Pelarian Pembobol BNI Rp 1,7 Triliun Berakhir

Maria Pauline Lumowa diekstradisi dari Serbia. Foto: dok Kemenkumham
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id -Anda masih ingat Maria Pauline Lumowa? Dia adalah salah satu tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru sebesar Rp 1,7 triliun lewat Letter of Credit (L/C) fiktif 17 tahun silam.

Hampir 17 tahun lamanya, Maria Pauline Lumowa menjadi buronan pemerintah Indonesia. Namun, licin bagaikan belut, wanita kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, 27 Juli 1958 silam itu selalu lolos dari kejaran petugas.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Namun, pekan ini menjadi akhir pelarian Maria. Dia berhasil dibawa pulang oleh Kementerian Hukum dan HAM lewat jalur ekstradisi dari Serbia. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengumumkan penangkapan buronan kakap itu, Kamis (9/7) ini.

Sejatinya, keberadaan Maria di Belanda telah diendus pemerintah RI sejak lama. Pada 2010 dan 2014 pemerintah sempat mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, namun ditolak. Belanda saat itu meminta agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.

Selama 17 tahun menjadi buronan, Maria telah singgah ke berbagai negara. Uniknya, dia telah tercatat sebagai warga negara Belanda sejak 1979 silam.

Kasus kejahatan  yang dilakukan Maria ini sempat membuat heboh publik pada tahun 2003 silam. Berawal saat Bank BNI Cabang Kebayoran Baru pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003 mengucurkan pinjaman senilai  USD 136 juta dan 56 juta Euro kepada PT Gramarindo Group.

Perusahaan ini tercatat milik Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu. Nilai pinjaman tersebut sangat fantastis, yaitu setara Rp 1,7 triliun berdasarkan kurs saat itu.

Aksi PT Gramarindo Group mencairkan L/C ini diduga mendapat bantuan dari ‘orang dalam’ karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.

Nah, Juni 2003, BNI baru sadar dan mengendus sesuatu yang tidak beres dalam transaksi keuangan PT Gramarindo Group. Mereka pun melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor seperti dokumen yang mereka terima.

Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah keburu kabur ke Singapura pada September 2003. Menghilangnya Maria ini persis sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.

Sejak saat itu, Maria hilang bagaiman ditelan bumi. Pada 2009 tim khusus Mabes Polri mendapati keberadaan Maria di Belanda. Maria juga sering bolak-balik Belanda-Singapura. Namun, upaya pemerintah menangkapnya gagal karena status Maria yang juga tercatat berkewarganegaraan Belanda.

Meski pemerintah Belanda menolak permintaan ekstradisi, namun perburuan terhadap Maria tak pernah berhenti. Babak baru perburuan terjadi ketika Maria ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, 16 Juli 2019 silam.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, penangkapan di Serbia dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003.

“Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham,” ujar Yasonna.

Beruntung, pemerintah Serbia kooperatif. Mereka mendukung permintaan ekstradisi dari Indonesia. Yasonna bilang hal ini karena hubungan baik kedua negara.

“Dengan selesainya proses ekstradisi ini, berarti berakhir pula perjalanan panjang 17 tahun upaya pengejaran terhadap buronan bernama Maria Pauline Lumowa,” kata Yasonna.

Delegasi Indonesia pimpinan Yasonna Laoly dijadwalkan tiba di Tanah Air bersama Maria Pauline Lumowa pada Kamis (9/7) ini. (wh)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *