Kepala BPK: Kasus Jiwasraya Skala Sangat Besar dan Berisiko Sistemik

Konferensi pers BPK kasus Jiwasraya di Jakarta, Rabu (8/1/2020). (Foto: Detik)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman menyatakan kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) merupakan skala besar dan berisiko sistemik. BPK akan mengambil kebijakan yang berhati-hati mengingat besarnya kasus tersebut.

Agung menyebut besarnya kasus ini dengan skala gigantic alias sangat besar. “Saya ingin menyampaikan, kondisi sekarang kita adalah situasi yang mengharuskan kita untuk memiliki pilihan kebijakan yang hati-hati. Di mana kasus ini cukup besar, skalanya bahkan saya katakan gigantic, sehingga memiliki risiko sistemik,” kata Agung dalam konferensi pers di kantornya di Jakarta, Rabu (8/1/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Saat ini, ujar Agung,  aparat penegak hukum sedang menginvestigasi siapa-siapa saja pihak yang bertanggung jawab terhadap perkara Jiwasraya. “Oleh karena itu kami ambil kebijakan, masalah yang terjadi PT Jiwasraya akan kami ungkap. Mereka yang bertanggung jawab akan kita identifikasi,” tegas dia.

“Yang betul-betul bersalah melakukan perbuatan pidana atau niat jahat dilakukan aparat penegakan hukum biar lah diproses penegakan hukum. Dan itu sedang dilakukan,” lanjut Agung.

Agung meneruskan, BPK saat ini juga sedang menghitung potensi kerugian negara dari kasus Jiwasraya. Perhitungan itu diperkirakan akan memakan waktu 2 bulan. “BPK simpulkan terjadi penyimpangan dari perkumpulan dana atau penempatan investasi dalam bentuk saham dan reksa dana pada kerugian negara. Baru dapat ditentukan setelah BPK investigasi kerugian negara, ini butuh waktu. Dan selesai dalam waktu sekitar 2 bulan,” papar Agung.

Lebih jauh Agung mengungkapkan, pihaknya tak ingin persoalan Jiwasraya membesar layaknya kasus Bank Century. Sebab, ambruknya keuangan Jiwasraya dinilai akan berdampak sistemik.

“Dia (Jiwasraya) kan besar sekali. Jangan diukur hanya berdasarkan nilai aset. Kalau dilihat sekarang itu yang muncul nilai buku,” ujar Agung.

Agung mengingatkan kasus penyelewengan aliran dana Bank Century pada 2008 silam awalnya terungkap Rp 678 miliar tetapi akhirnya berkembang hingga diduga merugikan negara Rp 6,7 triliun.

“Kami ingin cegah jangan sampai masalah menjadi besar. Kami ingin memberikan keyakinan agar yang datang ke Indonesia untuk berinvestasi dapat perlindungan dan kepastian hukum,” terang Agung.

Selanjutnya Agung menyebut Jiwasraya sudah rugi sejak 2006. Pada tahun itu Jiwasraya memanipulasi laporan keuangan dari rugi menjadi untung. “Meski 2006 masih laba, tapi itu laba semu akibat rekayasa akuntansi di mana sebenarnya perusahaan rugi,” kata Agung.

Kemudian di 2017, kata Agung, diketahui Jiwasraya membukukan laba Rp 360,6 miliar. Namun kala itu perseroan memperoleh opini tidak wajar akibat ada kekurangan pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun. “Jika dilakukan sesuai ketentuan maka perusahaan dinyatakan rugi,” tegas dia.

Kemudian di 2018, lanjut Agung, Jiwasraya juga membukukan kerugian Rp 15,3 triliun. Hingga September diperkirakan rugi Rp 13,7 triliun. Hingga November 2019, AJs (Asuransi Jiwasraya) mengalami negatif equity Rp 27,2 triliun.

“Kerugian itu disebabkan karena AJs menjual produk saving plan dengan cost of fund yang tinggi di atas bunga deposito yang dilakukan secara massif sejak 2015,” ujarnya. “Dana dari saving plan tersebut diinvestasikan ke produk saham dan reksa dana yang berkualitas rendah yang. Hingga berujung gagal bayar,” sambung dia.

Agung menambahkan, Jiwasraya telah menempatkan dana investasinya di saham-saham berkualitas rendah. “Dana investasi diinstrumenkan ke saham dan reksa dana yang kualitas rendah yang berujung gagal bayar,” ungkap Agung.

Dia menyebut, kerugian yang dialami Jiwasraya akibat penempatan investasi di saham-saham berkualitas rendah tersebut mencapai Rp 6,64 triliun.

Selain menyoroti saham-saham yang dipilih sebagai instrumen investasi, BPK juga menyoroti proses penempatan dana investasi tersebut. Dalam temuan BPK, ada indikasi ‘kongkalikong’ antara manajemen Jiwasraya dengan pihak-pihak yang terkait dengan saham-saham yang dijadikan instrumen investasi tersebut.

“Ada pembelian saham yang tidak valid dan objektif. Kemudian jual beli dilakukan dengan pihak-pihak tertentu untuk mendapat harga yang ditentukan. Investasi saham yang tidak likuid. Pihak yang diajak transaksi saham adalah grup yang sama,” jelas Agung. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *