Faisal Basri: Corona Ungkap Parahnya Disiplin Fiskal Pemerintah

Faisal Basri. (Ist)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Faisal Basri menilai krisis wabahi virus Corona (Covid-19) menunjukkan parahnya disiplin fiskal yang dilakukan pemerintah selama ini.

Faisal Basri mengatakan krisis pandemi Covid-19 telah membuka kesalahan dan kekurangan pemerintah dalam mengelola alokasi anggaran, khususnya untuk kebutuhan pemulihan ekonomi nasional (PEN). “Berbagai program yang diterapkan pemerintah justru menunjukkan parahnya disiplin fiskal. Salah satunya ke BUMN,” ujar Faisal di Jakarta, Rabu (10/6/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menurut ekonom Universitas Indonesia ini, ada atau tidak adanya Corona, pemerintah harus membayar utang kepada perusahaan negara. Sebab, pemerintah memiliki utang dalam jumlah besar kepada BUMN yang tak pernah disetorkan selama bertahun-tahun.

“Sebetulnya ini tidak ada hubungannya dengan Covid. Ada atau tidak ada Covid, utang negara kepada para pihak yang semuanya BUMN itu tidak dibayar tepat waktu,” katanya.

Lantas Faisal memberi contoh pemerintah memiliki utang ke PLN dan Pertamina, bahkan sebelum wabah Corona menjangkiti Indonesia. “Saya dapat informasi dari pimpinan PLN, utang pemerintah berjumlah Rp 73 triliun hingga akhir tahun ini. Utang ke Pertamina sekitar separuhnya,” ungkapnya.

Lebih lanjut Faisal mengatakan utang tersebut bertambah seiring banyaknya proyek-proyek yang ditugaskan pemerintah ke perusahaan negara. Dia mencontohkan beberapa proyek penugasan ke Pertamina antara lain, BBM subsidi, BBM tertentu yang harganya ditetapkan pemerintah, dan BBM satu harga.

Dia mengamati niat pemerintah menerapkan proyek tersebut membuat Pertamina menderita kerugian. Namun, utang tersebut tak pernah dibayar sehingga menciptakan ketidakdisiplinan dalam mengelola fiskal.

Faisal menambahkan keterlambatan tersebut menimbulkan masalah likuiditas untuk perusahaan pelat merah. “Covid-19 ini seperti keranjang sampah untuk menghilangkan jejak ketidakdisplinan fiskal pemerintah. Stimulus fiskal yang dikaitkan dengan recovery sangat sedikit, efektivitas paling 50 persen,” tegas Faisal.

Adapun peneliti Indef Abra Tallatov menyebutkan ada tiga jenis dana yang tercantum dalam usulan stimulus PEN yang diajukan pemerintah kepada BUMN, yakni pencairan utang pemerintah sebesar Rp 108,4 triliun, PMN Rp 15,5 triliun, dan dana talangan Rp 19,6 triliun.

Abra menilai bahwa selain soal pembayaran utang, rencana pemberian PMN ke beberapa BUMN dalam situasi krisis tidak diimbangi dengan verifikasi kinerja keuangan beberapa perusahaan negara.

Pasalya, ada tujuh BUMN penerima PMN yang justru merugi, misalnya PT Krakatau Steel, PT PAL, Perum Bulog, PT Sang Hyang dang PT Pertani, PT Dirgantara Indonesia, serta PT Dok Kodja Bahari. “Pemerintah harus memastikan beberapa hal sebelum memberikan PMN kepada BUMN, apalagi saat ini keuangan pemerintah ketat di tengah krisis,” tegas dia. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *