Kenapa Indonesia Harus Jaga Sikap Non-Blok

Kenapa Indonesia Harus Jaga Sikap Non-Blok
Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id

Hajinews.id – Jika anda secara saksama mengamati perkembangan sejarah peradaban, akan selalu anda temukan dua kekuatan Adidaya yang berhadapan. Kedua kekuatan adidaya ini semuanya dibangun diatas pilar materialisme. Pilar yang tentu saja rapuh, karena sesuatu sifat atau watak dari materi yang senantiasa mengalami perubahan (tagyir) atau transpormasi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ketika Nabi Muhammad SAW di utus dua kekuatan adidaya itu bernama Persia dan Romawi. Meskipun keduanya ini memeluk agama, (Persia dengan Zoroasterianisme, Romawi dengan Katlokhisme), pada masa itu, namun sesungguhnya agama pada masa itu tidaklah berada dalam keadaan “mengendalikan’ prilaku politik kekuasaan kedua negara Adidaya itu. Materialisme lah yang mengendalikannya dan agama hanya milik “orang -orang fakir miskin”,. Dikalangan para penguasa agama hanya alat untuk terus menindas kalangan yang kurang beruntung secara ekonomi saat itu. Lalu keduanya terlibat peperangan besar, pada awalnya Persia nampak akan memenangkan peperangan, namun berselang beberapa tahun mereka berperang, Romawi mengalahkan Persia.

Pengamat sejarah peradaban Arnold J Toyenbe mengemukakan berdasarkan amatannya bahwa sejarah senantiasa berulang. Perulangan sejarah ini, akan terus terjadi selama manusia tidak mengambil langkah yang berbeda untuk mengubah situasi dikala mereka menemukan momentum yang sama.

Hal yang sama dapat kita saksikan dalam perang dunia baik, perang dunia I maupun perang dunia II, selalu ada dua blok besar yang berhadapan, dan keduanya adalah kekuatan yang dibangun di atas pilar materialisme.

Keadaan yang sedang kita saksikan menunjukkan adanya situasi bahwa Rusia dan sekutu utamanya China memang seolah sedang diatas angin dalam kasus invasi Rusia ke Ukrania. Juga dalam postur keadaan ekonominya. Namun ini hanya gambaran sesaat terhadap situasi yang belum sesungguhnya berlangsung. Tidak ada yang dapat memastikan kubu mana yang akan jadi pemenang perang dunia ketiga, apakah kubu Rusia, China dan sekutunya, atau kubu Amerika dan sekutunya.

Namun, ada sebuah prediksi dari seorang ulama besar (sufi besar) di tahun 70-an, bahwa Uni Sovyet akan mengalami perpecahan menjadi sejumlah negara, dan prediksinya ini sudah terjadi atau benar. Ulama ini bernama Abdullah Ad-Daghistani, seorang Guru Besar, wali kutub pada masanya. Beliau juga memprediski bahwa China suatu waktu akan mengalami juga perpecahan menjadi sejumlah negara. Beliau juga memprediksi bahwa perang di semanjung Korea juga akan kembali terjadi. Nah, yang menarik adalah prediksinya bahwa Amerika yang akan memenangkan perang dunia ketiga terjadi. Wallahu a’lam bissawab.

Terlepas dengan prediksi itu, kita patut memperhatikan pentingnya telah menjadi posisi non-blok. Mengapa, karena jika terjadi perang dunia ketiga tentu negara-negara yang terlibat di dalamnya akan mengalami bukan hanya kehancuran infrastruktur ekonomi, namun juga akan mengalami nestafa kemanusiaan. Peradaban mereka akan mundur sekian puluh tahun. Pembangunan yang telah mereka capai akan hancur, dan mesti mulai kembali. Negara-negara yang tidak terlihat perang tentu akan mengalami dengan sendirinya peningkatan ekonomi, karena tentu akan jadi tujuan bermigrasinya bukan hanya manusia yang ingin selamat, namun juga kapital (mereka akan mencari negara yang stabil untuk menyimpan uang mereka).

Karena itu, Jokowi sebagai Presiden, hendaknya lebih peka, lebih cerdas membaca situasi. Para penasehatnya mesti lebih wise berpikirnya agar dapat mengatasi situasi perkembangan geo-politik dan geo-strategis yang sedang berlangsung.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *