Disway: Zaytun Ibrani

Zaytun Ibrani
Dahlan Iskan makan bersama Syekh Panji pengasuh Ponpes Al-Zaytun.--
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dahlan Iskan

Hajinews.id – KAMI tiba di kompleks Al-Zaytun sudah sangat gelap. Tapi penjaga gerbang langsung tahu siapa yang datang. Mobil Syekh Panji Gumilang ini mencolok sekali: bendera merah putih selalu berkibar di antena depan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Merdeka!” sambut para penjaga gerbang itu.

“Merdeka!” jawab Syekh Panji.

Saya, yang duduk di sebelahnya, masih agak canggung untuk ikut memekikkan ”merdeka”.

Saya pilih tersenyum saja ke para penjaga itu.

Tidak ada sambutan Assalamu’alaikum di situ. Pekikan ”Medeka!” sudah menjadi salam sehari-hari. Termasuk antara santri dan guru.

Kalau pun tidak memekikkan “Merdeka!“ mereka saling melakukan “hormat militer”: menempelkan telapak tangan terbuka di pinggir dahi. Dengan gerakan itu sudah sama artinya dengan mengucapkan “Merdeka!”.

Tanpa pula harus berjabat tangan.

Assalamu’alaikum masih sering terdengar. Jabat tangan masih sering juga terlihat. Tapi tidak sebanyak pekik “Merdeka!”.

Begitulah suasana di gerbang masuk Al-Zaytun. Itulah gerbang barunya. Disebut juga gerbang utara.

Dulu, untuk masuk pesantren ini hanya bisa dari gerbang selatan. “Kelak akan ada dua gerbang lagi. Gerbang barat dan timur,” ujar Syekh Panji Gumilang, sang pendiri Al-Zaytun.

Malam itu kami memang datang dari arah utara. Dari arah pantai Samudera Biru bagian utara Indramayu.

Kalau harus masuk dari gerbang lama amatlah jauh. Lewat jalan memutar. Bisa selisih setengah jam sendiri. Luas pesantren ini memang 1.300 hektare. Yang jadi kompleks bangunan saja 200 hektare.

Gelap.

Kegelapan itu membuat saya tidak bisa menjelaskan suasana antara gerbang ini dan tempat saya menginap: Wisma Tamu Al-Zaytun.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *