Fatwa Muhammadiyah: Hukum Salat Jumat Online

Fatwa Muhammadiyah: Hukum Salat Jumat Online
ilustrasi: salat jumat online
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews – Ibadah Jum‘at online adalah khutbah dan salat Jum‘at yang dilaksanakan secara online atau dalam jaringan (daring) melalui aplikasi telekonferensi video, dalam hal ini Zoom Clouds Meeting. Termasuk dalam persoalan ini adalah salat Jum‘at berimam pada siaran on air radio dan televisi.

Lantas, bagaimana pandangan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam melihat hal tersebut?

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Problematika Salat Jum‘at Online

Dalam menyikapi salat Jum‘at online, Majelis Tarjih dan Tajdid menggarisbawahi beberapa hal. Pertama, salat Jum‘at adalah ibadah yang bersifat ta‘abbudī dan termasuk dalam kelompok ibadah yang khās (khusus) atau maḥḍah, sehingga perincian-perinciannya telah ditetapkan oleh nas al-Qur’an dan Sunah Rasulullah saw.

Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid, dalam salat Jum‘at tidak diperkenankan adanya kreasi selain apa yang telah dituntunkan. Meng-online-kan salat Jum‘at termasuk kreasi yang sejatinya tidak diperkenankan. Ini berbeda dengan akad nikah misalnya, yang merupakan bentuk ibadah muamalat, sehingga memungkinkan adanya kreasi seperti akad nikah dengan bahasa selain bahasa Arab, akad nikah melalui surat atau pun akad nikah secara online.

Kedua, salat Jum‘at online tidak sesuai dengan tuntunan salat Jum‘at, khususnya tentang kesatuan tempat secara hakiki (nyata), bukan virtual, ketersambungan jamaah, posisi imam dan makmum serta beberapa keutamaan salat jamaah.

Dalam salat Jum‘at online, tentu kesatuan tempat secara hakiki (nyata) tidak tercapai, karena jamaah salat Jum‘at online bisa berada di mana pun sesuai dengan keberadaan masing-masing jamaah. Ketersambungan jamaah juga tidak bisa dicapai karena jamaah ada di berbilang tempat dan lokasi. Demikian pula posisi imam dan makmum menjadi tidak jelas siapa yang di depan dan siapa yang di belakang serta tidak berlaku lagi ketentuan lurusnya saf salat .

Ketiga, rukhsah untuk ditinggalkannya salat Jum‘at adalah diganti dengan salat Zuhur. Hal ini, selain memang sudah diterangkan dalam hadis Nabi saw pada penjelasan di atas, mengambil salat Zuhur sebagai rukhsah juga sebagai jalan memilih hal yang lebih mudah. Nabi saw menuntunkan bahwa ketika memilih di antara dua perkara, maka dipilihlah yang paling mudah dilakukan, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis berikut,

[عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا [رواه البخاري

“Dari ‘Āisyah r.a. (diriwayatkan) bahwa ia berkata, tidaklah Rasulullah saw memilih di antara dua perkara kecuali beliau mengambil yang paling mudah di antara keduanya, selama tidak ada dosa” [H.R. al-Bukhārī].

Dalam fatwanya, Majelis Tarjih dan Tajdid berpendapat bahwa salat Jum‘at secara online sudah tentu menggunakan serangkaian perangkat untuk bisa dilaksanakan, baik perangkat untuk online berupa paket data internet, perangkat keras berupa laptop misalnya, perangkat lunak yang dalam hal ini menggunakan aplikasi telekonferensi video Zoom Clouds Meeting, maupun kebutuhan listrik untuk menghidupkan perangkat-perangkat tersebut.

Oleh sebab itu, salat Jum‘at online sangat bergantung pada ketersediaan perangkat-perangkat tersebut. Seandainya perangkat-perangkat yang digunakan mengalami masalah, apakah karena ada gangguan suplai listrik, gangguan sinyal dan lain sebagainya, maka pelaksanaan salat menjadi terganggu atau bahkan batal dilaksanakan.

Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid, hal ini tentu menyulitkan bagi jamaah salat Jum‘at online tersebut.Kemajuan teknologi harus diakui sebagai berkah yang besar. Di bidang medis, kemajuan teknologi mampu menyelamatkan puluhan juta manusia untuk bertahan hidup. Di bidang komunikasi, orang dapat bertemu dan berkomunikasi di ruang virtual (maya).

Tetapi teknologi jangan sampai melakukan mekanisasi terhadap kehidupan manusia, sehingga hidup manusia di bawah kendali mesin-mesin yang menyebabkan ruang pribadi dan ruang spiritual manusia menjadi kehilangan makna. Tidak semua kehidupan manusia dapat dimasuki oleh kemajuan teknologi.

Pada bidang ibadah, menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, kemajuan teknologi harus dibatasi, karena ibadah merupakan komunikasi manusia dengan Tuhan secara langsung. Seandainya kemajuan teknologi masuk dalam bidang ibadah, misalnya azan, mengimami salat atau berkhutbah dilakukan oleh robot, maka proses ibadah menjadi bukan lagi proses manusiawi, tetapi proses mekanisasi.

Artinya, satu dimensi kehidupan manusia yang sangat penting sudah tergerus oleh mesin-mesin yang diciptakan manusia sendiri. Jadi, penerimaan kemajuan teknologi dalam bidang ibadah tetap harus dibatasi, termasuk dalam ibadah salat Jum‘at ini, salat dilakukan sebagaimana adanya.

Keempat, sungguh pun salat Jum‘at online adalah masalah ijtihādī, namun secara realitas telah menimbulkan kontroversi di masyarakat. Oleh sebab itu, sesuatu hal yang menimbulkan kontroversi sebaiknya ditinggalkan.

Adapun jalan keluar yang paling ideal dari sebuah kontroversi, imbuh Majelis Tarjih dan Tajdid, adalah kembali kepada nas, yaitu rukhsah salat Jum‘at yang tidak dapat dilaksanakan adalah diganti dengan salat Zuhur. Hal ini mengacu pada al-Qur’an surah an-Nisā’ (4): 59,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah berpandangan bahwa, salat Jum‘at adalah ibadah maḥḍah yang wajib dilaksanakan sesuai ketentuan yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad saw.

Segala sesuatu dalam ibadah maḥḍah yang dilakukan di luar tuntunan Nabi Muhammad saw tidak dapat dibenarkan. salat Jum‘at hukumnya wajib dikerjakan, sehingga apabila terjadi suatu kondisi yang mengakibatkan tidak dapat terlaksananya salat Jum‘at, maka kewajiban salat Jum‘at menjadi gugur dan diganti dengan salat Zuhur.

Dalam keadaan darurat karena pandemi Covid-19 ini, jika hendak mendirikan salat Jum‘at, maka dapat dilaksanakan secara terbatas di rumah atau tempat lainnya selain masjid atau dapat melaksanakan salat Jum‘at di masjid secara bergantian (gelombang) dengan tetap menjaga protokol kesehatan secara sangat ketat.

Praktik salat Jum‘at secara online, walaupun itu persoalan ijtihādī, namun ada ketentuan salat Jum‘at yang tidak dapat tercapai dalam praktik salat Jum‘at secara online, yaitu adanya kesatuan tempat secara hakiki (nyata), ketersambungan jamaah, pengaturan posisi imam dan makmum yang sesuai dengan ketentuan salat jamaah (makmum berada di belakang imam) serta keutamaan-keutamaan salat Jum‘at.

Di samping itu, salat Jum‘at yang dilakukan secara online justru lebih memberi kesulitan baru karena mengharuskan ketersediaan serangkaian perangkat online daripada menggantinya dengan salat Zuhur.

Sejauh penelusuran terhadap berbagai literatur, Majelis Tarjih dan Tajdid belum menemukan dalil atau alasan yang kuat untuk mengganti salat Jum‘at dengan salat Jum‘at secara online. Oleh karena itu, dengan tanpa mengurangi rasa hormat terhadap pendapat yang berbeda, Majelis Tarjih dan Tajdid belum dapat menerima pelaksanaan salat Jum‘at secara online.

Sumber: ibtimes

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *