Ngaji Tauhid Di Masa Pandemi

Ngaji Tauhid
Ustadz Fahmi Salim
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Ustadz Fahmi Salim merangkai berbagai pemikiran tokoh dalam sebuah buku. Bersumber dari dialog melalui zoom, buku ini seperti sebuah cerita pendek, enak dibaca dan sangat penting.

Hajinews.id – PANDEMI Covid-19 tak menghalangi para da’i untuk berdakwah. Merekalah mujahid dakwah yang menjadikan setiap kesulitan sebagai bagian dari perjuangan dakwah. Di saat pandemi, interaksi dan mobilitas sosial dibatasi, bahkan sebagian masyarakat memilih untuk berdiam di rumah. Beberapa perkantoran menerapkan aturan work from home. Begitu pula dengan lembaga pendidikan. Anak-anak belajar secara jarak jauh. Tempat ibadah, seperti masjid dan geraja ditutup dan beribadah cukup di rumah. Dampaknya begitu besar. Kondisi ekonomi makin sulit. Banyak dunia usaha akhirnya terpaksa gulung tikar, hingga banyak karyawan kehilangan pekerjaannya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Begitulah kesulitan melanda siapa pun di dunia ini, karena wabah virus yang mengancam keselamatan dan kesehatan warga dunia. Namun, kesulitan yang dialami para pendakwah tak menghentikan mereka untuk menebarkan pesan-pesan tauhid. Inilah yang dilakukan oleh Ustadz Fahmi Salim, Lc. MA. Dengan menggunakan kemajuan teknologi digital, Ustadz Fahmi mengundang banyak tokoh, mulai dari ulama, tokoh ormas Islam, politisi, akademisi, pengusaha hingga aktivis sosial bahkan duta besar untuk berbagi ilmu dan pengalamannya dalam bidang yang digelutinya, mengupas berbagai isu baik dalam bidang agama, keumatan hingga persoalan bangsa.

Dialog yang disebarkan melalui kanal youtube ini, sejak bulan Juni 2020 dan hampir selama setahun telah memberi banyak inspirasi dan pencerahan bagi masyarakat. Bahkan, hasil dialog dengan tajuk “NGEHARE: Ngaji dulu, Alim Kemudian” bersama Ustadz Fahmi Salim” ditulis dalam sebuah buku, dan kemudian diluncurkan pada 4 April 2022, hari ke-2 atau ke-3 ramadan.

Dalam peluncuran buku tersebut, Ustadz Fahmi kembali mengundang Duta Besar Indonesia untuk Turki, Dr. Lalu Muhammad Iqbal dan Habiburrahman El Shirazi, seorang intelektual muslim yang juga seorang penulis produktif untuk memberi ulasan tentang buku yang berjudul Pesan-pesan Tauhid untuk Negeri di Masa Pandemi”. “Saya membaca buku ini seperti sebuah ensiklopedia tokoh beserta pemikirannya,” ujar Dubes Lalu Muhammad Iqbal. Bahkan, urutan tema buku pun disusun secara sistematis yang dimulai dengan mengangkat tokoh seorang pendakwah asal Madinah, Syeikh Ali Jaber yang sudah menjadi warga negara Indonesia. “Inilah yang menjadi pondasi ketika membaca ini,” ujarnya lagi.

Menurut Dr. Iqbal, kisah Syeikh Ali Jaber memberi pesan yang kuat bahwa setiap muslim memiliki kewajiban untuk berdakwah meskipun ia bukan seorang ulama. “Ini yang harus saya garisbawahi,” tegasnya. Yang perlu diteladani adalah kegigihan seorang pendakwah. Ia kerap dituduh negatif misalnya mematok tarif ceramah. Padahal, kebanyakan pendakwah menghabiskan waktunya unutk berdakwah, bahkan ia tidak memiliki waktu mencari nafkah untuk keluarganya. Cita-citanya untuk mendirikan lembaga wakaf bagi para pendakwah belum terwujud, karena Alloh begitu menyayanginya dan telah memanggilnya. Syeikh Ali Jaber wafat pada 14 Januari 2021, setelah sebelumnya sempat terinfeksi virus corona.

Buku ini memuat banyak kisah tokoh dan pemikirannya dengan latar belakang yang berbeda, Menurut Dr. Iqbal, para tokoh ini memiliki cara pandang yang sama, yaitu menghadirkan Islam sebagai solusi. Islam adalah agama yang tidak sekedar mengatur ritual ibadah, melainkan sebagai sebuah sistem kehidupan yang ideal, baik dari bidang politik, ekonomi maupun kemasyarakatan. “Islam menawarkan sebuah formulasi berbangsa dan bernegara untuk mencapai Baldatun Thoyyibatun wa robbun ghaffur,” jelasnya.

Konsep ini diulas oleh banyak tokoh seperti Prof. Haidar Nashir, Prof. Din Syamsuddin, Prof. Syafiq A. Mughni, Dr. Jeje Zaenuddin, Ustadz Abdul Somad dan Ustadz Das’ad Latif. Dalam program Spesial Kemerdekaan, beberapa duta besar Indonesia di berbagai negara juga diundang untuk memberi kontribusi pemikirannya. Begitu pula dengan tokoh-tokoh politik, seperti Ahmad Heryawan (PKS), Anis Matta (Partai Gelora), Zulkifli Hasan (PAN) dan Asrul Sani (PPP). Mereka mengupas seputar Dinamika Politik Islam dan Kebangsaan, seolah-olah menurut Dr. Lalu, masih ada kegelisahan seputar hubungan antara Islam dan negara sejak Rasululloh shallallahu alaihi wa sallam wafat.

Dinamika Islam dan politik di Indonesia sesungguhnya sudah tuntas dibahas oleh para pendiri bangsa ini. Namun, masih ada yang berusaha membenturkan Islam dan negara serta berbagai isu kebangsaan lainnya. Bahkan, tidak hanya di Indonesia, Islam dituduh agama yang menyebarkan aksi radkalisme dan terorisme, yang sering disebut Islamofobia. Isu ini sengaja dimunculkan di negara-negara Barat, karena menurut Dr. Iqbal, Islam masih dicurigai seolah-olah akan mengganti semua sistem kehidupan di Barat. “Saya tidak khawatir dengan isu islamofobia di Barat, justru menjadi tantangan dakwah untuk menjelaskan tentang Islam kepada mereka,” jelas Dubes untuk Turki ini. Justru, yang dikhawatirkan adalah Islamofobia yang mencuat di negeri Islam sendiri, pelaku dan korbannya sama-sama muslim.

Buku yang ditulis Ustadz Fahmi Salim mengangkat potret Islam secara nasional dan global, sekaligus memberi jawaban atas berbagai persoalan kebangsaan untuk membuktikan bahwa Islam adalah agama yang komprehensif dan mengatur semua sistem kehdupan. Inilah semua ikhtiar yang telah dilakukan oleh para ulama dan tokoh untuk mencapai titik temu, seperti tergambar dalam buku ini.

Tema yang beragam tentu menjadi daya tarik buku ini. Mulai dari isu dakwah, politik, ketahanan keluarga dan perempuan, kepemudaan kesehatan, industri halal, filantropi Islam hingga isu Palestina. “Saya membacanya seperti sebuah cerpen, enak dibaca dan tuntas,” ujar Habiburrahman El Shirazi. Buku yang bersumber dari dialog lisan ini tentu tak mudah untuk dituangkan dalam bahasa tulisan, apalagi membuat penasaran pembaca untuk menuntaskan bacaannya.
Novelis yang biasa dipanggil Kang Abik menilai buku ini diluncurkan pada saat momentum yang tepat yaitu ramadhan. Bulan literasi karena wahyu pertama diturunkan pada bulan ramadhan, yaitu lima ayat pertama dalam surat al ‘Alaq yang mengajarkan kita untuk membaca. “Buku ini telah ikut menyadarkan umat tentang pentingnya literasi,” jelasnya. Selain membaca, menulis harus menjadi gerakan literasi, karena termasuk hal yang terpenting dalam membangun peradaban. Banyak dialog tokoh yang berkualitas tapi tidak terdokumentasi dengan baik, karena tidak dituangkan dalam tulisan. Dalam buku ini, Kang Abik juga memberi banyak kontribusi pemikirannya dalam bagian Narasi Catatan Kaki dalam Pergerakan Islam di Indonesia.

Meskipun buku ini memuat tema beragam, ada benang merah yang menjalin keterkaitan. Disebut oleh Dubes Lalu Muhammad Iqbal, semuanya dibingkai dalam perspektif agama, sehingga memberi pesan bahwa Islam menjadi rujukan dalam semua sisi kehidupan. Dalam isu tentang Pandemi Covid-19, misalnya kita diajak untuk berkontemplasi terhadap setiap peristiwa yang Alloh takdirkan. Semua makhluk bertasbih dan bersujud sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al Hajj ayat 18. Karena itu, wabah virus corona telah memberi banyak pelajaran bahwa kita telah membuat banyak kerusakan di muka bumi. Maka, saatnya bertobat dan kembali untuk taat kepada Alloh.

Covid-19 mengandung nilai-nilai tasawuf sebagaimana yang juga diulas dalam dialog bersama Prof. Dr. Sri Mulyati, guru besar tasawuf dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulloh, Jakarta yang juga Ketua PP Muslimah NU. Ada rahasia dan hikmah di balik pandemik Covid-19. Mengutip pendapat Sayyid Hossen Nasr, seorang profesor studi Islam dari George University, Amerika Serikat, Prof, Sri mengatakan bahwa jumlah kematian yang besar di dunia akibat Covid-19, akan menjadi kesempatan untuk kebangkitan spiritual. Kesadaran ini selaras dengan judul buku yang ditulis Ustadz Fahmi Salim, yaitu Pesan-pesan Tauhid untuk Negeri di Masa Pandemi.

Menurut Dr. Iqbal, buku ini menjadi amal jariyah bagi penulisnya. Pahalanya terus mengalir. Sementara, Kang Abik berharap buku Ngeshare yang bersumber dari dialog dengan para tokoh ini harus terus berlanjut, yang disebutnya sebagai hamzah washol. Artinya, Ustadz Fahmi Salim tidak boleh berhenti berkarya menulis buku. Ibarat sebuah cerbung, atau cerita bersambung. Maka, pembaca masih penasaran untuk membaca lanjutan kisahnya. (Kholis Bakri, Pemred www.fahamalquran.com)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *