Problematika Zakat di Indonesia

Problematika Zakat di Indonesia
Problematika Zakat di Indonesia
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Fiqri Pradana Putra Nasution, Mahasiswa Universitas Malikussaleh, Penerima Beasiswa Cendikia Baznas

Hajinews.idZakat adalah bagian tertentu dari harta yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim apabila telah mencapai syarat yang ditetapkan. Sebagai salah satu rukun Islam, zakat juga memiliki kedudukan yang sama dengan ibadah lainnya seperti shalat, puasa, dan haji. Dalam Alquran kedudukan zakat sangat penting. Kata shalat dan zakat diulang sebanyak 27 kali. Ini menunjukkan keduanya saling melekat dan menguatkan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kewajiban menunaikan shalat dan zakat telah ditetapkan dalam Alquran. Firman Allah SWT, yang artinya: “Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama dengan orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43)

Zakat merupakan salah satu sumber pendapatan negara/daerah yang berdasarkan atas asas kemanusiaan yang adil dan beradab. Adil karena pendistribusian harta melalui zakat porsinya sesuai dengan kekayaan yang dimiliki oleh muzaki (orang yang memiliki harta yang diwajibkan zakat). Beradab karena dalam penunaian zakat, hati nurani muzakilah yang menuntunnya untuk melaksanakan kewajiban membayar zakat tanpa harus ada paksaan dari pihak manapun.

Dalam konteks masyarakat Indonesia, zakat memiliki potensi yang besar untuk menanggulangi permasalahan rakyat. Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Pada tahun 2020 jumlah penduduk Muslim Indonesia mencapai 229 juta jiwa atau 87,2%. Angka tersebut sebesar 10,51% dari total penduduk muslim dunia (Badan Pusat Statisik, 2020).

Berdasarkan laporan Baznas, potensi zakat di Indonesia mencapai lebih dari 300 triliun setiap tahunnya. Apabila hal ini bisa terkumpul dan terkelola dengan baik tentunya akan memberikan manfaat yang sangat luar biasa bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia.

Akan tetapi, sesuai dengan realita yang, sampai saat ini zakat masih menjadi hal yang “tabu” di tengah masyarakat Indonesia. Pengetahuan masyarakat yang masih minim menjadi masalah paling utama. Sebagian besar dari mereka hanya mengetahui zakat fitrah, yang ditunaikan pada malam hari raya Idulfitri. Hal ini berimplikasi perlunya sosialisasi mengenai zakat guna meningkatkan kesadaran membayar zakat.

Setidaknya ada beberapa hal yang menyebabkan pengumpulan zakat di Indonesia belum maksimal sampai saat ini.

1. Pandangan Mengenai Zakat

Mayoritas masyarakat Indonesia masih banyak yang hanya memahami zakat itu hanya zakat fitrah. Padahal ada banyak bentuk zakat selain zakat fitrah. Di antaranya, zakat pertanian, zakat profesi, dan lain-lain. Berbagai profesi menjadi sumber kekayaan yang harus dikeluarkan zakatnya. Pandangan sempit inilah yang menjadi problematika zakat di Indonesia, sehingga menyebabkan umat memiliki sifat kikir dan mencintai kekayaan yang berlebih.

2. Ketidaktahuan Mengenai Lembaga Pengelola Zakat

Lembaga-lembaga yang bertanggung jawab mengenai pengelolaan zakat belum begitu popular di tengah masyarakat, seperti Baznas, LAZ, dan lain-lain. Akibatnya belum sepenuhnya dipercaya oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dalam mengelola dana zakat mereka. Ini mengapa masyarakat lebih sering membayar zakatnya secara personal, yakni mencari sendiri orang yang masuk ke dalam kategori mustahik (yang berhak menerima zakat) untuk menyalurkan zakatnya kepada mereka.

3. Sasaran Pemberi dan Penerima Zakat

Zakat memiliki ketentuan yaitu ada 8 golongan yang seharusnya menerima pembagian zakat, tetapi di Indonesia hanya memfokuskan pembagian zakat pada 2 golongan saja yakni fakir dan miskin. Pengetahuan yang minim membuat masyarakat mengenal 2 golongan itu saja. Selain itu ada 3 golongan juga yang berhak mengeluarkan zakat yakni orang Islam mulai dari bayi sampai orang tua baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai kelebihan bahan makanan, dan telah haul (harta benda wajib dikeluarkan zakatnya jika telah dimiliki selama satu tahun penuh).

4. Zakat Masih Dipandang Remeh Negara

Zakat di Indonesia masih dijadikan sebagai sumber sekunder pendapatan negara. Berbeda dengan pajak, Indonesia menjadikannya sebagai pendapatan primer negara. Padahal, jika zakat dimanfaatkan dengan baik, Indonesia dapat memberantas kemiskinan yang selama ini masih menjajah negara ini, pengangguran yang selama ini merajalela di Indonesia dapat diperangi. Bahkan pendapatan zakat bisa menyamai atau melebihi pendapatan pajak negara.

Selain itu kebijakan tentang zakat dinilai kurang tegas, karena hanya mengatur tentang sistematika pengolahan zakat, fungsi lembaga pengelola zakat, dan lain-lain. Dengan kata lain undang-undang yang mengatur tentang zakat hanya digunakan sebagai payung hukum yang menaungi dan memperkuat tentang keberadaan zakat di Indonesia.

Berbeda halnya dengan kebijakan membayar pajak, bagi masyarakat yang tidak taat pajak maka akan terkena denda dan hukuman penjara. Mungkin pemerintah Indonesia masih beralibi bahwa zakat itu difungsikan hanya untuk negara Islam sehingga lebih mengutamakan pajak daripada zakat. Padahal, negara yang penduduknya sadar akan zakat, kualitas hidup dan kesejahteraannya semakin meningkat seperti Qatar, Bahrai, dan lain-lain.

Oleh karena itu, wajib bagi seluruh elemen masyarakat harus sadar diri akan tugas dan kewajiban sebagai manusia yang bernegara sekaligus beragama Islam untuk membayar zakat. Seluruh masyarakat harus ingat bahwa zakat adalah kewajiban sedari kita masih bayi sampai orang tua yang harus ditunaikan. Sehingga dapat memberikan keuntungan yang maksimal bagi negara dan penduduknya di dunia dan akhirat.

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *