Rasulullah SAW juga bersabda terkait itu,
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطَّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ، وَ إِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Artinya: “Tidak ada seseorang yang memakan makanan, yang lebih baik dari hasil usahanya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah, Daud AS, makan dari jerih payahnya sendiri.” (Riwayat ini terdapat dalam Kanz al-Ummal)
Hadits tersebut juga termuat dalam Riyadhus Shalihin, kitab kumpulan hadits karya Imam an-Nawawi. Hadits tersebut dikeluarkan oleh Imam Bukhari.
Menurut penjelasan dalam Syarah Riyadhus Shalihin karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali yang diterjemahkan M. Abdul Ghoffar, hadits tersebut mengandung makna sebaik-baik makanan dan setenang-tenang hidup adalah yang dihasilkan dari usaha. Demikianlah yang dilakukan para nabi dan Allah SWT telah menjelaskan bahwa pancaran manhaj mereka adalah tidak meminta upah dari orang lain.
Dalam Sunan at-Tirmidzi juga terdapat hadits hasan shahih yang menyebut sebaik-baiknya makanan adalah hasil dari usaha sendiri. Hadits ini diriwayatkan dari Ahmad bin Mani, dari Yahya bin Zakariya bin Abi Za’idah, dari al-Ma’sy, dari Umarah bin Umari, dari bibinya, dari Aisyah RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya, sebaik-baik yang kamu makan adalah hasil pekerjaan kalian, dan anak-anakmu adalah termasuk hasil pekerjaan kalian.”