Amankah Utang Ribuan Triliun Era Jokowi?

Amankah Utang Ribuan Triliun Era Jokowi?
Amankah Utang Ribuan Triliun Era Jokowi?
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



“Jika pola seperti ini terus dipertahankan, ujungnya tentu akan membuat utang pemerintah menjadi tidak sustainable di satu sisi dan krisis utang di sisi lain,” tandasnya.

Perbandingan rasio utang pemerintah terhadap PDB era SBY dan Jokowi

Berdasarkan data Kemenkeu yang dibagikan oleh Prastowo, pada era SBY rasio utang terhadap PDB memperlihatkan tren penurunan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Lihat saja, pada 2004, atau tahun pertama SBY menjabat, rasio utang pemerintah mencapai 57,4 persen. Angka ini turun dibandingkan rasio di tahun sebelumnya, yakni 60,2 persen.

Kemudian, pada 2005 rasio utang kembali turun ke level 48,1 persen. Lalu, turun lagi menjadi 39 persen pada 2006.

Rasio utang ini terus turun hingga akhir periode SBY di 2008. Pada tahun tersebut rasio utang turun menjadi 33 persen.

Pada periode kedua SBY atau di 2009, rasio utang terhadap PDB kembali turun menjadi 28,3 persen. Di tahun berikutnya pun turun lagi menjadi 24,5 persen.

Selanjutnya, pada 2011 rasio utang terhadap PDB turun kembali menjadi 23,1 persen dan pada 2012 turun lagi menjadi 23 persen. Namun, di akhir masa jabatan SBY, yakni 2013 rasio utang kembali naik menjadi masing-masing 24,9 persen. Lalu turun tipis menjadi 24,7 persen pada 2014.

Di era Jokowi, rasio utang terhadap PDB terlihat menunjukkan tren kenaikan. Pada 2015, rasio utang mencapai 27,4 persen. Angka ini naik dari rasio 2014 tadi.

Pada 2016, rasio utang kembali naik menjadi 28,3 persen. Rasio utang pun terus naik hingga akhir masa jabatan Jokowi periode satu. Pada 2017 naik menjadi 29,4 persen, 2018 naik menjadi 29,9 persen, dan 2019 naik menjadi 30,2 persen.

Pada periode kedua Jokowi atau 2020 rasio utang terhadap PDB kembali naik menjadi 38,7 persen. Lalu, naik lagi menjadi 41 persen pada 2021.

Sementara itu, pada 2022 rasio utang terhadap PDB naik menjadi 39,57 persen atau menembus Rp7.733,9 triliun. Mengutip buku APBN KiTa edisi Januari 2023, fluktuasi posisi utang pemerintah pada 2022 dipengaruhi oleh adanya transaksi pembiayaan berupa penerbitan dan pelunasan surat berharga negara (SBN), penarikan dan pelunasan pinjaman, serta perubahan nilai tukar.

“Meskipun demikian, peningkatan (utang Pemerintah Indonesia) tersebut masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal,” catat Kemenkeu dalam laporan tersebut.

Berdasarkan rinciannya, utang pemerintah Indonesia itu terbagi ke dalam beberapa jenis. SBN mendominasi mencapai Rp6.846,89 triliun alias setara 88,53 persen utang Indonesia.

Sedangkan 11,47 persen sisanya dalam bentuk pinjaman, yakni Rp19,67 triliun pinjaman dalam negeri dan Rp867,43 triliun pinjaman luar negeri.

Kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh perbankan dan Bank Indonesia (BI), sedangkan kepemilikan investor asing terus menurun sejak 2019 menyentuh 38,57 persen.

Kemudian hingga akhir 2021 tercatat 19,05 persen dan per Desember 2022 kepemilikan investor asing dalam SBN hanya 14,36 persen.

Kemenkeu mengatakan hal tersebut menjadi upaya pemerintah konsisten dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiditas domestik yang cukup.

Namun, pemerintah akan terus mewaspadai berbagai risiko yang berpotensi meningkatkan cost of borrowing, seperti pengetatan likuiditas global dan dinamika kebijakan moneter negara maju.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *