Survei IPS: Pasangan Anies Baswedan – Ridwan Kamil Paling Disukai Rakyat

Anies Baswedan dan Ridwan Kamil (foto istimewa)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Indonesia Polling Station (IPS) merilis hasil jajak pendapat figur pendamping Anies Baswedan di Pilpres 2024. Hasilnya, duet Anies Baswedan – Ridwan Kamil paling disukai masyarakat.

Tingkat kesukaan responden terhadap pasangan Anies Baswedan – Ridwan Kamil mencapai 59,4 persen, sementara urutan kedua ditempati Anies Baswedan – Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meraih 49,5 persen.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Berikut hasil jajak pendapat Indonesia Polling Station (IPS) :

1) Anies Baswedan – Ridwan Kamil

Suka: 59,4 persen

Kurang suka: 23,95 persen

Tidak jawab: 16,7 persen

 

2) Anies Baswedan – AHY

Suka: 49,5 persen

Kurang suka: 31,5 persen

Tidak jawab: 19 persen

 

4) Anies Baswedan – Salim Segaf Al-Jufri

Suka: 14,8 persen

Kurang Suka: 46,2 persen

Tidak jawab: 39 persen

 

Bukan Elite Parpol

Anies Baswedan dan Ridwan Kamil bukan elite parpol. Sementara untuk maju Pilpres 2024, keduanya butuh diusung parpol atau koalisi parpol yang minimal mempunya 20 persen kursi parlemen atau DPR RI.

Anies Baswedan telah dideklarasi capres oleh Partai Nasdem. Persoalannya Nasdem tidak cukup kursi parlemen untuk mengusung capres – cawapres.

Konstelasi politik Pilpres 2024 berpotensi menjadi 4 poros atau kekuatan.

Poros pertama, PDIP. Partai besutan Megawati Soekarnoputri ini memiliki 128 kursi (22,26 persen) parlemen.

PDIP satu-satunya parpol yang dapat mengusung pasangan capres – cawapres.

Ada dua figur yang menguat dari PDIP. Ketua DPR RI Puan Maharani dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Poros kedua, Koalisi Indonesia Bersatu atau KIB. Koalisi ini memiliki 148 kursi (25,73 persen) di parlemen.

Rinciannya, Partai Golkar 85 kursi (14,78 persen), Partai Amanat Nasional atau PAN 44 kursi (7,65 persen) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 19 kursi (3,3 persen).

KIB belum resmi mengusung capres dan cawapres. Tapi nama Airlangga Hartarto ‘dikunci’ kader Golkar sebagai capres.

Untuk posisi cawapres, mencuat beberapa nama seperti Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir.

Poros ketiga, koalisi Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Koalisi ini memiliki 136 kursi atau (23,65 persen) di parlemen.

Rinciannya, Gerindra 78 kursi (13,56 persen) dan PKB 58 kursi (10,08 persen).

Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya ini segera mendeklarasikan capres – cawapres Prabowo Subianto – Muhaimin Iskandar.

Sedangkan poros terakhir, berpeluang koalisi Partai Nasdem, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Jika berkoalisi, tiga parpol ini memiliki 163 kursi (28,34 persen) perlemen.

Nasdem 59 kursi (10,26 persen), Demokrat 54 kursi (9,39 persen) dan PKS 50 kursi (8,69 persen). Koalisi ini berpeluang mengusung Anies Baswedan-Agus Harimurti Yodhoyono.

Pemilu presiden di Indonesia mensyaratkan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden.

Artinya, seseorang yang hendak mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden harus memenuhi besaran ambang batas tersebut.

Ketentuan tentang ambang batas itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pasal 222 UU Pemilu menyebutkan, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Dengan ketentuan tersebut, seseorang harus diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik jika hendak mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden.

Ketentuan mengenai presidential threshold itu menghilangkan kemungkinan munculnya calon presiden dan calon wakil presiden perseorangan.

Pada pilpres tahun 2004, 2009, dan 2014, digunakan perolehan jumlah kursi DPR atau suara sah nasional partai dari hasil Pemilu Legislatif (Pileg) yang dilaksanakan sebelumnya sebagai presidential threshold.

Saat itu, pileg dilaksanakan beberapa bulan sebelum pilpres.

Sementara, pada Pilpres 2019, ambang batas yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi DPR atau suara sah nasional partai dari Pileg periode sebelumnya atau 2014.

Ini karena pelaksanaan Pilpres dan Pileg 2019 dilaksanakan serentak pada April 2019. Oleh karena hari pemungutan suara Pilpres 2024 lagi-lagi akan digelar serentak dengan pileg pada 14 Februari 2024, maka, ambang batas yang akan digunakan pada Pilpres 2024 adalah perolehan jumlah kursi DPR atau suara sah nasional partai pada Pileg 2019.

Adapun jumlah total kursi di DPR saat ini sebanyak 575. Untuk memenuhi ambang batas pencalonan presiden, partai politik atau gabungan partai politik sedikitnya harus memiliki 20 persen dari 575 kursi DPR RI.

Jika dikalkulasi, 20 persen dari 575 kursi akan menghasilkan 115 kursi.

Artinya, partai politik atau gabungan partai politik paling tidak harus memiliki 115 kursi di DPR RI untuk dapat mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selain menggunakan perhitungan jumlah kursi di DPR, cara lainnya untuk memenuhi ambang batas pencalonan presiden di Pilpres 2024 ialah mendapat perolehan suara minimal 25 persen di Pileg 2019.

Mengacu hasil Pileg 2019, tidak ada satu pun partai politik peserta pemilu yang mendapat perolehan suara 25 persen.

Namun, dari 9 partai politik yang lolos ke Parlemen melalui Pemilu 2019, PDI-P menjadi partai yang mendapat perolehan suara tertinggi.

Dengan demikian, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu juga meraih kursi terbanyak di DPR.

PDI-P mengantongi 27.503.961 atau 19,33 persen suara di Pileg 2019. Angka itu dikonversikan menjadi 128 kursi DPR RI.

Dengan perolehan kursi tersebut, maka PDI-P memenuhi ambang batas pencalonan presiden yang mensyaratkan partai politik atau gabungan partai politik memiliki sedikitnya 20 persen kursi dari jumlah total kursi di DPR.

Sementara, partai lainnya tidak ada yang mendapat perolehan kursi DPR setara atau lebih dari 115 kursi.

Itulah mengapa PDI-P menjadi satu-satunya partai politik yang bisa mengusung calon presiden dan wakil presidennya sendiri di Pilpres 2024 tanpa perlu bergabung atau berkoalisi dengan partai politik lain.

Skenario Tiga Poros

Selain empat pasangan capres-cawapres, ada juga skenario tiga paslon. Setidaknya menurut Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sofa memperkecil menjadi tiga paslon capres-cawapres yang akan bertarung.

Ketiganya juga kata dia, akan berasal dari tiga poros parpol berbeda.

Hal ini kata dia, didasari dengan terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang digagas oleh Partai Golkar, PAN dan PPP.

“Terbentuknya KIB yang diprakarsai oleh tiga partai Golkar, PAN dan PPP sehingga kemungkinan pilpres 2024 terdiri dari 3 pasang capres-cawapres yang berpusat pada tiga poros,” kata Ardian saat menyampaikan hasil surveinya secara daring, Selasa (14/6/2022).

Poros pertama yang akan melahirkan bakal Capres-Cawapres menurut Ardian yakni Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP).

Perolehan kursi terbanyak di parlemen saat ini dengan mendapatkan suara 22,26 persen menjadikan PDIP digadang akan mengusung Capres-Cawapres sendiri, karena telah melampaui ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen.

“Kalau kita lihat di sini bahwa poros pertama itu ada di poros PDIP karena sudah ada di 22,26 persen,” ucap Ardian.

Selanjutnya, untuk poros kedua akan muncul dari koalisi besutan Golkar, PAN dan PPP yakni KIB.

Ardian beranggapan, dari penggabungan tiga partai di parlemen tersebut menjadikan KIB bisa mengajukan bakal Capres-Cawapres.

Adapun rinciannya yakni Golkar mendapat 85 kursi di parlemen atau setara dengan 14,78 persen, kemudian PAN 44 kursi dengan 7,65 persen kemudian PPP 19 kursi atau 3,3 persen.

“Sehingga jika dijumlah, jumlah kursi 148 dan persentase 25,73 persen jadi poros kedua yang terbentuk itu adalah poros KIB,” beber Ardian.

Poros terakhir, menurut Ardian akan lahir dari poros sisa dunia. Poros tersebut merupakan sisa partai politik di parlemen yang belum mempunyai koalisi atau perolehan suaranya tidak melampaui presidential threshold 20 persen.

Beberapa partai yang dimaksud yakni Gerindra dengan kursi terbanyak di parlemen sejumlah 78 kursi atau 13,57 persen; kemudian Nasdem 59 kursi atau 10,26 persen. Total 23,83 persen.

Selanjutnya, PKB 58 kursi atau 10,09 persen; Partai Demokrat 54 kursi atau setara 9,39 persen dan terakhir PKS 50 kursi dengan 8,7 persen. Total kursi di perlemen 28,18 persen.

Bisa juga gabungan lima parpol. “Sehingga kalau ditotalkan 299 kursi ini poros sisa dunia ini ada 52,01 persen,” ucap Ardian.

Kendati begitu, masih terbuka peluang untuk poros PDIP maupun Poros KIB untuk menambah partai lain dalam berkoalisi.

Hal itu juga kata dia berpotensi menutup peluang lahirnya pasangan ke empat dari poros lain.

“Sehingga kita melihat bahwa ke depan semakin mengerucut kepada tiga poros ini,” ucap Ardian.

“Sehingga per Juni 2022 kita menyampaikan bahwa terbentuk tiga poros utama dalam capres-cawapres 2024,” tukasnya.

Kendati demikian, baik LSI Denny JA maupun para petinggi Partai Politik termasuk koalisi, belum ada yang dapat memastikan siapa figur yang akan diusung sebagai capres hingga saat ini.

Sebagian besar dari parpol masih penjajakan sambil melakukan silaturahmi atau komunikasi politik dengan partai lain.

Termasuk KIB, hingga kini koalisi besutan Golkar, PAN dan PPP itu masih menyatakan membuka peluang untuk partai manapun yang ingin bergabung.

Sumber: Tribunnews

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *