Kultum 186: Hukum Memakai Jimat Rajah

Hukum Memakai Jimat Rajah
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.id – Sebagaimana kita sering lihat, di kalangan kaum awam sering ditemui tulisan-tulisan Arab dengan berbagai bentuk dan ditempatkan di posisi tertentu. Tulisan-tulisan ini kadang juga disertai dengan amalan-amalan tertentu agar lebih ‘berkhasiat’. Setiap bentuk dan tulisan pada benda tersebut dipercaya mengandung kekuatan magis.

Jimat berupa tulisan-tulisan seperti itulah yang disebut ‘rajah’, dan menurut kaum awam rajah dipercaya berkhasiat sangat ‘membantu’ penggunanya. Rajah juga akan lebih berkhasiat (efektif) jika diiringi dengan amalan-amalan tertentu. Di dalam tradisi Jawa, benda-benda ini lazim disebut dengan jimat atau azimat.

Rajah bagi anak kecil, biasanya terbungkus dengan kain kecil layaknya gantungan kalung yang sering disebut ‘timbel’. Untuk anak-anak yang masih balita, rajah biasanya diikat dengan kalung benang dan digantungkan di leher layaknya sebuah kalung. Untuk orang dewasa biasanya diselipkan di dalam dompet, ikat pinggang ataupun rompi, dengan harapan sebagai penglaris, pemikat hati, bahkan ilmu kekebalan.

Penggunaan rajah termasuk amalan yang jauh dari unsur syariat Islam. Karena dipercaya memiliki khasiat yang bisa ber-efek sebagaimana takdir Allah, maka hal ini termasuk perbuatan khurafat. Jadi, kekuatan yang dimiliki rajah itu tergolong takhayul sedangkan menggunakannya tergolong khurafat.

Dalam sejarah masyarakat Arab Jahiliyah, diyakini bahwa huruf hijaiyah mempunyai nilai kekuatan magis pada setiap abjadnya. Bahkan huruf-huruf tersebut dipercaya bisa mendatangkan hal baik jika diiringi dengan ritual dan amalan tertentu seperti sholat dan dzikir. Dengan demikian, jelaslah bahwa penggunaan rajah bukan termasuk ajaran Islam dan tidak dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Di dalam Islam, hanya ada satu hukum tentang penggunaan rajah sebagai jimat, yaitu khurafat. Tidak ada seorang pun ulama mu’tabar atau diakui keilmuannya di kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang memperbolehkan seseorang memakai rajah sebagai jimat. Apalagi mengganggap jimat itu mengandung hikmah atau berkhasiat.

Para ulama Ahlu Sunnah sepakat bahwa menggunakan jimat kemudian meyakininya bisa memberi manfaat atau mudharat hukumnya adalah haram. Keyakinan seperti itu, besar atau kecil, tetaplah pelanggaran akidah yang tidak bisa ditolerir di dalam Islam. Semua umat Islam pada hakikatnya paham bahwa yang mampu dan berkuasa untuk memberikan manfaat dan mudharat hanyalah Allah semata.

Bahkan sebelum rajah sebagai jimat itu dibuat atau ditulis, ada ritual aneh yang mereka persyaratkan. Hanya untuk menulis satu buah rajah, pembuat atau penulisnya harus berwudlu atau bersuci, sebelum menulis harus menahan nafas, lalu nafas harus keluar cepat, dan harus memakai wewangian. Dilihat dari proses penulisannya saja sudah terdengar seperti upacara yang mengandung ‘kesyirikan’. Dalam hal ini Allah Subahanahu wata’ala berfirman,

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ

مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

Artinya:

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? (QS. Asy-Syura, ayat 21).

Seorang Muslim yang menggunakan atau memakai rajah sebagai jimat dikhawatirkan akan menumbuhkan benih-benih kesyirikan dalam hatinya. Syekh Abdurrahman al-Jirain ketika ditanya tentang pemakaian jimat, beliau memberikan jawaban yang tegas dan tuntas.

Secara jelas larangan ini telah disampaikan oleh Rasulullah dalam hadistnya, “Barangsiapa yang bergantung kepada jimat, maka Allah tidak akan menyempurnakan (kesehatannya)” (HR. Ahmad dan al-Hakim).

Rajah sering juga berupa sekumpulan huruf-huruf atau kalimat (yang terpenggal) membentuk suatu gambar tertentu yang dipercayai sebagai penyembuh, kesaktian, keselamatan atau pengasihan. Bentuk dan jenis hurufnya bermacam-macam, sebagian bisa dibaca dan ada yang hanya berupa huruf-huruf saja. Ada yang terkumpul seperti bulatan, kotak, segitiga dan semacamnya.

Ada lagi jimat dari rajah yang metode penggunaannya lebih serius dan terdengar lebih lucu. Rajah yang sudah diterima penggunanya harus direndam dalam air putih untuk diminum atau dituangkan ke dalam bak untuk mandi. Ada yang dikalungkan, ditaruh di bawah bantal atau kasur.

Dari berbagai blog atau web khusus, dukun yang bergelar ‘Ki’ (missal Ki Umar, Ki Sableng, dan lain-lain) bisa diakses berbagai macam cerita tentang cara membuat jimat dari rajah. Perdukunan dan klenik saat ini memang telah mengikuti perkembangan zaman, sehingga banyak sumber berupa blog atau web yang sudah bisa diakses secara umum.

Mereka menyediakan dan melayani klien dengan beberapa alat klenik, sebagai jimat, rajah juga digunakan sebagai jimat pemikat (pelet) dan semacamnya. Pemesanan dilakukan via blog dan siap dikirimkan dengan biaya ertentu. Di dalam hal penggunaannya, pengguna rajah harus ‘patuh’ dengan tata cara, waktu, dan sarana. Jika tidak dipenuhi salah satu sarat tersebut, maka jimat dari rajah itu tidak akan berfungsi secara sempurna.

Semoga sedikit yang kita baca ini menjadi pengingat bagi kita semua, dan kalau sekiranya bisa bermanfaat bagi yang lain, mari kita share kultum ini kepada sanak saudara dan handai taulan serta sahabat semuanya, semoga menjadi jariyah kita semua, aamiin.

اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sumber : Ahmad Idris Adh.                                                —ooOoo—

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *