Investor Politik Jelmaan Oligarki

Investor Politik Jelmaan Oligarki
Investor Politik Jelmaan Oligarki
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Mohammad Hidayaturrahman, Dosen dan Penulis di beberapa jurnal nasional dan internasional

Hajinews.id – JAGAD politik Indonesia dalam beberapa waktu terakhir, diramaikan berita adanya hutang Anies Baswedan, yang saat itu mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta 2017.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tidak jelas juga Anies berhutang kepada siapa dan sebetulnya seberapa besar jumlah hutang tersebut. Namun yang jelas jumlahnya mencapai puluhan miliar rupiah.

Hal yang menarik dari berita politik tersebut, ada pihak yang berupaya untuk mendanai calon pejabat politik ketika bertarung dalam Pemilu.

Indonesia pada 2024 akan menyelenggarakan pesta demokrasi terbesar yang digelar secara serentak di seluruh wilayah Indonesia.

Pemilihan umum yang digelar pada Februari 2024, akan memilih presiden-wakil presiden, wakil rakyat di tingkat pusat dan daerah serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Pemilihan umum merupakan perwujudan dari demokrasi yang mestinya menghadirkan kedaulatan rakyat.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat (from the people, by the people, for the people).

Dalam praktiknya, hasil dari pemilihan umum dan pemilihan presiden tidak menampilkan wajah daulat rakyat. Rakyat seringkali diabaikan di dalam kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan parlemen.

Banyak kebijakan yang dibuat justru menguntungkan pada pemilik modal, yang kali ini disebut sebagai investor politik.

Investor politik hadir pada berbagai momentum politik, baik pemilihan kepala daerah, pemilihan presiden hingga pemilihan kepala desa, didorong oleh empat hal.

Pertama, kandidat politik, apakah wakil rakyat atau presiden yang mengikuti kontestasi tidak memiliki kemampuan dana untuk membiayai kebutuhan kampanye dan pemenangan diri. Hal ini yang menjadi persoalan banyak calon dan partai politik di Indonesia.

Banyak kandidat, termasuk kandidat presiden yang tidak memiliki modal memadai untuk biayai dirinya sendiri, sehingga terbuka peluang untuk dibiayai oleh pihak lain, dengan mekanisme yang tidak terbuka sama sekali.

Begitu pula partai politik, tidak memiliki pendanaan memadai yang dibiayai oleh pengurus dan anggotanya. Sedangkan pendanaan dari pemerintah masih terbilang minim.

Kondisi ini menyebabkan partai politik membuka peluang terjadinya transaksi dengan pihak yang memiliki dana untuk memberi uang, dengan cara ilegal.

Kedua, adanya keinginan dari pihak yang memiliki uang atau modal untuk masuk ke wilayah politik dan kekuasaan, namun menggunakan pihak lain.

Masuknya orang-orang yang memiliki uang ke wilayah politik praktis bukan hal negatif, malah bila dilihat sebagai hal positif, karena hal tersebut sebagai bentuk partisipasi politik.

Namun yang menjadi persoalan adalah, bila masuknya para pemilik uang atau lebih tepat disebut sebagai pemodal atau investor politik, yang mendukung kandidat presiden atau partai politik, adalah untuk mendapat keuntungan secara ekonomi dari calon presiden atau partai politik yang memenangkan pemilihan umum.

Hal negatif adalah feedback dan cashback yang diperoleh oleh investor politik dari pemenang.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *