Sego Karak

Sego Karak
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Sego Karak

Oleh : Edhy Aruman

Benarkah tidak ada masakan yang asli Indonesia? Di buku Authentic recipes from Indonesia: 79 Easy and Delicious Recipes from the Spice Islands, Heinz von Holzen dan Lother Arsana (Periplus Editions – HK – Ltd, 2006) menulis bahwa sebenarnya masakan Indonesia, terutama yang di pulau-pulau besar, itu banyak yang meminjam bahan-bahan dan gaya memasak dari berbagai sumber. Para chef Indonesia jaman dulu lalu mengadaptasikannya dengan selera Indonesia.
Selama berabad-abad pedagang Arab dan India membawa rempah-rempah mereka, memperkenalkan rempah dan cara masak yang membuat aroma sedap dari hidangan makanan dalam piring. Selama Abad Pertengahan, pedagang Arab itu menguasai perdagangan rempah-rempah di Eropa. Mereka membeli rempah-rempah dari pedagang India, sementara pedagang India di Indonesia memperkenalkan martabak telur.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Orang-orang Eropa seperti Spanyol dianggap bertanggung jawab dalam memperkenalkan cabai, yang mereka temukan di Dunia Baru dan dibawa ke pulau-pulau di Filipina. Cabai dibawa oleh saudagar-saudagar dari Persia ketika singgah di Aceh. Orang Spanyol juga memperkenalkan beberapa buah-buahan. Sementara itu Belanda – kata Holzen dan Arsana — meskipun lama mereka menjadi penguasa kolonial, selain pengenalan sayuran baru dan roti, Belanda tidak memiliki dampak yang sangat besar pada masakan lokal (Indonesia).
Sebuah frasa yang disebut rijsttafel “Indonesia” mungkin salah satu peninggalan kolonial. Tapi itu merupakan adaptasi dari kehidupan gaya Indonesia yang menyajikan nasi dengan beberapa lauk gurih dan bumbu. Rijsttafel merupakan konsep penyajian makanan lengkap sesuai tata cara perjamuan resmi ala Eropa.

Ritual ini diawali dengan makanan pembuka (appetizer), lalu makanan utama, dan diakhiri dengan makanan penutup. Dalam “ritual” makan malam atau makan siang itu dihidangkan 18-20 piring di ruang makan dengan gadis penyaji cantik dan berseragam. Pola ini yang memunculkan pendapat bahwa sebenarnya rijsttafel mengadopsi cara penyajian “hidang” (berbagai hidangan disajikan dalam piring-piring kecil) seperti yang sering dijumpai di rumah makan Nasi Padang, dari Sumatra Barat.

Dalam bahasa Belanda: rijst berasal dari bahasa Prancis kuno ris yang berarti beras atau nasi. Sedangkan tafel dalam bahasa Belanda – yang berasal dari Latin tabula  berarti meja. Maka rijsttafel secara harfiah berarti “meja nasi”, atau tepatnya hidangan nasi beserta berbagai sayur-mayur dan lauk-pauk yang disajikan dalam satu meja.

Selain Spanyol, China juga memiliki pengaruh terbesar terhadap masakan Indonesia. Para pendatang dari Tiongkok memperkenalkan mie dan kecap. Orang Indonesia lalu menciptakan variasi kecap; mengubah dan menyesuaikan dengan selera Indonesia dengan menambahkan gula (kecap manis). Mereka juga memperkenalkan kacang hijau yang digunakan untuk membuat tauge; tahu dan kedelai yang digunakan untuk membuat tempe.

Jadi benarkah sulit menemukan makanan yang benar-benar asli Indonesia? Kita lihat Sego Karak, sarapan khas dari Gresik. Pagi sebelum fajar, mungkin jutaan wanita Indonesia pergi ke pasar. Sebelum pekerjaan memasak dimulai, mereka sarapan makanan sederhana. Sesudah shalat subuh sebelum memasak, sebagian dari mereka  sarapan nasi sisa dari malam sebelumnya. Kalau bosan dengan nasi putih biasa dengan lauk ikan – juga sisa semalam — ibu saya misalnya membuat nasi goreng dari sisa masakan itu.

Nah, kalau kebetulan Ibu ada pengajian subuh misalnya – biasanya ke Kampung Bedilan, disini ada ustad Anwar Badawi – untuk sarapan, Ibu menyuruh saya membeli sego karak . Ini bukan nasi aking. Di beberapa daerah, karak dikenal sebagai nasi aking atau nasi yang sudah basi/nasi sisa yang dijemur sampai kering sehingga dapat disimpan lagi. Nasi kering itu lain waktu dapat dimasak kembali untuk konsumsi manusia atau untuk campuran pakan ternak.

Nasi sisa yang dibuat nasi goreng itu masih bagus karena biasanya malam menjelang tidur nasi itu dihangatkan lagi sebelum disimpan. Penyimpanannya waktu itu dalam kuali, tidak seperti sekarag yang disimpan dengan cara memasukkannya dalam lemari es atau dipanasi dan dismpan dalam rice cooker

Di Gresik bila orang mendengar kata karak yang berdiri sendiri, bisa diartikan sebagai nasi yang dijemur dikeringkan dan kemudian digoreng biasanya bentuknya tidak khusus, kadang-kadang berantakan (remah-remah). Namun kalau ada frasa sego karak itu adalah nasi biasa yang masih baru yang diolah sedemikian rupa dan biasanya untuk sarapan.

Ada dua jenis karak. Pertama, sego karak putih berbahan beras yang ditambahi sedikit air kapur, sirih, dan garam, kemudian ditanak seperti nasi pada umumnya. Kedua, sego karak hitam yang dbuat dari beras ditambah campuran ketan hitam agar menghasilkan warna hitam dan diberi garam. Agar lebih sedap, biasanya waktu menanak dimasukkan daun pandan.

Nasi berwarna kehitaman  itu dinikmati bersama parutan kelapa, poya gurih (serundeng), dan lauk godho tempe (tempe tepung), atau kalau lebih maknyus lagi ditambahkan bali welot (belut balado) khas Gresik sebagai lauknya.

Dulu – saat saya SD – tidak ada Indomie. Ada mie instant tapi saya lupa mereknya dan tidak berasa. Rasanya asing bagi selera Indonesia. Mungkin karena itu mie tersebut tak bertahan lama. Waktu itu, mie tersebut dijual dengan iming-iming hadiah kalau tidak salah uang.

Di dalam bungkus mie tersebut dimasukin kupon yang kemudian digesek. Setiap bungkus ada satu huruf. Pemenangnya ada bila bisa memiliki susunan huruf yang membentuk merek tersebut. Karena itu, orang “terpaksa” membeli mie tersebut termasuk saya. Saya cuma butuh mengumpulkan hurufnya sementara mie-nya dimasak Ibu untuk menjadi mie goreng dibumbui sendiri.

Kalau tidak sarapan nasi putih dengan lauk ikan atau nasi goreng, saya biasanya sarapan sego karak. Nasi karak memang hanya bisa ditemui saat pagi hari. Langganan saya adalah sego karak Mbok Ya yang biasa mangkal di ujung gang Kampung Malang Kemuteran gang 4 Gresik. Disitu, pembelinya bisa andok (makan di tempat seperti warung). Sampai saya SMA, Mbok Ya masih jualan.

Untuk lauknya, nasi karak ditemani godho tempe  (tempe tepung), bali welut (belut balado), dan parutan kelapa serta poya. Poya dibuat dari irisan kulit daging kelapa (bukan sabutnya) yang dicuci bersih, ditiriskan lalu disangrai. Saat nyangrai diberi irisan bawang putih, cabe merah secukupnya.

Setelah kering ditumbuk (bahasa Gresiknya dideplok), diberi garam dan sedikit gula pasir, tumbuk sampai halus. Setelah itu poya yang gurih dan sedep siap disajikan atau bisa disimpen untuk persediaan.  Menu makanan yang cocok diberi poya biasanya ketan, sego karak, atau singkong rebus.

Dulu sego karak tidak disajikan dengan piring melainkan dengan daun pisang yang dalam Gresiknya disebut takir (pincuk). Namun karena bebannya yang sering melebihi kemampuan menahan takir, untuk tadahannya (penahan) digunakan piring. Sekarang juga demikian namun daun pisangnya tidak dibentuk seperti takir, cukup dipotong seperti Anda kalau membeli sate padang, cuma kertasnya diganti dengan piring.

Daun pisang nampaknya tetap digunakan sampai sekarang. Daun pisang menanamkan rasa lembut dan aroma pada makanan. Apalagi bila saat masih hangat, aromanya makin kuat. Makannya bisa pakai jari atau sendok. Namun yang paling seru adalah bila tidak pakai piring.

Saat pertama saya kenalan dengan cewek Tlogobendung, saya pernah ngajak dia makan sego karak di Mbok Ya. Saat itu saya sengaja pesannya cuma setakir dan tidak pakai piring. Kami makan berdua. Cuma karena porsinya agak banyak, bebannya jadi berat. Nah, saat itulah kesempatan saya memegang tangannya.

Api-api nya (pura-puranya) ikut menahan takir tapi kan takir tak bisa ditahan ujungnya. Kami berdua menahan tengahnya. Jadinya, telapak tangan kami bertumpukan. Telapak tangan dia di atas dan telapak tangan saya di bawahnya menahan telapak tangan dia. Dia melotot, tapi saya tahu dia juga senang……Buktinya sejak itu kami makin akrab.

Menikmati sego karak paling pas dengan godho tempe plus cabai rawit saat masih panas. Makin nikmat bila makan ramai-ramai dan menunya ditambah dengan bali welut (belut balado). Biasanya, penjual sego karak menggunakan keranjang besar. Sego karak tidak dihangati. Yang benar-benar hangat biasanya godho tempenya karena Mbok Ya membuatnya di situ. Namun yang lebih penting, bagi saya sego karak memang mempunyai kenangan yang tak bisa saya lupakan.

Sumber : Gresik Pedia 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *