Bu Marni & Drama Anjing Yang Masuk Surga

Bu Marni & Drama Anjing Yang Masuk Surga
foto/ilustrasi. cerpen
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Tarli Nugroho

Hajinews – “Ibu menangis. Dia tidak mau cerpen itu masuk dalam ke dalam buku saya.” Kalimat itu meluncur dari mulut M Dawam Rahardjo (1942-2018), pada suatu siang, ketika saya masih bekerja sebagai asistennya, bertahun-tahun silam. Saya tidak ingat bagaimana perbincangan itu bermula, yang jelas hari-hari itu ia banyak bercerita mengenai kehidupan pribadinya. Ia, misalnya, bercerita tentang perempuan-perempuan yang pernah ditaksirnya, termasuk kisah cintanya dengan kedua isterinya. Ya, sepanjang hidupnya, Dawam punya dua istri.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Orang yang dipanggil “ibu” itu tak lain adalah istri keduanya, Sumarni, yang dinikahinya pada 17 Maret 1995. Dawam menikahi Sumarni sesudah istri pertamanya, Zainun Hawariyah, yang dinikahinya sejak tahun 1968, meninggal pada bulan Desember 1994.

Ceritanya, sesudah divonis gagal ginjal pada tahun 2006, Dawam mulai berdamai dengan penyakitnya dan pelan-pelan mencoba bangkit. Pada saat itu, ia sangat produktif menulis cerpen, hobi yang telah ditekuninya sejak masih SMA. Karena cerpen yang ditulisnya cukup banyak, Dawam hendak membukukan seluruh cerpennya. Dan munculah insiden tersebut.

Istrinya, Sumarni, menangis hebat. Pasalnya, Dawam hendak memasukkan cerpen “Wirid”, yang ditulis untuk mengenang istri pertamanya, Hawariyah, ke dalam buku kumpulan cerpennya. Sumarni mengaku tidak rela kalau cerpen yang ditulis pada 10 Oktober 1994 itu ikut dimasukkan.

Pada awalnya Dawam menganggap jika tangisan itu hanyalah rengekan biasa yang tak perlu panjang diperhatikan. Apalagi, ia ingin memasukkan cerpen itu semata-mata karena itu adalah cerpen yang bagus dan pernah mendapatkan penghargaan dari Harian Kompas, jadi bukan karena dimaksudkan untuk mengawetkan kenangan.

Tetapi, ia kemudian melihat jika istrinya benar-benar merasa terluka. Iapun merenungkan kembali niatnya.

Sesudah merenung panjang, menengok kembali perjalanan hidupnya, Dawam mengaku bisa memahami perasaan istrinya, yang ketika itu telah belasan tahun mendampinginya. Sumarni adalah istri yang berdedikasi. Dawam sering mengungkapkan keberuntungannya bisa memiliki Sumarni sebagai istri. Di saat-saat sulit, terutama ketika ia berada di tengah-tengah periode sakit yang tidak mudah, istrinya bukan hanya setia mendampinginya, namun juga rela menjadi bemper psikologisnya. Perempuan kelahiran Klaten, Jawa Tengah, itu bersedia menjadikan dirinya sebagai keranjang keluh kesah suaminya.

Dawam mengaku pada akhirnya berpandangan bahwa apa yang telah berlalu, memang harus berlalu. Dalam sebuah pernikahan, bahkan bagi pasangan senior seperti dirinya, karat-karat masa lalu tetap bisa menjadi kerikil yang mengganggu. Itu sebabnya Dawam kemudian bukan hanya mengeluarkan cerpen itu dari bukunya, namun juga membakar seluruh arsip yang terkait dengan masa lalunya itu.

Tentu saja itu bukan hal yang mudah. Terutama bagi seorang pengarsip sejarah seperti Dawam. Namun, sebagai suami ia tidak ingin mengawetkan rasa cemburu istrinya. Rasa cemburu itu, ujarnya, bisa menghalangi keikhlasan dan kesepenuh-hatian istrinya.

Drama itulah yang telah membuat kenapa cerpen “Wirid”, yang sangat menyentuh itu, akhirnya tak masuk dalam buku “Anjing yang Masuk Surga” (2007), yang berisi kumpulan cerpen Dawam.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *