Survei LSI: Mayoritas Masyarakat Nilai Harga BBM di Indonesia Terlalu Mahal

BBM Naik - Puluhan pengguna kendaraan baik mobil maupun motor antre di SPBU Pertamina, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (17/11). Antrean panjang tersebut terjadi setelah Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan perihal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp. 2000 pada hari yang sama pukul 21.00 WIB. Dengan demikian harga bensin jenis premium naik dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 per liter, sedangkan harga solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 per liter. FOTO: BeritaSatu Photo/Danung Arifin
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei nasional yang dilakukan pada 27 Juni sampai 5 Juli 2022. Salah satu isu yang dibahas mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.

Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan, mengatakan dengan adanya kenaikan harga BBM terutama nonsubsidi, sebanyak 53,3 persen masyarakat menilai harga BBM di Indonesia kurang atau bahkan tidak terjangkau sama sekali.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Umumnya masyarakat 53 persen lebih menyatakan harga BBM saat ini tidak terjangkau, yang menyatakan terjangkau hanya di kisaran 38 persen,” kata Djayadi saat rilis survei virtual, Minggu (24/7).

Djayadi menjelaskan, golongan masyarakat yang menyatakan harga BBM tidak terjangkau secara umum merupakan lintas sektor, mulai dari tingkat pendidikan hingga wilayah. Namun dia mengungkap ada kecenderungan yang sama dari sisi pendapatan.

“Memang dari sisi pendapatan masih lebih banyak masyarakat berpendapatan rendah menengah yang menyatakan tidak terjangkaunya harga BBM saat ini,” imbuhnya.

Berdasarkan data yang ditampilkan, sebanyak 66 persen responden berpendapatan kurang dari Rp 1 juta, kemudian 61,7 persen dari golongan pendapatan Rp 1-2 juta, serta 52,6 persen masyarakat berpendapatan Rp 2-4 juta, yang menilai harga BBM kurang atau tidak terjangkau sama sekali.

Djayadi menambahkan, LSI juga bertanya soal apakah harga BBM harus dinaikan atau tidak karena kondisi ekonomi global saat ini. Dia mengungkap, mayoritas responden meminta agar pemerintah menahan kenaikan harga BBM.

“Ada 48,1 persen publik yang menyatakan meskipun harga BBM dunia mengalami kenaikan, mayoritas menyatakan pemerintah perlu berupaya agar harga BBM dalam negeri tidak dinaikan meski itu berisiko kepada kenaikan subsidi atau utang negara,” jelasnya.

Sementara sebanyak 33 persen responden, kata dia, menyatakan bahwa naiknya harga BBM dunia dan risiko peningkatan subsidi dan utang jadi alasan untuk menaikan harga BBM. Adapun 19,1 persen responden sisanya memilih tidak menjawab.

“Jadi masih lebih banyak masyarakat menyatakan ingin BBM dipertahankan harganya, tidak dinaikan,” tutur Djayadi.

Dia berkata, ada sedikit variasi golongan masyarakat dalam pertanyaan kenaikan BBM tersebut. Responden berpendidikan rendah yaitu SD lebih sedikit yang menyatakan pemerintah harus menjaga harga BBM tidak naik.

Sedangkan, lanjut Djayadi, mayoritas masyarakat berpendapatan kelas menengah atas, atau lebih tepatnya 56,3 persen responden berpendapatan di atas Rp 4 juta, menyatakan harga BBM seharusnya tidak naik meskipun pemerintah harus menambah subsidi atau utang.

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *