Alarm Bahaya! Dolar Rp 16.200, Pabrik Tekstil Terancam Bertumbangan



banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id — Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri tengah dalam kondisi antara hidup atau mati. Sebagai efek pukulan beruntun yang menghantam.

Terbaru, pelemahan rupiah dan pergerakan harga minyak dunia efek memanasnya tensi di Timur Tengah. Serta sikap dovish bank sentral AS, the Fed.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Catatan Tim Riset CNBC Indonesia melansir Refinitiv (Selasa, 23/4/2024), rupiah mengalami depresiasi terhadap dolar AS beberapa waktu terakhir.

Sejak 14 Maret hingga 19 April 2024, rupiah terus mengalami depresiasi dari Rp15.575 per dolar AS menjadi Rp16.250 per dolar AS.

Bahkan dalam intra-day, rupiah sempat menyentuh titik terlemahnya di angka Rp16.285 per dolar AS pada 19 April 2024. Ini menjadi level yang terlemah sejak April 2020 atau sekitar empat tahun terakhir.

“Konflik Israel dengan Iran tak terlalu berdampak langsung ke Indonesia. Hanya imbasnya tidak langsung ke nilai tukar dan harga minyak,” kata Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (24/4/2024).

Hal ini lah yang kemudian menambah kepusingan bagi industri TPT di Tanah Air. Ketika harga minyak bakal melambung sebagai efek konflik Israel dengan Iran.

“Kalau saat ini yang berpengaruh di nilai tukar karena pembayaran sebagian bahan baku impor kita kan pakai USD. Meski industri hulunya masih bisa jual pake USD ke lokal, ini akan menjadi beban di hilirnya,” ujar Redma.

“Kalau berkelanjutan, minyak lebih mengkhawatirkan karena dampaknya langsung ke bahan baku,” imbuh dia.

Padahal kondisi pabrik TPT di dalam negeri tengah megap-megap.

“Dengan utilisasi yang sudah di bawah 50%, kita harus tetap jalan atau pilihannya matikan mesin,” cetusnya.

“Kalau saat ini belum terasa karena kita pakai harga kontrak. Kalau berkelanjutan kontrak bulan depan sudah akan pakai harga baru,” sebut Redma.

Ini berarti, gelombang PHK masih mengintai industri TPT nasional.

Redma pernah memproyeksikan, setidaknya sudah ada 1 juta orang pekerja yang jadi korban PHK di industri TPT nasional. Penyebabnya, utilisasi yang terus tertekan bahkan sampai ke bawah 50%.

Kondisi ini dilaporkan masih berlanjut hingga saat ini. Redma mengatakan, tren PHK di pabrik TPT dan terkait, seperti industri alas kaki yang notabene juga menggunakan tekstil, masih berlangsung. Apalagi, ekonomi AS belum menunjukkan perbaikan signifikan.

Gelombang PHK di pabrik TPT nasional dilaporkan terus berlanjut sejak tahun 2022 lalu. Penyebabnya, mulai dari serbuan produk impor yang menggerus pasar domestik, efek domino Pandemi Covid-19, anjloknya ekspor akibat pelemahan ekonomi negara-negara tujuan utama ekspor, dampak perang Rusia-Ukraina, dan di saat bersamaan ada lonjakan biaya-biaya menyebabkan pabrik tak lagi efisien.

sumber

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *