Jejak Intervensi Pemberantasan Korupsi oleh Jokowi (Bagian 1): Niat dan Aksi Melumpuhkan KPK

Aksi Melumpuhkan KPK
Anthony Budiawan
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Hajinews.co.id

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

1. Kesaksian Agus Rahardjo, Ketua KPK 2015-2019, di KompasTV (30/11/23) mengguncang istana dan senayan. Agus Rahardjo memberi kesaksian, Jokowi minta kasus penyidikan korupsi e-KTP Setya Novanto dihentikan. Artinya, Jokowi telah melakukan intervensi terhadap KPK, dan berupaya menghalangi pemberantasan tindak pidana korupsi.

Kemudian, DPR mulai menanggapi kemungkinan menggulirkan hak interpelasi. Yaitu hak DPR untuk menyelidiki apakah Jokowi benar melakukan intervensi kasus korupsi.

2. Sebelumnya, Jokowi memang sudah terbaca mempunyai niat (mens rea?) untuk melemahkan pemberantasan korupsi yang merupakan amanat reformasi, melalui ketetapan (TAP) MPR No XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (TAP Anti-KKN), yang kemudian melahirkan UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, dan UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

3. Kemudian, TAP MPR Anti-KKN tersebut diperkuat dengan TAP MPR No VIII Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

4. Semua itu akhirnya melahirkan UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), yang diposisikan sebagai lembaga negara yang independen, yang mempunyai tugas khusus untuk melakukan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme secara tegas terhadap siapapun, termasuk Presiden. Oleh karena itu, KPK tidak boleh berada di bawah, dan tidak tunduk pada, pengaruh kekuasaan Presiden.

5. Hal ini dituangkan di dalam Pasal 3 UU KPK, yang berbunyi: “Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.”

6. Di dalam Pandangan Umum UU KPK juga dijelaskan: “Penegakan hukum …. Konvensional …. terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan … pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, …”

7. Dan dipertegas lagi: “Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga negara yang bersifat independen yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri dari 5 (lima) orang …. terdiri atas unsur pemerintah dan unsur masyarakat sehingga sistem pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi tetap melekat pada Komisi Pemberantasan Korupsi.”

8. Oleh karena itu, pemilihan pimpinan KPK dilaksanakan oleh Panitia Seleksi yang independen, di mana hasil seleksinya kemudian diberikan kepada presiden. Setelah itu, Presiden akan memilih dan menyerahkan 10 nama calon pimpinan KPK (2 kali jumlah pimpinan KPK) kepada DPR. Dari 10 nama calon pimpinan KPK tersebut, DPR akan memilih dan menetapkan 5 pimpinan KPK.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *