Prabowo Subianto dan Diktatorship Kerakyatan

Prabowo Subianto dan Diktatorship Kerakyatan
Prabowo Subianto
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Pidato politik Prabowo selanjutnya, di PAN kemarin, yang penting adalah dia akan membuat seluruh rakyat bebas dari kemiskinan dan kelaparan dalam 3-4 tahun. Menurutnya, dengan kepemimpinan yang kuat dia akan mengendalikan semua kekayaan alam dan isinya untuk mensejahterakan rakyat. Ini artinya sebuah politik kerakyatan. Sebuah pekerjaan kembali pada Pancasila dan pasal 33 UUD 1945, di mana seluruh bentuk perekonomian bersifat usaha bersama untuk kemakmuran bersama.

Orientasi politik kerakyatan Prabowo mensejahterakan rakyat membuat Prabowo seperti Erdogan di Turki dan Anwar Ibrahim di Malaysia. Seorang Diktator kerakyatan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Filsuf agung Plato, dalam pikirannya tentang pemerintahan juga kurang percaya pada demokrasi. Menurutnya kepemimpinan harus bersandar pada individu yang kuat, yang baik hati. Meskipun Plato merujuk pada istilah filosof yang agung. Filosof agung adalah sosok cerdas, kuat dan yang cinta rakyat.

Kematian Demokrasi

Setelah 26 tahun paska Suharto, kita melihat demokrasi babak belur di Indonesia. Menurut berbagai kalangan yang terafiliasi dengan Prabowo, seperti Babe Haikal Hasan dan Dr. Margarito Kamis, dalam sebuah acara di INewsTV, beberapa waktu lalu, secara terbuka mengatakan Prabowo akan kembali ke UUD 45 asli, di mana model demokrasi liberal yang sedang berlangsung saat ini (paska amandemen UUD ’45) tidak bermoral.

Model kepemimpinan ala UUD ’45 asli memang menghasilkan kepemimpinan yang kuat dan pembangunan akan terarah. Persoalannya apakah bangsa kita ingin kembali lagi ke era Sukarno dan Suharto?

Pernyataan Prabowo tentang “ikut saya atau nonton di pinggiran” kemarin merupakan penegasan bahwa oposisi dan demokrasi akan ditinggalkan. Namun, tantangan terbesar adalah 1) kesadaran politik kelas menengah kita, baik kalangan kampus maupun profesional, telah terbiasa dengan dialog, bukan monolog. 2) Pilkada serentak bulan November dapat mendelegitimasi konsolidasi Prabowo, jika di provinsi-provinsi besar, kandidat gubernur dukungan Prabowo kalah. 3) Jika parpol ideologis seperti PDIP dan PKS secara terbuka menolak kembali pada model kepemimpinan tanpa demokrasi.

Situasi ini masih akan kita lihat beberapa bulan ke depan. Belum lagi penggembosan “kebaikan hati” atau istilah Rocky Gerung “Ketulusan Hati”  Prabowo itu dilakukan oleh gerombolan “toxic”, yang ada di kelompoknya kini. Apa yang akan terjadi? Pastinya rakyat akan membenci Prabowo jika janji kesejahteraan cuma tinggal janji.

Penutup

Sebagaimana tesis saya di Bravos Radio Channel YOUTUBE bahwa Prabowo adalah diktator yang baik hati, mulai terlihat. Kemarin kediktatoran itu mulai berkumandang dengan pidato di PAN bahwa Prabowo ingin tidak ada oposisi: ikut saya atau kalian cuma penonton. Namun, dalam pidato itu prabowo menambahkan bahwa dirinya ingin konsolidasi total selama 3-4 tahun menghapuskan kemiskinan di Indonesia.

Persoalannya apakah kita siap menghadapi kediktatoran meskipun tujuannya kesejahteraan rakyat? Apalagi sudah 26 tahun kita terbiasa dengan iklim demokrasi, meskipun sebagiannya demokrasi semu.

Waktu akan terus berjalan. Tinggal rakyat memilih nantinya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *