Hajinews.co.id — Setelah Mahkamah Konstitusi menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih, gelombang kontroversi pun tidak terhindarkan.
Selain itu juga memunculkan pertanyaan kritis dari pengamat politik Rocky Gerung tentang dinasti politik dan legitimasi pemerintahan terkait penetapan Prabowo-Gibran.
Menurut Rocky Gerung gelombang protes terutama berasal dari Megawati Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang meminta penundaan penetapan pasangan tersebut.
Penetapan Prabowo-Gibran tersebut menandai langkah besar dalam sejarah politik Indonesia.
Alasannya, PDIP sedang mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait hasil pemilu.
Keputusan Mahkamah Konstitusi menolak gugatan 01 dan 03 telah menambah kompleksitas politik dalam negeri.
Dikutip dari akun youtube pribadinya, Rocky Gerung menjelaskan “Tetap terlihat tidak ada yang lugas, tidak ada yang sempurna, sudah selesai itu memang akan ada penetapan hasil pemilu yang ditetapkan hasil Pemilu yaitu Prabowo dan Gibran.”
“Tetapi masalah di belakang itu tidak akan ditetapkan, kan yang orang protes jurdil apa tidak hasil pemilu itu oke hasilnya ada tetapi prosesnya tidak jurdil,” tambahnya.
Ketua PDIP Megawati Soekarnoputri juga memainkan peran kunci dalam dinamika politik terkini.
Rocky Gerung mengatakan “Megawati dengan cerdik memanfaatkan momentum demi momentum untuk mempersoalkan legitimasi Pemilu tuh pergi ke PTUN.”
“Artinya menimbulkan kembali atau mengingatkan kembali ketidak jujuran maka proses politik dinamika di masyarakat juga akan bergejola lagi,” tambahnya.
Dengan memanfaatkan momentum perselisihan politik, Megawati mencoba untuk mempertanyakan legitimasi hasil pemilu melalui jalur hukum.
Langkah ini menyoroti ketegangan antara partai-partai politik utama di Indonesia.
“Justru setelah perayaan Prabowo menang yang gembira PDIP karena PDIP ada mainan terus,” ucapnya.
Kontroversi penetapan Prabowo-Gibran juga menyoroti ketidakstabilan politik di masa depan.
“Jadi ini yang kita sebut sebagai kecerdikan PDIP membaca bahwa dukungan publik terhadap hasil pemilih itu sangat lemah,” tegasnya.
Meskipun penetapan telah dilakukan, proses politik di Indonesia masih jauh dari selesai.
Pertarungan untuk legitimasi pemerintahan dan dinamika kekuasaan politik akan terus berlangsung, memberikan tantangan besar bagi stabilitas politik dan keamanan nasional.
“Jadi rusak semua sistem ini karena kematangan seseorang yang memang belum waktunya,” tutupnya.