Muslimah Penemu Cikal Bakal Peta Digital

penemu peta digital
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Muslimah Penemu Cikal Bakal Peta Digital

Setidaknya dua hari ini media sosial ramai dengan postingan tentang dihapusnya nama Palestine dari Google Maps dan Apple Maps. Mengulang kejadian serupa yang pernah ramai tahun 2016 lalu.

Benarkah? Apa yang sesungguhnya terjadi? “Perusahaan itu belum pernah mencantumkan nama Palestina ke wilayah yang seharusnya milik negara itu dalam peta.”

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Jadi tepatnya belum pernah dimasukkan. Bukan dihapus. Namun apapun, itu adalah upaya untuk meniadakan eksistensi Palestine sebagai sebuah negara berdaulat.

Sekalipun telah ramai di sosial media, tapi Google tak kunjung memberikan klarifikasinya. Hanya di websitenya tercantum keterangan, “Batas yang disengketakan ditampilkan sebagai garis abu-abu putus-putus. Tempat-tempat yang terlibat tidak menyetujui batas.”

Tak banyak yang mengetahui, kalau kemajuan teknologi peta digital yang sekarang sangat diandalkan manusia sebagai petunjuk arah atau yang dikenal dengan istilah GPS (Global Positioning System), termasuk yang digunakan oleh Google Maps dan Apple Maps sejatinya adalah warisan peradaban Islam untuk dunia.

Tak tanggung-tanggung, salah seorang yang mengembangkan teknologi ini adalah perempuan Muslimah. Namanya Mariam al-Astrolabiya al-Ijliya.

Nama tengahnya disematkan pada alat yang menjadi cikal bakal GPS modern: astrolabe.

Astrolabe merupakan instrumen global positioning yang menentukan posisi matahari dan planet-planet. Instrumen tersebut digunakan untuk keilmuan astronomi dan astrologi.

Astrolabe juga digunakan untuk mengetahui waktu dan sebagai navigasi dengan cara mencari lokasi berdasarkan lintang dan bujur. Bayangkan, teknologi itu sudah ditemukan oleh cendekiawan Muslimah di abad ke-10.

Cara kerjanya, pada astrolabe terdapat grafik dan bagian yang bergerak untuk memasukkan data ke dalam grafik tersebut.

Biasanya data yang dimasukkan adalah posisi matahari di siang hari atau bintang di malam hari. Cara mengukurnya dengan menggunakan semacam penggaris berputar (alidade) dan tanda busur derajat di bagian belakang astrolabe.

Mariam mengembangkan alat ini untuk memenuhi syariat ibadah. Yakni menentukan kiblat, waktu shalat, dan awal serta akhir Ramadhan. Seperti yang ditulis oleh Al Fihrist Ibnu al-Nadim dalam “Bibliografi”

Mariam mempelajari ilmu ini dari ayahnya yang mendapat gelar al-Ijliya al-Usturlabi. Nama al-Ijli diambil dari nama Bani Ijli. Salah satu suku yang merupakan bagian dari Bani Bakr.

Bagi saya, tak hanya kecerdasan Mariam yang mencengangkan. Karena ilmunya masih dimanfaatkan manusia modern hingga detik ini. Bahkan mungkin bagi generasi Millenial, tidak bisa membayangakan hidupnya tanpa bantuan GPS.

Namun, lebih hebatnya adalah Islam memberikan kesempatan pendidikan seluas-luasnya bagi perempuan pada masa itu. Diizinkan membuat eksperimen, lalu diakui hasilnya, dan disematkan namanya sebagai bentuk penghormatan.

Dan yang paling menakjubkan dari semua temuan teknologi dalam Islam adalah bolehnya dimanfaatkan seluas-luasnya untuk manusia dan kemanusiaan tanpa perlu membayar royalti atas properti intelektual itu.

Jadi, kalau sekarang ada yang menggunakan, bahkan mendapat keuntungan ekonomi, dari warisan peradaban Islam, namun digunakan untuk menyerang Islam, alangkah tak bermoralnya!

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *