Perubahan Jaminan Produk Halal dalam Omnibus Law

Ilustrasi - Logo produk halal. (Getty Images/iStockphoto)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, HAJINEWS.ID – Jaminan Produk Halal jadi salah satu aspek yang ikut berubah, setelah di sahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja. Dalam aturan Omnibus law cipta kerja, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dapat melibatkan organisasi masa Islam dalam menetapkan fatwa halal terhadap suatu produk.Hal ini dinilai bahwa BPJPH dapat melibatkan organisasi masa islam selain MUI dalam menetapkan fatwa halal suatu produk.

Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan omnibus law hanya akan menyederhanakan proses, “Bagaimana membuat mempercepat, membuat efisien (proses sertifikasi jaminan halal),” kata Fachrul Razi di Jakarta pada (7/10/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Halal Watch Ikhsan Abdullah mengatakan terminologi halal hanya dapat diberikan orang dengan kompetensi keulamaan, dalam hal ini MUI. “Kehalalan produk harus berdasarkan ketentuan fatwa MUI bukan yang lain,” kata Ikhsan.

Ketentuan Perubahan mengenai Produk Jaminan Halal termasuk dalam klaster Permudah Perizinan Usaha, Paragraf 8 mengenai Perdagangan, Metrologi Legal, Jaminan Produk Halal, dan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Adapun beberapa perubahannya:

1. Sertifikat Halal dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal. Hal ini dinilai bahwa BPJPH dapat melibatkan organisasi masa islam selain MUI dapat menetapkan fatwa halal suatu produk

2. Tidak ada ketentuan mengenai kewajiban bersertifikat halal untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK) didasarkan pada Pasal 4A ayat 1 UU Omnibus law. Adapaun bunyi pasal tersebut adalah “pernyataan pelaku usaha Mikro dan Kecil”. Diatur bahwa kewajiban bersertifikat halal untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK) didasarkan pada “pernyataan pelaku usaha Mikro dan Kecil”.

3.Dalam menjalankan kewenangannya, BPJPH dapat bekerjasama dengan LPH, MUI BPJPH, dan dapat bekerja sama dengan Ormas Islam yang berbadan Hukum. (Pasal 7 ayat 2)

4. Ada sejumlah sektor kerja sama BPJPH dengan MUI pada UU JPH yang dihilangkan. Di antaranya, penerbitan “sertifikasi auditor halal”, dan “akreditasi LPH”. Kerja sama dengan MUI dan ormas Islam dalam UU Omnibus law Ciptakan (perubahan Pasal 10 ayat 1 dan 2) hanya pada “penetapan kehalalan produk” dan penerbitan “Keputusan Penetapan Halal Produk”.

5. Dalam Pasal 29 ditambahkan bahwa jangka waktu verifikasi permohonan sertifikat halal dalam waktu paling lama satu hari kerja.

6. Di antara Pasal 35 dan Pasal 36 disisipkan 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 35A mengenai wewenang BPJPH mengambil alih proses sertifikasi halal.

Pelaku Usaha yang mencantumkan Label Halal tidak sesuai dengan ketentuan dikenai sanksi administratif tanpa menyebutkan berupa: teguran lisan, peringatan tertulis atau pencabutan Sertifikat Halal.

7. Dalam hal Pelaku Usaha merupakan usaha mikro dan kecil, biaya Sertifikasi Halal dapat difasilitasi oleh pihak lain. (Pasal 44 ayat 2) Dalam hal permohonan Sertifikasi Halal diajukan oleh Pelaku Usaha Mikro dan Kecil, tidak dikenai biaya.

8. Pelaku usaha yang tak menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal diancam denda paling banyak Rp 2.000.000.000. Hanya jika denda itu tak dibayarkan pelaku usaha terkait bisa dikenai pidana penjara paling lama lima tahun.

(Diolah dari berbagai sumber).

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar