Tafsir Al-Quran Surat Ash-Shaffat 133-138

KH Prof Dr Didin Hafidhuddin
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Tafsir Al-Quran Surat Ash-Shaffat 133-138

Ahad, 14 Juni 2020

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Oleh : KH Prof Dr Didin Hafidhuddin

Disarikan oleh : Bustanul Arifin

1. Alhamdulillahi rabbbil alamin. Kita lanjutkan ta’lim kita ini, membahas Tafsir Al-Quran Surat Ash-Shaffat 133-138. Terjemahannya adalah sebagai berikut: “Dan sungguh, Luth benar-benar termasuk salah seorang rasul; (Ingatlah) ketika Kami telah menyelamatkan dia dan pengikutnya semua; kecuali seorang perempuan tua (istrinya) bersama-sama orang yang tinggal (di kota).‏ Kemudian Kami binasakan orang-orang yang lain. Dan sesungguhnya kamu (penduduk Mekah) benar-benar akan melalui (bekas-bekas) mereka pada waktu pagi, dan pada waktu malam. Maka mengapa kamu tidak mengerti?”

2. Ada beberapa pelajaran berharga tentang kisah Nabi Luth AS, sebagaimana dijelaskan pada ayat-ayat di atas dan dalam ayat-ayat lain di dalam Al-Quran. Ajaran islam yang dibawa oleh Nabi dan Rasul Allah sejak yang pertama, sampai yang terakhir Nabi Muhammad SAW, mengajarkan yang ketauhidan. Sebagai salah satu Rasul Allah, Nabi Luth membawa ajaran islam yang mulia, yang setidaknya memilki dua sifat penting: Pertama, ajaran islam bersifat ilahiyah, karena bersumber langsung dari Allah SWT. Kedua, ajaran islam bersifat insaniyah, karena sejalan dengan fitrah manusia. Islam benar-benar merupakan agama yang memuliakan manusia, sebagaimana ditunjukkan juga dalam Al-Quran Surat Ar Rum 30: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Kesesuaian ajaran islam dengan kebutuhan dan kefitrahan manusia tidak dapat diragukan lagi. Ada dua kata fitrah di sini. Agama Allah yang telah diberikan atau diajarkan kepada manusia sesuai dengan fitrahnya. Tidak ada perubahan penggantian pada ciptaan Allah, karena sejalan dengan fitrah manusia. Tapi, banyak manusia yang tidak mengetahui tentang kefitrahan ajaran Allah itu dengan kefitrahan manusia.

3. Salah satu fitrah manusia adalah saling sayang dan saling senang-menyenangi dengan lawan jenis. Laki-laki senang kepada perempuan. Perempuan senang kepada laki-laki. Perhatikan Al-Quran Surat Ali Imran Ayat 14. “Telah dihiasai dengan keindahan dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang banyak dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik”. Fitrah manusia adalah kecintaan kepada anak, kecintaan kepada harta yang banyak, dll. Kalau terjadi penyimpangan terhadap naluriah atau fitrah manusia ini maka pasti akan tejadi kehancuran, akan terjadi kerusakana. Tidak akan terjadi ketenangan, melainkan hanya keresahan. Fitrah manusia adalah laki-laki menyenangi perempuan. Kemudian, pintu syariat dibuka, yang sangat agung dan sangat mulia. Itulah perkawinan, untuk melahirkan keturunan yang baik, yang jelas orang-tuanya. Rasulullah SAW memerintahkan untuk mempermudah pernikahan. Jika seseorang telah memenuhi syarat, maka permudah pernihakan. Jika manusia mencari selain agama dan akhlaq, maka terjadi kerusakanan dan kekacauan, akan terjadi fitnah (cobaan) yang besar. Baca lagi Surat An-Nisa’ ayat 1. “ Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu”. Itulah naluriah dan fitrah manusia, yang dibingkai secara indah oleh agama islam, dalam suatu tempat yang amat indah.

4. Penyelewengan fitrah manusia ini yang terjadi pada kaum Nabi Luth AS. Kaum Luth AS itu, laki-laki menyenangi laki-laki, benar-benar tidak sesuai dengan fitrah manusia. Sekarang pun berkembang kecenderungan penyelewengan-penyelewengan seperti ini, di luar fitrah manusia. Manusia merosot nilainya, menurun akhlaq-nya, terjadi dehumanisasi, degradasi nilai dan akhlaq, karena telah bertentangan dengan fitrah manusia, bahkan telah menyamai makhluk lain. Perhatikan penjelasan lain dalam Al-Quran, Suat Al A’raf Ayat 80-84. “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini); Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki, bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas; Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, ‘Usirlah mereka (Luth dan pengikutnya) dari negerimu ini, mereka adalah orang yang menganggap dirinya suci’; Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikutnya, kecuali istrinya. Dia (istrinya) termasuk orang-orang yang tertinggal; Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu). Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang berbuat dosa itu” . Mereka itulah kelompok yang melampaui batas, mengada-ada, tidak menggunakan logika. Sekarang hal tersebut berulang kembali, penyelewengan dari fitrah manusia, karena telah muncul fenomena LGBT (lesbian, gay, bisexual, transgender). Kelakuan manusia seperti ini kini berulang lagi pada masa modern sekarang ini. Jika hal ini dibiarkan, maka akan ada adzab Allah sehubungan dengan hal ini. Kaum gay dan homoseksual semakin banyak. Hal ini seakan ada sebuah gerakan yang mendorongnya, untuk menghancurkan nilai-nilai keluarga yang dibangun melalui kelembagaan pernikahan. Tempat pesemaian nilai-nilai kehidupan yang indah dalam keluarga. Fenomena penyimpangan ini justeru merusak nilai-nilai kemanusiaan. Manusia bahkan direndahkan derajatnya. Terjadi dehumanisasi. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran Surat At-Tin: Tsumma radadnahu asfala safilin; illal ladzina amanu wa ‘amilush shalihati, falahum ajrun ghayru mamnun. Kemudian Kami turunkan derajatnya sampai serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan melaksanakan amal shalih, maka bagi mereka pahala yang tidak pernah terputus.

5. Jika kita jujur menarik pelajaran dari fenomena ini, maka islam itu adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Mengapa ada yang membenci islam? Benci kepada ajaran islam? Benci kepada umat islam? Mungkin karena mereka belum paham atau sengaja tidak mau paham, atau pura-pura tidak paham. Ada grand design di belakangnya yang sangat besar. Kita wajib terus-menerus menguatkan nilai-nilai keagamaan ini dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam keluarga, di dalam masyarakat, di dalam institusi kita atau di dalam lembaga yang kita miliki. Kita harus terus perkuat semangat keagamaan. Ini yang akan menyelamatkan kehidupan kita. Tapi, begitu manusia lepas dari ajaran agama, dan manusia dikendalikan syahwatnya, maka akan terjadi dehumanisasi. Terjadi penurunan nilai-nilai kemanusiaan. Jika manusia sudah tidak beragama, maka mereka akan cenderung menghalalkan segala cara, untuk melampiaskan hawa nafsunya. Akan terjadi seperti itu, jika manusia sudah tidak beragama dan anti Tuhan. Kaum Nabi Luth AS adalah contoh manusia-manusia yang tidak beragama, benci terhadap ajaran islam, benci ajaran Tuhan. Bahkan mereka mengusir Nabi Luth AS dan pengikutnya dari kampungnya, karena dinilai sok suci, walaupun Allah akhirnya menyelamatkan Nabi Luth AS dan pengikutnya.

6. Kita tidak boleh berhenti atau berputus asa dalam berdakwah dengan hikmah, dengan cara yang baik. Kalau pun terjadi diskusi, mujadalah, lakukan dengan cara yang baik. Kita perlihatkan akhlaq dan contoh yang baik, teladan yang baik. Perlihatkanlah bahwa Islam itu agama yang indah. Semua aturan-aturannya komplit, dalam hal apa pun, dalam rumah tangga. Demikian pula dalam bidang pendidikan. Contoh pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, yang menghasilkan generasi unggul, generasi yang indah, generasi yang penuh kasih sayang. Generasi itu juga sekaligus tegas pada penegakan keadilan dan kejujuran. Islam itu mengajarkan untuk menghasilkan ummat yang maju, yang bermutu dalam segala hal, kualitas aqidahnya, kualitas keyakinannya, kualitas pengetahuannya, kualitas sains dan teknologinya. Puncaknya tetap sama, yaitu melakukan pengabdian kepada Allah SWT, bukan pada pemenuhan hawa nafsu. Maka diaturlah dalam konteks muamalah, dalam konteks mencari nafkah dan sebagainya. Dua hal yang diajarkan agama kita tentang harta, misalnya adalah: bagaimana mendapatkan harta dan bagaimana memanfaatkan harta tersebut dengan sebaik-baiknya. Betapa perbuatan-perbuatan manusia kalau tidak dilandasi ajaran agama, maka akan terjadi kerusakan dan kedzaliman yang luar biasa. Islam adalah agama yang indah, agama yang membawa kedamaian. Sekali lagi, agama islam yang dibawa Nabil Luth AS mengajarkan ketauhidan kepada Allah SWT. Walaupun memperoleh tantangan dan cobaan dari kaumnya sendiri, yang menyimpang kehidupannya dari fitrah kemanusiaan, bahkan berani mengusir Nabi Luth dari kampungnya, maka Allah SWT akhirnya memberikan pertolongan kepada Nabi Luth AS dan pengikutinya. Jadi, yang mengundang rahmah dan pertolongan Allah SWT adalah derajat dan kualitas keimanan kita, aqidah kita, ketundukan kita kepada perintah-perintah Allah SWT.

7. Demikianlah orang-orang yang mendapatkan kemenangan (Al-Falah), sebagaimana dijelaskan dalam Quran Surat An-Nur Ayat: 51-52, yang artinya. “Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”; Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”. Kalau diajak ke dalam ajaran islam, mereka mengatakan sami’na wa atha’na. Itulah orang yang mendapatkan keberuntungan (al-falah), kemenangan, kesuksesan, kebahagiaan. Orang-orang ini juga senantiasa taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan betaqwa kepada-Nya, mereka inilah orang-orang yang memperoleh kemenangan (al-faiz). Di sini ada dua kata yang mirip: Al-Muflihun dan Al-Faizun, orang-orang yang muflih (menang, beruntug) dan orang-orang yang faiz (sukses, bahagia). Konteksnya dalam ayat ini bahwa kemenangan dan kebahagiaan itu perlu diperjuangkan dengan kerja keras, dengan sungguh-sungguh. Kalau ada tantangan dan masalah, pecahkan hal-hal tersebut. Tidak akan ada kemenangan dan kebahagiaan tanpa diperoleh dengan perjuangan. Orang islam tidak boleh diam, tidak boleh hanya jadi penonton. Kemenangan itu hanya diperoleh dengan pergerakan, dengan perjuangan. Ada ungkapan dalam Bahasa Arab, “Albarakatu fil harakatih” Keberkahan itu didapatkan dari pergerakannya. Jangan diam, jangan malas, jangan pasif, tapi harus dinamis, bergerak terus. Mencari rizki itu harus bergerak, harus dinamis. Bergerak dengan badan, bergerak dengan fikiran, dengan lisan, dengan tulisan. Rizki yang ada di langit dan bumi ini dipersembahkan, di sediakan atau dihinakan kepada ummat manusia. Berjalanlah, berusahalah, maka rezeki akan datang dari Allah. Di sini kalimatnya menggunakan kata “Waw”, bukan “Tsumma”, yang maksudnya akan langsung mendapatkan rizki dari Allah. Jadi, ajaran islam itu yang sesuai dengan keseharian kehidupan, syariat yang sejalan dengan fitrah manusia. Bukan sekadar urusan keluarga seperti tadi dijelaskan, tapi semua bidang kehidupan manusia, urusan pendidikan, politik, dan semuanya.

8. Sekali lagi, ayat-ayat dalam Surat Ash-Shaffat ini memberikan pelajaran berharga, pada orang-orang yang beriman, bahwa jika kita ingin diselamatkan kehidupan di dunia dan akhirat, maka ikutilah ajaran islam. Kita harus menundukkan hati kita dan pikiran kita dengan ketentuan kepatuhan dan ketundukan kepada Allah. Ketentuan-ketentuan tersebut ditetapkan dalam Al-Quran, dijelaskan dalam Sunnah Rasulullah SAW dan diuraikan oleh para ulama, melalui ijtihad yang dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan. Insya Allah kebahagiaan dan kesejahteraan yang menjadi tujuan dalam kehidupan kita akan didapatkan, dengan ketundukan dan kepatuhan kita kepada ketentuan dari Allah SWT. Kita harus yakin sepenuhnya akan hal ini, sebagaimana dalam Quran Surat An-Nur 51-52 di atas. Ajaran islam itu adalah yang ilahiyah dan insaniyah yang sesuai dengan fitrah manusia. Mudah-mudahan kita termasuk orang yang tunduk dan patuh kepada ajaran Allah SWT. Wallahu a’lam bish-shawab. Insya Allah kita berjumpa pada Hari Ahad yang akan datang.

Demikian catatan dari ta’lim tadi. Silakan ditambahi oleh para hadirin yang mendengarkan langsung dari Profesor Didin. Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika mengganggu. Salam. Bustanul Arifin

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *