Dia memutuskan, orang Arab punya hak-hak istimewa dalam segi militer di daerah-daerah taklukan, mereka harus berdiam di kota-kota tertentu yang ditentukan untuk itu, terpisah dari penduduk setempat.
Penduduk setempat harus bayar pajak kepada penakluk Muslimin (umumnya Arab), tetapi mereka dibiarkan hidup dengan aman dan tenteram. Khususnya, mereka tidak dipaksa memeluk Agama Islam. Dari hal itu sudahlah jelas bahwa penaklukan Arab lebih bersifat perang penaklukan nasionalis daripada suatu perang suci meskipun aspek agama bukannya tidak memainkan peranan.
Michael H Hart mengaakan keberhasilan Umar betul-betul mengesankan. Sesudah Nabi Muhammad, dia merupakan tokoh utama dalam hal penyerbuan oleh Islam. Tanpa penaklukan-penaklukannya yang secepat kilat, diragukan apakah Islam bisa tersebar luas sebagaimana dapat disaksikan sekarang ini.
Lebih-lebih, kebanyakan daerah yang ditaklukkan di bawah pemerintahannya tetap menjadi Arab hingga kini. “Jelas, tentu saja, Muhammadlah penggerak utamanya jika dia harus menerima penghargaan terhadap perkembangan ini. Tetapi, akan merupakan kekeliruan berat apabila kita mengecilkan saham peranan Umar,” ujarnya.
Menurutnya, penaklukan-penaklukan yang dilakukan Umar bukanlah akibat otomatis dari inspirasi yang diberikan Muhammad. Perluasan mungkin saja bisa terjadi, tetapi tidaklah akan sampai sebesar itu kalau saja tanpa kepemimpinan Umar yang brilian.
Michael H Hart mengatakan memang akan merupakan kejutan –buat orang Barat yang tidak begitu mengenal Umar— membaca penempatan orang ini lebih tinggi dari pada orang-orang kenamaan seperti Charlemagne atau Julius Caesar dalam urutan daftar buku ini.
“Soalnya, penaklukan oleh bangsa Arab di bawah pimpinan Umar lebih luas daerahnya dan lebih tahan lama dan lebih bermakna ketimbang apa yang diperbuat oleh Charlemagne maupun Julius Caesar,” jelas Michael H Hart.