Ternyata! Ini Alasan Non Pribumi Tak Bisa Punya Hak Milik Tanah di Yogyakarta. Ada Dendam Kultural?

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Ternyata, di Yogyakarta ada peraturan yang melarang warga non pribumi untuk mendapat hak milik tanah. Kabarnya, aturan ini berakar dari dendam kultural masyarakat. Berikut ulasan selengkapnya!

Larangan kepemilikan tanah warga non pribumi ini sudah ada sejak tahun 1975

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dasarnya adalah Surat Instruksi Wakil Gubernur DIY Nomor 898/I/A/1975 tentang Larangan Kepemilikan Hak atas Tanah bagi Warga Nonpribumi.

Simak alasan non pribumi tidak bisa mendapat hak milik tanah di Yogyakarta berikut ini.

Mengapa Non Pribumi Tidak Punya Hak Milik Tanah di Yogyakarta?

Secara sederhana, ada dua alasan mengapa larangan ini bisa muncul kala itu.

Pertama, karena alasan sejarah.

Kedua, dikarenakan adanya ketakutan tanah Yogyakarta menjadi kekuasaan WNI non pribumi.

Menurut sejarah, memang sejak dahulu pemberian tanah kepada seseorang ada aturan khususnya dari Kesultanan Yogyakarta.

“Dalam masyarakat adat, tidak mungkin ada orang dari masyarakat adat lain bisa punya hak yang sama. Itu dasarnya,” jelas Parampara Praja bidang pertanahan Pemda Yogyakarta, Suyitno, dilansir dari tirto.id, Senin (14/02/2022).

Semua tanah di Yogyakarta dianggap sebagai milik Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman.

Kesultanan akan memberikan tanah kepada warganya sesuai dengan dasar hukum adat.

Hanya saja, pemberian ini statusnya hanya sementara, tanah tetap menjadi milik kerajaan sehingga tidak bisa diwariskan.

Pandangan ini masih berlaku bahkan meski kini secara nasional ada yang kita kenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria.

Lalu, untuk alasan kedua, jajaran Kesultanan khawatir akan adanya dominasi kepemilikan tanah oleh warga keturunan Tionghoa di Yogyakarta.

Benarkah Ada Dendam Kultural?

Selain alasan di atas, menurut pakar sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Dr Suhartono, ada juga faktor dendam kultural.

“Kalau istilah saya (ada) dendam kultural,” jelasnya, dilansir dari detik.com, Senin (14/02/2022).

Latar belakang utamanya adalah sikap kalangan Tionghoa yang kala itu terkesan mengeksploitasi kalangan pribumi.

Tidak hanya itu, pada masa kolonial Hindia Belanda mereka kabarnya juga menjual candu di tanah Yogyakarta.

“Makanya di tahun 1905 itu ada amuk China di Yogya. Jadi, orang China tidak boleh ke desa-desa, sebab ke desa itu operasionalnya untuk ngedol (menjual) candu,” kata Suhartono lebih lanjut.

Sayangnya, kala itu warga non pribumi terlindungi oleh politik kolonial sehingga mereka bisa tampil dengan status ekonomi yang lebih kuat.

Hal inilah yang mendorong Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat masa itu mentitahkan terbitnya larangan warga non pribumi mendapat hak milik tanah.(dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *