Perceraian Tidak Sah Kecuali Dilakukan Di Dalam Sidang Pengadilan Agama

Perceraian
Perceraian
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Salman Tuanku Rajo, M.A.

Hajinews.id – Islam adalah  agama yang paling sempurna dalam memberikan perhatian terhadap masalah rumah tangga dan pernikahan. Ada  begitu banyak ayat dan hadits yang berbicara tentang pernikahan dengan segala seluk beluknya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Salah satu bab dalam kitab-kitab fiqih yang mengambil porsi terbanyak adalah pembahasan tentang pernikahan. Mulai dari persiapan pernikahan, manajemen pernikahan, hingga tata cara mengakhiri pernikahan bila hal itu terpaksa harus terjadi.

Tulisan ini ingin menyorot salah satu bagian dari pembahasan tentang pernikahan yang masih sangat banyak disalahpahami oleh kaum muslimin yaitu tentang tata cara mengakhiri pernikahan alias perceraian. Kita tentu berlindung kepada Allah dari “musibah” yang sangat mengerikan tersebut akan tetapi kita tetap harus memiliki ilmu yang memadai tentangnya.

Para ulama Indonesia telah merumuskan suatu kaidah yang sangat penting yaitu bahwa “perceraian hanya sah bila dilakukan di dalam persidangan Pengadilan  Agama.” Kaidah ini tercantum di dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (KHI) Pasal 115.

Kaidah ini dirumuskan setelah pengkajian yang sangat panjang yang dilakukan oleh ratusan ulama dan pakar hukum Islam dari berbagai kampus dan pesantren dengan mengkaji puluhan kitab-kitab fiqih klasik maupun kontemporer seperti Kitab Al-Umm karya Imam Syafi’i, Al-Muwaththa’ karya Imam Malik, Majmu’ Fatawi karya Imam Ibnu Taimiyah, Fiqih Sunnah karya Syaikh Sayyid Sabiq, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh karya Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, dan puluhan kitab lainnya.

Dalam diskusi pribadi penulis dengan Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia Prof. Dr. Amran Suadi, beliau juga sangat menekankan pentingnya kaidah ini untuk dipegang teguh.

Di antara alasan kenapa perceraian hanya sah bila dilakukan di dalam persidangan Pengadilan Agama adalah karena nikah merupakan suatu  ikatan suci yang sangat kuat (mitsaqan ghalizha) yang tidak boleh dilepas kecuali dengan cara-cara yang bertanggung jawab. Allah SWT berfirman,

وَّاَخَذۡنَ مِنۡكُمۡ مِّيۡثَاقًا غَلِيۡظًا

“Istri-istrimu itu telah mengambil darimu ikatan perjanjian  yang sangat kokoh (pernikahan).” (QS An-Nisa’: 21)

Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa perceraian adalah perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda,

أَبْغَضُ اْلحَلاَلِ عِنْدَ اللهِ الطَّلَاقُ

“Perbuatan halal  yang paling dibenci oleh Allah adalah thalaq (perceraian).” (HR Abu Dawud dishahihkan oleh Imam As-Suyuthi)

Salah satu referensi yang sangat komprehensif membahas hal ini adalah buku yang ditulis oleh begawan fikih Indonesia, Prof. Dr. Amir Syarifuddin, dalam buku beliau yang berjudul “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia” (hal 198-230).

Dalam khazanah fikih klasik memang  kita temukan pendapat ulama yang mengatakan bahwa talak bisa dijatuhkan oleh seorang suami meskipun tidak di dalam persidangan pengadilan. Akan tetapi dengan ada pembahasan panjang begitu banyak ulama yang kemudian ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana kita temukan dalam Kompilasi Hukum Islam di atas maka sesungguhnya pendapat-pendapat yang lain itu tidak lagi  berlaku. Ulama merumuskan sebuah kaidah,

حُكْمُ اْلحَاكِمِ يَرْفَعُ اْلخِلاَفَ

“Keputusan pemerintah mengakhiri perbedaan pendapat.”

Secara rasional (pendekatan dalil aqli), setiap kita mestinya bisa memahami hal ini dengan baik.

Bukankah ada begitu banyak mudharat, bahaya yg bisa ditimbulkan oleh perceraian.

Berjilid-jilid buku telah ditulis untuk menjelaskan efek negatif serta bahaya yang ditimbulkan oleh perceraian. Telah dilahirkan ratusan atau bahkan ribuan karya ilmiah berupa tulisan di jurnal ilmiah maupun tesis dan disertasi yang meneliti tentang dampak buruk perceraian. Karena itulah prinsip hukum yang berlaku dalam penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Agama adalah mempersulit perceraian.

Inilah prinsip yang memang seharusnya ditegakkan. Perceraian itu harus dipersulit. Orang tidak boleh dibiarkan dengan mudah bisa bercerai. Harus ada prosedur yang maksimal untuk mengantisipasi terjadinya perceraian.

Sungguh menyedihkan perilaku sebagian kaum muslimin yang meremehkan keagungan pranata suci pernikahan sehingga ia merasa bisa mengakhirinya cukup melalui WA, atau dengan tulisan di secarik kertas, atau bahkan dengan ucapan tegas di hadapan beberapa saksi berilmu sekalipun. Cara-cara seperti itu sama sekali tidak setara dengan kemuliaan pranata pernikahan yang diajarkan oleh Islam. Spirit inilah yang dipahami secara mendalam oleh para ulama sehingga merumuskan kaidah bahwa bercerai itu hanya sah bila dilakukan di dalam persidangan Pengadilan Agama.

Kalaupun ada yang bertanya kenapa para ulama dahulu tidak mewajibkan perceraian harus dilakukan di Pengadilan Agama maka itu adalah karena keberadaan lembaga peradilan di dalam Islam bukan sesuatu yang secara langsung hadir sebagai institusi yang established di tengah-tengah umat. Sejarah kelahiran dan perkembangan lembaga peradilan di dalam Islam juga merupakan sebuah tema tersendiri yang tidak kalah panjang untuk diuraikan.

Namun yang jelas, kita hari ini harus bersyukur telah ada Pengadilan Agama yang memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan menyelesaikan masalah sengketa perkawinan. Ini harus kita dukung bersama-sama.

Pembahasan tentang hal ini memang tidak mungkin disampaikan  secara tuntas dalam tulisan pendek di laman fb ini. Bahkan sebagaimana pengalaman penulis pribadi, belajar 6 tahun di pesantren, dilanjutkan dengan kuliah dari S1, S2, hingga S3 saat ini pun, belum langsung membuat penulis betul-betul meyakini kaidah ini secara mendalam. Namun kita semua harus terus berjuang menyampaikannya kepada masyarakat.

Dengan pembahasan ini penulis setidaknya ingin menyampaikan setidaknya 3 rekomendasi.

Pertama, kita semua harus terus berusaha sekuat tenaga menjaga rumah tangga dn pernikahan kita dan menjauhkannya dari potensi perceraian.

Kedua, bila karena berbagai kondisi dan pertimbangan suatu pernikahan sudah tidak mungkin lagi dipertahankan maka pastikan menyelesaikannya ke Pengadilan Agama. Itulah satu-satunya cara untuk mengakhiri pernikahan. Perceraian hanya sah bila dilakukan di dalam persidangan Pengadilan Agama. Selain itu, tidak sah.

Ketiga, siapapun di antara kita mendapati teman, saudara, atau tetangganya mengucapkan cerai kepada istrinya tapi tidak dilakukan di Pengadilan Agama, maka sampaikan kepadanya bahwa perceraian seperti itu tidak sah. Termasuk talak 3 sekalipun. Mereka masih sah sebagai suami istri. Karena itu doronglah mereka untuk hidup kembali sebagaimana layaknya suami istri.

Sangat ironis melihat fenomena di sebagian daerah di mana ketika terjadi pertengkaran sepasang suami istri yang berujung pada terucapnya kata-kata cerai, orang-orang justru beramai-ramai menyuruh mereka untuk segera berpisah padahal mereka sebenarnya masih suami istri karena perceraian seperti itu tidak sah.

Melalui tulisan ini izinkan juga penulis mengajak para dai dan muballigh untuk ikut mensosialisasikan kaidah yang telah menjadi rumusan para ulama ini. Sangat disayangkann sekali masih ada penceramah yang di mimbar-mimbar taklim menyampaikan pendapat fiqih klasik yang seharusnya  sudah ditinggalkan. Semua ini tidak lain demi mewujudkan syariat Allah tentang pernikahan agar rumah tangga kaum muslimin selamat dari perceraian yang merupakan salah  satu perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah.

Wallahu a’lamu bish shawab wa astaghfirullahal ‘azhim wa atubu ilaih.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *