Memosisikan TNI Sedikit Lebih Maju

Memosisikan TNI Sedikit Lebih Maju
prajurit TNI
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Ada beberapa Pangdam Siliwangi yang menjadi legenda karena menyuarakan isi hati rakyat (tapi dianggap berseberangan dengan pemerintah Pusat) sejak awal kemerdekaan, seperti AH Nasution, AE Kawilarang, Ibrahim Adjie dan HR Dharsono.

Apakah dengan pernyataan keprihatinan dan kegelisahannya akan situasi politik jelang 2024 ini Jenderal Kunto sedang berproses menjadi “legenda” seperti para seniornya?

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

TNI Menyejukkan Politik

Mari kita simak dulu inti persoalan yang menggelisahkan sang jenderal. Begini:

“Pada saat menjelang pemilu ditabuh, kini mulai berloncatan pernyataan, omongan, statement, dan semacamnya di berbagai ruang publik. Loncatannya bahkan sudah muncul sampai ke spanduk, poster, dan berbagai medium publik lainnya yang isinya bisa membawa petaka konflik yang meluas.”

Menurut Jenderal Kunto: “Bila tidak diatasi segera, dengan kesadaran berkebangsaan yang baik, hal itu bisa merusak kedamaian alam kesundaan di tatar Parahyangan kita.”

Benar, kedekatannya dengan rakyat membuat Jenderal Kunto paham, “Wilayah provokasi memang masuk ke daerah ini, memanas-manasi. Provokasi dan geliat komunikasi politik yang kini sudah menjurus pada ketidaketisan, harus menjadi perhatian,” tulisnya.

Kita meyakini, Pangdam di wilayah lain juga merasakan apa yang dirasakan Jenderal Kunto. Provokasi politik itu sudah merasuk ke kawasannya. Dan kemungkinan terjadi kecurangan sudah tampak nyata. Hanya (mungkin) belum (saatnya) disuarakan secara terbuka seperti dilakukan Pangdam Siliwangi.

Menarik disimak adalah antisipasi Jenderal Kunto jika pemilu (pilpres) justru melahirkan anomali politik serius.

Meskipun terasa normatif, tapi karena yang normatif pun nyaris tak terdengar, maka yang dikatakan jenderal alumni Akmil angkatan 1992 ini jadi terasa tajam. Tulisnya:

“Kita tidak mempersoalkan siapapun yang bertarung dan siapapun kontestannya. Selagi memenuhi syarat, silakan turun ke gelanggang. Mau main jujur? Bagus. Memang harus begitu. Mau main curang? Ada aturan yang akan membatasi.”

Tapi jika permainan curang tersebut sudah membuat penonton heboh atau bahkan membuat penonton resah dan tidak nyaman, menurut Jenderal Kunto, “terapi” khusus harus diterapkan. Aturan hukum harus jadi acuan.

TNI siap tampil sebagai pengawal pada proses itu,” tegas adik (ipar) KSAD (2002-2005) dan Menteri Pertahanan (2014-12019) Jenderal TNI (Pur) Ryamizard Ryacudu.

Pada bagian akhir keprihatinannya, putra Panglima TNI/ABRI (1988-1993) yang juga Wakil Presiden RI (1993-1998) ini melontarkan solusi yang jelas dan tegas.

“Kita sepertinya membutuhkan Pancasila dalam politik sekarang ini, karena sedang tidak baik-baik saja. Akan tetapi, andai ketidakpedulian tetap terjadi dan semakin menguat, maka demi alasan pertahanan dan keamanan, TNI agaknya harus sedikit maju mengambil posisi!”

Memosisikan TNI dalam Peta Politik

Hingga tulisan ini kelar dibuat, saya belum mendapat konfirmasi yang pasti apakah pernyataan kegelisahan dan keprihatian Jenderal Kunto ini merupakan sikap pribadi, sikap Pangdam Siliwangi, atau suara hati TNI.

Akan tetapi terlepas dari itu semua, tampaknya kita (kalangan masyarakat sipil) yang perduli kepada masa depan negeri ini, harus lekas berkumpul membicarakan kembali posisi TNI di ranah politik nasional.

Sudah terlalu lama (sejak reformasi 1998) kita membiarkan TNI melakukan komtemplasi, sementara kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara kian compang-camping.

Kohesi sosial dan korupsi kolosal kian brutal. Kehidupan ketatanegaraan kian amburadul. Pelanggaran Konstitusi tak pernah mendapat sanksi. Legislatif, Eksekutif, Yudikatif verada dalam cengkeraman tangan (ketua umum) partai politik. Sedangkan parpol tunduk pada perintah para pemilik uang (oligarki) yang kini bisa pesan langsung undang-undang guna memuluskan ambisi ugal-ugalan mereka dalam menguasai hampir seluruh sumber daya kehidupan anak bangsa.

Di masa lalu, pada era pemerintahan KH Abdurrahman Wahid yang penulis menjadi bagian di dalamnya (sebagai juru bicara kepresidenan), pernah ada upaya untuk menguatkan kembali integritas, kredibilitas dan profesionalitas TNI.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *