Tafsir Al-Quran Surat Asy-Syura ayat 47-50: Indahnya Memenuhi Seruan Allah SWT

Tafsir Al-Quran Surat Asy-Syura ayat 47-50
Prof. Dr. H. Didin Hafidhuddin ( Anggota Dewan Pakar Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI )
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Prof. Dr. H. Didin Hafidhuddin ( Anggota Dewan Pakar Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI )

Ahad, 20 Maret 2022

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Disarikan oleh Prof. Dr. Bustanul Arifin

Hajinews.id – Alhamdulillahi rabbil a’lamin. Pada Ahad pagi ini, tanggal 17 Sya’ban 1443 H bertepatan dengan tanggal 20 Maret 2022, kembali kita dapat bersilaturrahmi, walaupun secara virtual, dalam rangka meneruskan kajian kita, mendalami ayat-ayat Allah. Insya Allah kita akan membahas Surat Asy-Syura ayat 47-50. Kita mulai dengan membaca Ummul Kitab Surat Al-Fatihah, lalu dilanjutkan dengan Surat Asy-Syura ayat 47-50, yang artinya, “Patuhilah seruan Tuhanmu sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak dapat ditolak (atas perintah dari Allah). Pada hari itu kamu tidak memperoleh tempat berlindung dan tidak (pula) dapat mengingkari (dosa-dosamu). Jika mereka berpaling, maka (ingatlah) Kami tidak mengutus engkau sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Dan sungguh, apabila Kami merasakan kepada manusia suatu rahmat dari Kami, dia menyambutnya dengan gembira; tetapi jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar), sungguh, manusia itu sangat ingkar (kepada nikmat). Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa”

Ayat-ayat ini berkaitan dengan sifat-sifat orang beriman, yaitu “istijabud dakwah” atau memenuhi seruan Allah. Jika ada perintah dari Allah, maka ia langsung mengerjakannya. Jika ada larangan dari Allah, maka ia langsung meninggalkannya. Ada beberapa hal yang perlu kita resapi, kita jadikan pelajaran, mengapa orang-orang beriman itu sampai berbuat demikian? Mengapa ia sangat responsif terhadap panggilan Allah SWT. Pertama, hal itu merupakan bukti dari keimanan dan keyakinan kepada Allah dan Rasul-Nya, akan kebenaran ajaran Al-Quran, dll. Perhatikan Surat An-Nur ayat 51-52. “Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami taat.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”. Mereka memiliki sikap “sami’na wa atha’na” kami mendengar dan kami mengikutinya. Pernyataan orang beriman dalam bersikap dan bertindak sesuai perintah Allah. Ia memiliki getaran hati untuk kembali kepada Allah SWT. Orang yang beriman bukan hanya sukses di dunia, tapi juga bahagia hidupnya, atau mendapatkan kebahagiaan yang hakiki. Misalnya, orang beriman akan sangat senang mendapatkan perintah puasa Ramadan yang akan membuatnya menjadi orang yang bertaqwa kepaa Allah SW. Puasa Ramadan hanya tingal 11 hari lagi, orang beriman sangat senang menunggu kehadiran bulan suci Ramadan, mempersiapkan diri secara baik, bahkan berdoa sejak dua bulan lalu. “Allahumma barik lana fi Rajaba wa Sya’ban wa ballighna Ramahdan”, Ya Allah, berilah kami keberkahan dalam bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan sampaikanlah kami ke dalam bulan Ramadhan.

Kedua, orang beriman memiliki pikiran yang tenang, karena hatinya dijaga oleh Allah SWT. Orang beriman akan responsif dan senang mendengar panggilan adzan dan ajakan mendirikan shalat dan menggapai kemenangan. Misal, jika ada panggilan adzan, lalu kita diam saja, tidak responsif, maka hati akan mati. Bagi orang beriman, masalah apapun yang dihadapi, akan terdapat jalan keluar. Di dalam Al-Quran dijelaskan bahwa setiap ada satu kesulitan yang dihadapi orang beriman, maka jalan keluarnya akan banyak, bukan hanya satu. Fa inna ma’al usri yusran, wa inna ma’al usri yusran. Kesulitan satu, jalan keluarnya banyak. Perhatikan Surat Al-Anfal ayat 24. “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan” Kita orang beriman diperintah untuk memenuhi printah Allah dan Rasul-Nya, apabila Allah menyeru kepada kalian. Hati di dalam dada ini akan hidup ketika memenuhi panggilan Allah. Sebaliknya, hati akan mati jika kita abai, tidak peduli dengan ketentuan Allah, walaupun ia memiliki kekuasaan di dunia. Perlu diingat juga bahwa hati yang hidup akan bergetar ketika kita mendengar seruan Allah SWT. Kita akan menjadi hamba-hamba Allah yang sukses mengemban amanah Allah sebagai khalifah di muka bumi.

Ketiga, orang yang beriman memiliki persiapan yang baik untuk kelak kita kembali kepada Allah dan dikumpulkan pada hari yang tidak bisa satu pun yang menolak, yaitu kematian. Harta dan keluarga akan ditinggalkan di dunia, hanya amal baik yang menemani kita dalam kematian. Ada hadist Rasulullah SAW yang sangat terkenal (diriwayatkan oleh Imam Bukhari) tentang tujuh golongan yang akan mendapatkan naunangan atau perlindungan Allah SWT kelak ketika tidak ada naungan kecuali naungan Allah SWT. Pertama, pemimpin yang adil, bukan yang berkhianat. Kepemimpinan kita akan menentukan apakah kita akan mendapat perlindungan dari Allah. Pemimpin yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Kedua, pemuda yang hidupnya dipenuhi dengan ibadah kepada Allah. Ketiga, orang yang hatinya terpaut atau cenderung ke masjid. Kita jangan anti masjid, anti memakmurkan masjid dll. Keempat, dua orang yang berkasih sayang atau bersahabat karena Allah SWT, saling menasehati, dan kalua berpisah karena Allah SWT. Kelima, laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh Wanita kaya dan cantik, lalu ia berkata “aku takut kepada Allah SWT”. Keenam, orang yang bersedekah dengan menyembunyikannya, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya. Ketuju, orang yang berdzikir kepada Allah, mengerjalan shalat malam, mengasingkan diri sendirian, hingga kedua matanya basaha karena menangis menyadari kesalahan-kesalahannya dan memintakan ampunan kepada Allah SWT. Sekali lagi, kita diperintah untuk memperkuat hati dalam merespon perintah Allah SWT. Insya Allah kita akan mendapatkan kematian yang husnul khatimah.

Menjawab pertanyaan tentang keadaan terkini menjelang Ramadan, harga kebutuhan hidup naik, minyak goreng langka dll. Sebenarnya apa saja tugas pemimpin dalam islam? Pemimpin harus berbuat adil, harus mencari jalan keluar terhadap masalah seperti itu. Jika seorang pemimpin melihat antrian panjang masyarakat dalam membeli minyak goreng, seharusnya ia sedih. Pemimpin adalah khadim atau pelayan masyarakat. Pemimpin harus merumuskan kebijakan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan berinovasi mencari jalan keluar permasaalahan yang terjadi.

Menjawab pertanyaan tentang bagaimana ciri-ciri yang hati yang mati dan bagaimana cara menghidupkannya? Hati yang mati adalah hati yang tidak mau menerima nasehat atau tidak berlaku tausiyah kepadanya. Maka, membaca Al-Quran akan menghidupkan hati yang mati. Mendengarkan adzan atau panggilan Allah untuk mendirikan shalat berjamaah di masjid akan menghidupkan hati yang mati. Di dalam hati itu ada titik hitam setiap kita berbuat salah dan dosa. Titik hitam akan memenuhi hati, jika kita terus-menerus berbuat salah dan dosa. Pada kondisi demikian, maka akan terjerumus menjadi tidak beriman. Jadi, orang yang baik itu ditentukan oleh pemahaman agama dengan baik, berkaitan dengan akhlaq atau adab.

Mari kita tutup pengajian kita dengan doa kiffarat majelis. “Subhaanaka allahumma wa bihamdika. Asy-hadu an(l) laa ilaaha illaa anta. Astaghfiruka wa atuubu ilaika”. Demikian catatan ringkas ini. Silakan ditambahi dan disempurnakan oleh hadirin yang sempat mengikuti Ta’lim Bakda Subuh Professor Didin Hafidhuddin tersebut. Terima kasih, semoga bermanfaat. Mohon maaf jika mengganggu. Salam. Bustanul Arifin

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *