Kasus HRS Kasus Politik, Bukan Penegakan Hukum

Kasus HRS Kasus Politik, Bukan Penegakan Hukum
habib rizieq ditahan
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik

Hajinews – Siapapun yang mengindera secara seksama, kasus penahanan HRS pasca pemeriksaan di Polda Metro Jaya adalah kasus politik. Kasus yang bermula perbedaan pandangan politik antara HRS dengan Rezim Jokowi. Kasus perseteruan lanjutan Pilkada DKI Jakarta berlanjut perseteruan narasi Revolusi Mental vs Revolusi Akhlak.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Adapun kasus penembakan yang menewaskan 6 anggota FPI, adalah kasus hukum. Para pakar menyebut ini pelanggaran HAM berat, ini adalah kasus extra judicial killing.

Namun, kenapa kasus HRS cepat diproses, sementara kasus kematian 6 anggota FPI lamban diproses, meskipun jelas pelakunya ? Ya, karena HRS tak memiliki kekuasaan politik.

Dalam sistem sekuler demokrasi, hukum adalah produk politik. Hukum dibawah kendali kekuasaan politik. Bahkan, hukum diciptakan untuk melayani kekuasaan politik.

Berbeda dengan Islam, politik dan kekuasaan diadakan dalam rangka untuk menegakkan hukum Islam. Hukum Islam bukan produk politik seperti UU sekuler yang diciptakan parlemen. Hukum Islam diambil dari Al Qur’an dan as Sunnah yang merupakan Wahyu Allah SWT. Al Qur’an dan as Sunnah bukanlah produk politik, produk akal, tapi Wahyu dari dzat pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan.

Jadi, sebenarnya mimpi saja menginginkan hukum sebagai panglima dalam sistem sekuler demokrasi. Dalam demokrasi, politik adalah panglima. Hukum hanyalah produk kesepakatan politik baik via parlemen maupun via eksekutif. Faktanya, legislasi tidak semata dilakukan lembaga DPR, melainkan juga oleh eksekutif (contoh : Perppu, PP, Permen, Pergub, Perwal).

Sekali lagi, jika ingin membela HRS dan menegakkan keadilan, termasuk memperjuangkan 6 anggota FPI yang tewas oleh tembakan polisi, tak bisa hanya mengandalkan proses hukum. Tetapi juga di back up gerakan politik.

Gerakan politik itu berupa penyadaran publik akan hakekat kasus, melibatkan publik dalam kasus, menjadikan publik sebagai hakim yang mengadili kasus, dan menjadikan publik selaku pemutus perkara. Dengan demikian, opini publik akan mengarahkan proses hukum sejalan dengan arah aspirasi publik.

Proses ini harus ditempuh dengan melakukan sejumlah kajian fakta, kajian hukum, memberikan kesimpulan dan sejumlah rekomendasi.

Pada kasus tewasnya 6 anggota FPI oleh tembakan Polisi, ada kesimpulan dugaan extra judicial killing. Rekomendasinya menuntut agar Negara memfasilitasi dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).

Adapun pada kasus HRS, ada kriminalisasi dan diskriminasi. Pasal 160 tak layak disematkan, dan kerumunan Pilkada semestinya juga diproses secara hukum. UU Pilkada tak boleh menjadi bunker untuk mengindari penerapan UU Kekarantinaan Kesehatan.

Semua ini harus diungkap dan disebarluaskan secara terstruktur, sistematis dan masif. Harus disampaikan berulang, agar narasi hoax yang diedarkan para penzalim dapat musnah seiring dengan masifnya kebenaran yang diedarkan.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *