Saya pikir wajar jika di antara satu juta lebih warga Bojonegoro ada yang puas terhadap kepemimpinan Bu Anna. Tetapi, sebaliknya, ada yang tidak puas. Istilahnya, kecewa. Itu hal lumrah.
Selain dijuluki Ibu Pembangunan, juga ada warga melabeli Bu Anna sebagai bupati one man/woman show. Tampil seorang diri. Kayak penyanyi solo. Sejak tahun pertama menjabat, bupati sudah tidak akur dengan wakil bupati. Terlihat sekali, pada banner-banner Pemkab yang dipasang di banyak tempat, yang ada hanya foto bupati. Kesannya, Bojonegoro hanya punya bupati. Tidak punya wakil bupati. Mohon maaf, saya tidak bermaksud menilai siapa yang salah dan siapa yang benar dalam kasus ini.
Menjelang akhir masa jabatan, banyak warga menyebut Bu Anna sebagai bupati hobi memutasi stafnya. Selama tujuh bulan terakhir sebelum lengser, dia melakukan setidaknya enam kali mutasi. Antara lain, 1 September lalu dia memutasi 30 pejabat. Kamis kemarin, dia memutasi 12 pejabat. Bu Anna beralasan agar pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan baik, dan tidak menambah beban penjabat bupati. (radar bojonegoro, 22 september 2023). Ada nitizens komen, tiap minggu kok mutasi. Kayak arisan emak-emak.
Seringnya ada mutasi, dan banyaknya pejabat dimutasi, sangat mungkin memunculkan perasaan senang dan tidak senang di kalangan pejabat. Yang senang merasa puas. Yang tidak senang merasa kecewa. Jika Bu Anna akan mencalonkan lagi sebagai bupati dalam Pilkada 2024, harusnya kebijakan yang mengecewakan banyak orang itu dihindari.
Beberapa hari lalu, menjelang Bu Anna lengser, juga muncul aksi sejumlah kepala desa. Mereka menyampaikan tuntutan lewat DPRD. Mereka minta ADD (Alokasi Dana Desa) 2022 sebesar 12,5 persen dicairkan penuh. Mereka juga minta dana BKKD (Bantuan Keuangan Khusus Desa) harus proporsional dan memberikan nilai yang sama untuk semua desa.
Mereka juga menuntut pencairan dana DD dan ADD tidak harus dikaitkan dengan pelunasan pembayaran PBB (pajak bumi dan bangunan) setiap desa. (detikjatim//19 september 2023).
Menurut saya, semua itu juga wujud adanya ketidakpuasan kalangan tertentu kepada Bu Anna. Belum lagi kekecewaan lama pedagang Pasar Kota yang dipindahkan.
Semua itu mungkin akan bisa menjadi batu sandungan saat Bu Anna menjadi calon bupati 2024.