BULAN KEJUJURAN

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Fauzul Iman

Rektor UIN SMH Banten

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

 

Tidak seperti ibadah-ibadah yang lain. Ibadah puasa memiliki perbedaan sangat spesifik dikaitkan pada pribadi yang melakukannya. Dalam ibadah salat pelakunya bisa menunjukkan bahwa benar-benar telah melakukannya yaitu dengan mendramatisir gerakan-gerakan salatnya di mata publik. Dalam ibadah haji seseorang bisa menunjukkan simbol atau identitas hajinya dengan pakaian serban yang dikenakannya.

Di zaman sekarang ini, sarana yang paling mudah mempertontontkan pengakuan bahwa yang bersangkutan benar benar telah menunaikan ibadah haji adalah selfi poto di hadapan Kabah melalui sarana medsos. Ibadah zakat justru paling mudah dipertontonkan oleh pelakunya yang kaya raya di kalayak ramai dengan cara mengundang kamerawan televisi.

Dalam ibadah puasa tidak demikian halnya, bagi pelaku ibadah puasa sangat sukar mendramatsir di mata publik bahwa dirinya benar- benar melakukan ibadah puasa. Seseorang bisa saja mengakui di depan kawan-kawannya sedang beribadah puasa dengan cara tidak makan dan minum seharian. Tapi orang tidak pernah tahu bahwa yang bersangkutan dengan alasan BAB pura-pura masuk ke toilet lalu minum dan makan roti.

Di siinilah keunikan ibadah puasa di bandingkan dengan ibadah lainnya. Ibadah puasa bersifat sangat privasi. Hanya Tuhan yang tahu dan mengawasi apakah seseorang itu benar melakukan puasa atau tidak. Tegasnya pribadi yang berpuasa merasakan benar-benar kehadiran Tuhan dalam dirinya. Ia merasa selalu dikontrol oleh Tuhan sehingga terbangunlah kekuatan iman yang kokoh. Iman yang dapat melahirkan kejujuran dan integritas pribadi.

Pribadi yang merasakan kehadiran Tuhan dalam ibadah puasa bukan saja ia takut puasanya sia-sia atau dibatalkan, melainkan ia takut menadapatkn azab Tuhan di hari kelak manakala dalam ibadah puasanya bersikap pura-pura . Misalnya depan publik ia pura- pura mengakui puasa. Di balik yang terlihat publik ia melakukan cela dan berbuat onar yang merugikan masyarakat banyak.

Di era kehidupan moderen yang makin fragmatis dan matrialistik ini dibutuhkan pribadi yang benar-benar merasakan kehadiran Tuhan. Dengan kata lain adalah pribadi yang senantiasa hidup dan tegak di atas moralitas Tuhan.

Bukan pribadi yang hidup dengan menggunakan ukuran materi dan simbol kemewahan sehingga dalam bergaul ia hanya mengharagai dan menjunjung tinggi orang-orang yang berduit dan bergelimang dengan kemewahan. Sementara yang tak berdaya dikesampingkn bagai sampah tak berarti.

Pribadi pragmatis hanya berkenan turun di tengah masyarakat mendekati kaum tak berdaya demi pencitraan dan penuh kepalsuan dengan membag-bagi sesuatu selagi ada kepentingan dan sekedar menyaksikan kegembiraan masyarakat sekejap.

Usai kepentingannya berakhir ia meninggalkan begitu saja masyarakatnya dalam keadaan tetap tak berdaya. Pribadi yang tak bertuhan/fragmatis ini sangat berbahaya karena dalam bertindak selalu menafikkan kejujuran dan cendrung menghancurkan martabat dan bahkan nyawa kemanusiaan.

Di bulan- bulan puasa Ramadhan ini berkat amalan ritualitasnya yang panjang, tentunya umat Islam telah merasakan kehadiran Tuhan dalam batinnya tumbuh makin kuat. “Puasa, kata Nabi SAW, “dalam hadis qudsinya dinyatakan adalah untuk-Ku dan Aku akan membalasnya” Artinya ibadah puasa itu hanya untuk Tuhan bukan untuk yang lain demi kepalsuan melainkan untuk menghadirkan Tuhan dalam batinnya demi kejujuran sehinnga Tuhan akan memberikan balasan pahala.

Di bulan-bulan ramadhan saatnya kita semua menebarkan sifat kejujuran.   Sudah lelah rasanya bangsa Indonesia menelan sejarah kepahitan dari bayak pemimpinnya yang tidak menampilkan kejujuran sehinga berkali- kali negara di ambang kehancuran. Kejujuran, kata Francis Fukuyama dalam bukunya Identity the Demand for dignity and the Politics of Resentment adalah barang langka dan tak sanggup orang membelinya walau dengan harga mahal.

Sindiran keras Fukuyama ini boleh jadi benar tapi bagi bangsa sudah lama bersahabat dengan Tuhan di bulan ramadhan sejatinya tidak sulit bagi bangsa Indonesia untuk menampilkan karakter kejujuran dalam setiap lini kehidupan.

Dalam menghadapi situasi covid 19 yang sangat berat dan mengancam kemaslahatan bangsa, saatnya para komponen bangsa tegak dengan karakter kejujuran. Tunjukkan informsi yang terbuka mengenai konstelasi covid di tengah-tengah masyarakat dengan tulus bukan dengan kepura-puraan demi pencitraan.

Tidak boleh lagi dijumpai komponen elit baik para pimpinan , politisi dan kelompok tertentu memberikan bantuan ke masyarakat yang terdampak covid mengandung tendensi dan simbol politik yang memancing emosi kemarahan masyarakat.

Munculnya viral di medsos yang menggambarkan kemarahan dan cacian terhadap para pimpinan pusat dari sejumlah kepala desa dan beberapa bupati di daerah, merupakan bukti masih adanya ketidakadilan data bantuan yang bertendensi politik dan ketidakjelasan kebijakan aturan yang dibuat pemerintah pusat.

Sejarah dan preseden buruk di atas, hendaknya tidak berulang lagi dalam situasi ambang kehancuran bangsa yang lebih fatal lagi. Oleh karena itu, dalam upaya mengatasi carut-marutnya penanganan virus pandemik, tak ada cara lain dibutuhkan pribadi miniger/pimpinan berkarakter jujur, cerdas dan terbuka yang lahir dari bulan ramadhan sehingga bencana pandemic covid 19 yang kerap membakar emosi segera padam ditelan bumi pertiwi. Semoga !

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *