Kewajiban Jilbab Tak Pantas Dipersoalkan

Kewajiban Jilbab
Kewajiban Jilbab
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Karena itu jelas, sebagai kewajiban syariah bagi Muslimah, jilbab tak layak dan tak pantas dipersoalkan. Apalagi, sebagai bagian dari hukum syariah, pastinya banyak hikmah dari pengamalan kewajiban berjilbab bagi Muslimah ini. Sebabnya, jelas seluruh hukum syariah pasti mendatangkan rahmat (maslahat) bagi manusia (Lihat: QS al-Anbiya‘ [21]: 107).

Karena itu tentu kita pun meyakini bahwa perintah Allah SWT kepada para wanita untuk berbusana Muslimah (memakai kerudung dan berjilbab) pasti mengandung banyak kebaikan/manfaat sekaligus menghindari banyak keburukan/madarat, khususnya bagi pemakainya dan umumnya bagi masyarakat.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Penggunaan jilbab dalam kehidupan umum akan mendatangkan kebaikan bagi semua pihak. Tidak hanya bagi kaum perempuan. Dengan tubuh yang tertutup jilbab, kehadiran wanita jelas tidak akan membangkitkan birahi lawan jenisnya. Berbeda halnya saat kaum wanita biasa terbuka auratnya. Sebabnya, naluri seksual tidak akan muncul dan menuntut pemenuhan jika tidak ada stimulus yang merangsangnya.

Dengan demikian kewajiban berjilbab telah menutup salah satu celah yang dapat mengantarkan manusia terjerumus ke dalam perzinaan atau pemerkosaan. Realitas ini membuktikan kebenaran ayat tentang kewajiban berjilbab di atas: Dzâlika adnâ an yu’rafna falâ yu’dzayn (Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal sehingga mereka tidak diganggu).

Karena itu jilbab bisa lebih melindungi wanita Muslimah, membuat mereka lebih merasa aman, menjaga diri mereka dari gangguan lelaki usil, menjaga mereka dari obyek pandangan lelaki yang hanya ingin ‘cuci mata’, menjaga diri mereka dari obyek syahwat lelaki, menghindarkan diri mereka dari zina mata dan zina hati, dll.

Bagi wanita, jilbab juga dapat mengangkat mereka pada derajat kemuliaan. Dengan aurat yang tertutup rapat, penilaian terhadap wanita lebih terfokus pada kepribadiannya, kecerdasannya, profesionalismenya serta ketakwaannya. Bukan pada fisik atau tubuhnya.

Ini berbeda jika wanita tampil ‘terbuka’ dan sensual. Penilaian terhadap wanita lebih tertuju pada fisik dan tubuhnya. Penampilan seperti itu juga hanya akan menjadikan wanita demikian rendah. Hanya dipandang sebagai onggokan daging yang memenuhi hawa nafsu kaum lelaki saja.

Dengan memakai kerudung dan berjilbab sesuai tuntunan syariah, seorang Muslimah sesungguhnya sedang memposisikan dirinya sebagai wanita terhormat. Sebab, dengan itu, penilaian dan penghormatan masyarakat kepada dirinya bukan lagi dari sisi fisik dan tubuhnya, tetapi dari sisi ketakwaannya, kecerdasannya, prestasinya dan segala hal yang menunjukkan kualitas pribadinya.

Bandingkan dengan para wanita Barat sekuler yang rata-rata dianggap bernilai lebih karena faktor tubuh dan kecantikan fisiknya. Semakin cantik dan semakin seksi seorang wanita, ia akan dianggap semakin terhormat dan karenanya lebih dihargai, paling tidak secara materi. Padahal, sadar ataupun tidak, hal demikian hanya menjadikan wanita dieksploitasi tubuhnya demi kepuasan material segelintir orang.

Bagi seorang Muslimah, berkerudung dan berjilbab secara syar’i juga bisa menjadi pembuktian atas kesalihan dirinya—tentu jika keputusannya berkerudung dan berjilbab dilandaskan pada faktor keimanannya dan ketaatannya pada syariah Islam.

Selain itu, kerudung dan jilbab yang dia pakai berpotensi menjadi ‘benteng’ perilaku bagi dirinya sehingga ia akan berpikir seribu kali untuk melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang yang bertentangan dengan citra kerudung dan jilbab sebagai pakaian takwa. Ia, misalnya, akan merasa malu jika akhlaknya buruk; sementara ia adalah wanita Muslimah yang kemana-mana berkerudung dan berjilbab.

Sebaliknya, dengan kerudung dan jilbab yang selalu melekat pada dirinya ia akan berusaha tampil dengan akhlak yang mulia.

Dengan memahami seluruh paparan di atas, sejatinya siapapun yang mengaku Muslim tak akan berani sedikit pun mempersoalkan kewajiban berjilbab bagi Muslimah.

WalLâhu a’lam bi ash-­shawwâb. []

Hikmah:

Rasulullah saw. bersabda:

«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ»

Demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, seseorang di antara kalian tidak beriman hingga hawa nafsunya mengikuti (risalah) yang aku bawa. (HR Muslim). []

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *