namun masyarakat yang belum setuju tidak hadir. Komnas HAM sampai mendatangi ke Wadas untuk terus menyakinkan kami sebenarnya menunggu-nunggu adanya pertemuan, sehingga kami bisa sampaikan dan kami bisa jawab apa yang mereka tanyakan,” pungkas Ganjar.

5. PKB

Proses pengukuran bakal lokasi Proyek Waduk Bener di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, oleh petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengalami ketegangan.

Terkait hal itu, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengecam kejadian di Wadas. Dia menyarankan, untuk menyelesaikan masalah dengan musyawarah antar kedua belah pihak.

“Prihatin dan harus ada solusi. Musyawarah, tolong,” kata dia dikutip dari keterangannya.

Wakil Ketua DPR menentang cara represif yang dilakukan aparat terkait pembebasan lahan di Wadas. Cak Imin mendirikan semua stakeholder, pemerintah dan aparat keamanan mencari jalan keluar yang lebih manusiawi.

Ia juga menyarankan agar ditempuh jalur dialogis sehingga kedua belah pihak sama-sama diuntungkan.

“Kekerasan seperti di Wadas harus dihindari. Apapun alasan yang digunakan aparat, tindakan refresif tidak bisa dibenarkan. Harus ada pihak penengah (mediator) agar peristiwa semacam ini tidak terjadi,” kata Cak Imin.

6. DPR RI

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arsul Sani mempertanyakan pengerahan ratusan anggota Polri dan TNI di Desa Wadas, Purworejo, hingga terjadi penangkapan sejumlah warga. Arsul mengkritik langkah kepolisian ini seolah sedang menghadapi teroris.

“Memangnya ada ancaman terorisme atau kerusuhan sosial di Desa Wadas itu, sehingga sampai perlu dikerahkan ratusan aparatur?” ujar anggota DPR Komisi hukum ini dalam keterangannya, Rabu (9/2/2022).

Pengerahan aparat dalam jumlah besar itu menggambarkan paradigma aparat kemanan dan pemerintahan tentang pembangunan masih seperti orde baru. Menurut Arsul, wajah aparat keamanan tidak berubah.

“Ini kok kayak mengulang cara-cara aparatur keamanan dalam menangani pembangunan Waduk Kedungombo jaman Orde Baru dulu,” kata Wakil Ketua Umum PPP ini.

Seharusnya, aparat mengawal pembangunan bukan mengerahkan personil. Seharusnya dikedepankan pendekatan informal dengan masyarakat. Arsul meminta aparat mengedepankan keadilan restoratif agar penindakan dan upaya paksa bisa dihindarkan.

“Selanjutnya aparat menginisiasi pertemuan-pertemuan dengan warga namun tetap memperhatikan prokes. Warga diajak berdialog dari hati ke hati, setelah mereka bisa menerima maka pengukuran pun dilakukan tanpa perlu pengerahan,” ujar Arsul.

7. Menko Polhukam

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md memastikan tidak ada kekerasan dari aparat terhadap warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Menurut dia, polisi telah bertindak sesuai prosedur.

“Sampai saat ini kita proses cooling down dulu. Polisi sudah bertindak sesuai prosedur untuk menjamin keamanan masyarakat. Tidak ada kekerasan dari aparat, tidak ada penembakan,” ujar Mahfud Md kepada wartawan, Rabu (9/2/2022).

Dia mengatakan polisi bertugas menjaga masyarakat agar tidak terjebak konflik horizontal. Selain itu, aparat mencegah agar tidak ada provokasi antarmasyarakat.

“Polisi sudah bertindak atas permintaan untuk pengawalan dan menjaga masyarakat agar tidak terjebak konflik horizontal dan terprovokasi antar sesama masyarakat,” jelas dia.

8. KSP

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan pemerintah akan mengevaluasi soal pengerahan pasukan ke Desa Wadas, Kabupaten Purworejo Jawa Tengah.

Namun, dia tak menjawab apakah pemerintah akan mengeluarkan perintah penarikan pasukan dari Desa Wadas atau tidak.

“Semua akan dievaluasi,” ucap Moeldoko kepada wartawan, Rabu (9/2/2022).

Menurut dia, insiden yang terjadi di Desa Wadas Kabupaten Purworejo Jawa Tengah harus dilihat secara jernih. Adapun ketegangan yang terjadi Desa Wadas ini bermula dari proses pengukuran bakal lokasi Proyek Waduk Bener oleh petugas Badan Pertahanan Nasional (BPN).

“Semuanya perlu dilihat secara jernih agar tdk bias dari kondisi yang sesungguhnya. Pembangunan pastinya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan itu tujuan akhirnya,” pungkas Moeldoko.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *