Fosil Kepahlawanan

Fosil Kepahlawanan
Yusuf Blegur
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Yusuf Blegur

Hajinews.id – Betapa hebatnya merayakan hari pahlawan di tengah negara diselimuti mentalitas penjahat dan penghianat. Di masa lalu penjajahan melahirkan semangat pembebasan. Kini di alam kemerdekaan, kehidupan rakyat tak ubahnya seperti dalam zaman kolonial. Tak ada lagi nasionalisme dan patriotisme, yang ada hanya bagaimana mengejar jabatan dan materi. Memiliki dan menikmati kekayaan harta benda secara berlebihan, untuk diri sendiri, keluarga dan kelompoknya yang tak habis hingga tujuh turunan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Semakin banyak orang teriak saya Pancasila, semakin banyak bermunculan orang gila. Semakin banyak orang teriak saya NKRI semakin banyak orang tanpa nurani.
Saya cinta Indonesia hanyalah tipu daya. Saya cinta keberagaman hanyalah kedok keculasan. Semua hanyalah seolah-olah, semua hanyalah kamuflase. Slogan keberadaban yang berbusa-busa diucapkan, tak pernah hadir dalam tindakan. Kebenaran dan keadilan telanjang dikangkangi kejahatan. Kemanusiaan telah kalah oleh maraknya perilaku kesetanan.

Kemungkaran seakan telah menjadi keharusan, terlebih bagi para penyelenggara negara. Kewenangan dan kesempatan menjadi modal besar yang melahirkan penyimpangan kebijakan. Negara yang telah menyediakan kekuasaan, memicu orang berbondong-bondong memburunya demi harta dan jabatan. Tak peduli bagaimana cara meraihnya, tak peduli pada prosesnya dan tak peduli pada apa yang akan dikorbankan untuk mendapatkannya. Semua demi keinginan, semua demi kesenangan dan semua demi mumuaskan hawa nafsu yang berkepanjangan. Masa bodoh dengan semua orang, masa bodoh dengan lingkungan sekitar, masa bodoh dengan apa yang terjadi pada negara dan bangsa.

Korupsi tak terbendung dan semakin merajalela, kekerasan dan pembunuhan marak mengancam setiap nyawa anak bangsa. Intimidasi, teror dan ancaman telah menjadi bahasa sehari-hari. Isu, intrik, dan fitnah keji yang mencerai-berai habitat sosial, menguat mewujud pola interaksi yang seiring waktu menyebabkan disintegrasi bangsa. Harga diri dan kehormatan menjadi barang murah. Negara tak ubahnya menjadi tempat berhimpunnya populasi tuna sosial. Ego sentris dan rivalitas yang tidak sehat, terus-menerus membentuk bangunan sistem yang mengokohkan personal dan kelompok yang bersifat, agresor, imperior dan berwatak kanibal. Menang atau kalah, kaya atau miskin, mulia atau hina, dibunuh atau membunuh. Seperti itulah orang dan sistem menyatu, distorsi angkuh menguasai negara sembari mengubur sisi-sisi ketuhanan dan kemanusiaan pada bangsanya.

Rakyat yang memiliki kedaulatan yang sesungguhnya, seketika berubah menjadi pelayan. Sementara wakil rakyat yang seharusnya mengemban amanat, berpesta pora menikmati peran sebagai majikan. Para petinggi negara yang menyandang pejabat dan politisi pelacur, bersama korporasi bertabiat haram jadah asyik dan orgasme memeras keringat, air mata dan darah rakyat kecil. Bagi penyelenggara negara yang hipokrit itu, luka dan penderitaan rakyat merupakan tontonan yang menghibur mereka. Bagai berada di kolosium yang megah, rezim dan elit partai politik dari atas kursi VIP di singgasana, menyaksikan dan menikmati pentas panggung pertarungan gladiator sesama budak yang saling meniadakan. Begitulah kekuasaan, menampilkan perilakunya menikmati kemewahan hidup yang diperoleh dari menukar nyawa rakyatnya sendiri.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *