Kampung Pecinan

Kampung Pecinan
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Kampung Pecinan

Oleh : Edhy Aruman

Saat SMA saya punya teman-teman dari etnis Tionghoa. Ada teman sekelas saya yang namanya Go Kian Ki. Dia sangat pintar terutama untuk pelajaran Fisika. Dulu orang tuanya berdagang sembako di daerah Karangturi (Jl. Usman Sadar). Meski pinter, Go yang kalau sekolah bersepeda ini tidak melanjutkan kuliah dan memilih menekuni bisnis keluarga ini dan sukses.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Teman lainnya adalah Lee Teng Kuan. Teng Kuan juga bersepeda bila ke sekolah. Dia anak pemilik toko mebel dan Studio Foto Star yang ada di pojok tikungan di Jl. Basuki Rachmad ke Jl. R. Santri. Saat itu, studio foto ini terkenal. Saingannya adalah Studio Foto Sinar yang di Jl. H. Samanhudi sebelah Toko 87, dekat dengan Kemuteran, kampung saya. Saya sendiri sering ke Star untuk cuci film — waktu itu masih hitam putih —  dan cetak foto. Kebetulan bapak saya punya kamera kuno tapi masih berfungsi. Kata Bapak, hasil cetakan studio Sinar cenderung hitam, sedangkan Star cenderung terang.

Teman lain yang sampai sekarang saya belum faham alasannya adalah Kasiati Pung. Dia keturunan Tionghoa tapi sekolah di SD Muhammadiyah. Kami dulu pas kelas 5 dan 6 satu kelas. Saya perhatikan kalau pelajaran Al Qur’an dan shalat dia ikut. Adiknya juga sekolah di SD Muhammadiyah. Sayang lulus SD kami tak sempat ketemu meski dia tetap tinggal di Jl. H Samanhudi dekat toko Asia.

Yang menarik adalah teman-teman dari kalangan Tionghoa ini selain pinter-pinter juga jago tenis meja. Mungkin karena di rumahnya ada meja pingpong. Teng Kuan misalnya, setiap hari selalu main pingpong. Teman lainnya yang jago pingpong tinggal di Toko Pasuruan, juga toko mebel di Jl. H Samanhudi. Keluarga ini — kalau tidak salah ada tiga bersaudara, dua laki dan satu perempuan — semuanya jago pingpong. Saya pernah diajak masuk ke rumah mereka dan saat lihat ada yang bermain pingpong. Mereka ini kerap mengikuti pertandingan agustusan di Kemuteran dan selalu juara. Yang saya ingat cuma yang perempuan namanya Lo Han.

Namun yang lebih menarik, tak ada teman-teman Tionghoa saya yang tinggal di daerah Pecinan (semacam China Town). Secara geografis letak kampung pecinan di Gresik menempati wilayah yang strategis yaitu dekat dengan pelabuhan Gresik yang menjadi pusat perdagangan internasional antar negara. Lokasi dari kompleks Pecinan di Gresik sendiri terdapat di sebelah Timur alun-alun Gresik. Hebatnya kampung itu bersebelahan dengan Kampung Arab. Baik kampung Arab maupun Pecinan secara administratif masuk Desa Pulopancikan.

Tak pernah terdengar kabar konflik horizontal antara warga Gresik dan Tionghoa atau pendatang lainnya. Tahun 1965 saat pergolakan politik melanda Indonesia, beberapa toko milik keluarga Tionghoa memang dirusak. Saya sendiri tak tahu apakah toko-toko itu dirusak oleh warga Gresik. Saya masih ingat di sebelah kiri Toko 87 ada orang Tionghoa yang membuka usaha bahan bangunan dan kebutuhan perahu seperti paku, tambang, lem dan sebagainya. Namanya Pek Ling. Toko ini juga tak luput dari pengrusakan. Namun setahun kemudian toko ini eksis lagi.

Saat tragedi 1998, tak ada kabar penjarahan di toko-toko Tionghoa di Gresik.  Warga Tionghoa dan warga Gresik hidup berdampingan. Mereka hidup berbaur dengan warga. Di Jl. Faqih Usman ada keluarga Tionghoa yang tinggal di sebelah mushallah Gang Pande. Mereka memang sering ngobrol di pinggir jalan depan rumah mereka yang kebetulan tak berteras. Namun pas masuk adzan Isya’ misalnya mereka masuk dan keluar lagi setelah shalat selesai.

Bangunan pada kampung Pecinan umumnya didominasi oleh bangunan ruko, 60% dari bagian bangunan tersebut digunakan sebagai tempat tinggal dan 40% digunakan sebagai sarana bisnis masyarakat Tionghoa. Bangunan Ruko di lingkungan Pecinan biasanya merupakan bangunan berlantai dua atau lebih dalam satu tempat. Lantai pertama pada Bangunan ruko biasanya difungsikan sebagai ruang toko dan pada lantai bagian atas digunakan sebagai tempat tinggal. Dulu ruko-ruko ini banyak dijumpai di Jl. Setiabudhi.

Keberadaan kampung Pecinan tak lepas dari peran Gresik sebagai bandar terkemuka di Indonesia. Banyak pedagang mancanegara yang singgah di Gresik bahkan menetap. Mereka menikah dengan sesame warga Tionghoa atau ada juga yang menikah dengan orang Gresik. Teman bapak saya yang juga tinggal di Setiabudhi – kalau gak salah namanya Suwarno – yang menikah dengan gadis Tionghoa yang juga teman kakak perempuan saya di SMP Negeri 1 Gresik. Keluarga yang tinggal pojok tikungan di Jl. KH Zuber dan Jl. Setiabudhi itu mirip mitra bisnis Bapak. Mereka mendirikan biro reklame  Ika  yang diambil dari nama anaknya. Selain membuat papan nama, Ika juga menerima orderan stempel. Nah, Ika lalu mensub-kan lagi ke bapak saya yang memang pengrajin stempel. Saya ingat, saat duduk di kelas tiga SD, Bapak saya membeli sepeda Imperial seharga Rp 12 dari keluarga ini.

Di Pecinan, tepatnya di Jl. Dr. Setiabudi Gang IV No. 56, terdapat klenteng Tri Dharma Kim Hin Kiong. Bangunan tempat ibadah ini merupakan satu-satunya klenteng yang berada di wilayah kota Gresik. Usianya diperkirakan sudah mencapai 370 tahunan dan masih terawat dengan baik. Namun, sehari-harinya klenteng ini sangat sepi, termasuk saat imlek. Ini karena umat Tridharma di Gresik jumlahnya sedikit dan banyak diantara mereka yang lebih memilih sembahyang di luar Gresik karena mungkin leluhurnya berasal dari luar Gresik.

Kabarnya, tahun lalu, di klenteng itu diadakan pertunjukan wayang Potehi, salah satu jenis wayang khas Tionghoa yang berasal dari Tiongkok bagian selatan. Wayang Potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kain. Sang dalang akan memasukkan tangan mereka ke dalam kain tersebut dan memainkannya layaknya wayang jenis lain. Kesenian ini sudah berumur sekitar 3.000 tahun dan berasal dari Tiongkok. Kesenian ini dibawa oleh perantau etnis Tionghoa ke berbagai wilayah Nusantara pada masa lampau dan telah menjadi salah satu jenis kesenian tradisional Indonesia.

Kini masyarakat Tionghoa yang tinggal di Gresik tidak lagi terpusat pada lingkungan kampung Pecinan yang letaknya berada di sebelah timur alun-alun Gresik. Kampung Pecinan juga terlihat sepi. Banyak warga Tionghoa yang pindah dari Pecinan. Saya tida mengetahui kemana mereka pindah. Yang pasti aktivitas perdagangan saat saya masih SMA ramai dilakukan di luar kampung Pecinan, salah satunya di sekitar Jl. Samanhudi dekat pasar Gresik. Karena itu, saat itu Jl. Samanhudi banyak dihuni oleh pedagang Tionghoa. Apakah itu terjadi sampai sekarang, nanti kalau pulang kampung saya akan

Sumber : Gresik Pedia

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *