Puasa Mahasiswa RI di Belanda, Rindu Bukber dengan Komunitas Indonesia

Ahmad Ghifari Gunawan (bawah kedua dari ka) kangen buka bersama komunitas Indonesia di Belanda (Foto: dok. Pribadi )
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews — Ramadhan 1442 H tahun ini masih dilalui Ahmad Ghifari Gunawan di Rotterdam, Belanda dengan mengikuti kebijakan protokol kesehatan Covid-19 ketat dari pemerintah setempat.

Mahasiswa semester 6 jurusan Marketing en Communicatie Hogeschool Rotterdam, Belanda ini melakukan pembelajaran daring sejak tahun lalu. Perkuliahan online dimulai sejak pagi hingga sore.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sebelum pandemi, Ghifari biasanya menunggu berbuka setelah jam kuliah dengan berolahraga di gym. Sementara saat pandemi, gym tutup dan diberlakukan physical distancing.

Menunggu waktu berbuka tahun ini, pria kelahiran Schiedam, Holland Selatan ini membantu teman asal Indonesia yang berinisiatif mengirimkan makanan gratis untuk para mahasiswa asal Indonesia. “Sekalian marketing bisnis makanannya,” tutur Ghifari dilansir detikEdu, Sabtu (17/4/2021).

“Pick up makanan di kota Eindhoven sekitar pukul 6 sore, after that dibagi makanan di Rotterdam. Jarak Rotterdam-Eindhoven kira-kira 92 km, 1,5 jam naik mobil,” ujar pemuda berusia 22 tahun ini.

Keluarga Ghifari pindah ke Belanda saat ayahnya memutuskan berkuliah di Belanda dan memboyong ibunya. Ayahnya mengambil studi di jurusan gezondheidszorg en welzijn (healthcare) Hogeschool Rotterdam, Belanda.

Saat ini, sang ayah bekerja sebagai perawat ICU Franciscus Gasthuis & Vlietland, sebuah rumah sakit umum di Rotterdam.

Ramadhan di Rotterdam tahun ini jatuh pada musim semi dengan durasi puasa sekitar 16 jam. Waktu berbuka di Rotterdam saat ini sekitar pukul 8.40 malam. Ghifari menuturkan, ia biasa berbuka di jalan dengan makanan dari temannya.

Kendati bisa berbuka di jalan, Ghifari tetap bersegera pulang karena jam malam setempat saat ini jatuh pukul 10 malam hingga pukul 4.30 pagi. “Dendanya lumayan, 95 euro atau 1,5 juta rupiah,” kata Ghifari.

Pria yang lahir dan besar di Belanda ini menuturkan, buka puasa biasanya dilakukan dengan teman-teman komunitas Indonesia di Belanda.

“Rindu juga. Biasanya ke restoran Turki, ada sup, minuman, dan kue. Lalu makanan beratnya nasi dan lauk-lauk, bisa dimakan bersama. Restoran ini juga membagi-bagikan makanan ke homeless di dekat sana,” tutur Ghifari.

Di sisi lain, Ghifari menuturkan, jadi lebih banyak waktu untuk ibadah dan dekat dengan keluarga, terutama dengan ibunya selama pandemi dan bulan puasa tahun ini.

Biasanya lebih sering menghabiskan waktu dengan teman, kini bisa lebih dekat dengan ibu

Setelah berbuka, Ghifari dan keluarga shalat maghrib, mengaji, dan tarawih. Setelah sahur dan shalat subuh, ia kembali mengaji bersama.

“Biasanya lebih sering menghabiskan waktu dengan teman, kini bisa lebih dekat dengan ibu,” tuturnya.

Di rumah, Ibu Ghifari sering menyiapkan es buah, rendang, dan gulai kambing untuk berbuka. Ghifari dan kedua adiknya juga bergantian menggantikan ibu untuk masak menu berbuka dan sahur.

Keluarga Ghifari juga punya kebiasaan membeli satu dus mie instan kesukaan, termasuk saat puasa Ramadhan. “Indomie goreng, untuk malam hari,” kata Ghifari tertawa.

Ia menuturkan, bulan puasa juga menyenangkan karena makanan di rumah jadi lebih beragam setiap hari. “Sering ada pilihan antara kentang sama nasi. Tapi makanan Indonesia tetap menjadi favorit buat saya dan keluarga,” ujarnya.

Ghifari menuturkan, ia dan keluarga biasa pulang 2 tahun sekali setiap libur musim panas. Selama libur empat minggu mereka mengunjungi keluarga di Padang, Bandung, Depok, Jakarta, dan Bogor.

Ia juga merencanakan ke Bali bersama teman-teman dari Belanda. “Harusnya saya tahun ini ke Indonesia, tapi agak susah karena pandemi,” tuturnya.

Ramadhan dan libur lebaran tidak selalu jatuh pada musim panas, sehingga keluarganya biasa merayakan Idul Fitri di Belanda bersama keluarga kakek dari ibunya yang juga merantau ke Belanda, dan teman-teman dari komunitas Indonesia di Belanda.

“Cukup ramai, tetapi social distancing saat pandemi,” tutur Ghifari.(ingeu/dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *