Kultum 84: Bagaimana Rasulullah SAW Jalankan Perniagaan Khadijah

Bagaimana Rasulullah SAW Jalankan Perniagaan Khadijah
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.id – Sejak muda Rasulullah SAW sudah dikenal dengan cara berdagang secara mandiri dan sukses. Beliau gemar bekerja agar dapat melangsungkan kehidupanya sebagaimana teman-teman yang lain. Suatu kali, beliau dicarikan pekerjaan oleh pamannya Abu Thalib kepada salah satu saudagar kaya raya di daerah Makkah bernama Khadijah binti Khuwailid.

Penulis buku sejarah tentang Rasulullah SAW mengisahkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW mendengar berita, bahwa Khadijah binti Khuwailid mengupah orang-orang Quraisy untuk menjalankan perdagangannya. Jaman sekarang, pekerjaan menjalankan dagang milik juragan disebut sebagai sales atau marketer. Khadijah adalah seorang wanita pedagang yang kaya dan dihormati. Dia berdagang dengan cara mengupah orang yang menjual atau memperdagangkan barang-barang miliknya.

Khadijah berasal dari Keluarga keturunan (Bani) Asad. Dia jadi bertambah kaya setelah dua kali dia menikah dengan keluarga Makhzum. Dia menjalankan dagangannya dengan bantuan Khuwailid sang ayah, dan beberapa orang kepercayaannya. Akhirnya Khadijah menjadi penduduk dan pedaganag yang terkaya di kota Makkah.

Dalam hal berumah tangga, beberapa pemuka Quraisy pernah mencoba melamarnya, tetapi ditolaknya. Kahdijah yakin para pemuka Quraisy itu melamar hanya karena memandang hartanya. Meski hidup tanpa suami, usahanya terus dikembangkan dengan mengupah para sales tersebut.

Ketika Abu Thalib mengetahui, bahwa Khadjah sedang menyiapkan barang-barang yang akan dibawa dan dijual dengan kafilah ke Syam (sekarang Suriah), dia memanggil keponakannya yang saat itu sudah berumur dua puluh lima tahun. Abu Thalib mengatakan, “Wahai Anakku, Aku ini bukan orang kaya. Keadaan makin menekan kita juga. Aku mendengar, bahwa Khadijah mengupah para pedagang dengan dua ekor anak unta. Bagaimana kalau hal ini kubicarakan dengan dia?”

Rasulullah SAW menjawab, “Terserah paman saja”. Maka Abu Thalib pergi menemui Khadijah dan bertanya, “Khadijah, setujukah kau mengupah Muhammad. Aku mendengar engkau mengupah orang dengan dua ekor anak unta. Tapi buat Muhammad, aku tidak setuju kalau kurang dari empat ekor”. Khadijah menjawab, “Kalau permintaanmu itu buat orang yang jauh dan tidak kusukai, akan kukabulkan, apalagi buat orang yang dekat dan kusukai”.

Sang paman kembali dan menceritakan hal itu kepada keponakannya, “Wahai Muhammad, Ini adalah rezeki yang dilimpahkan Tuhan kepadamu”. Singkat cerita, mulailah Muhammad bin Abdullah menjadi salesnya Khdijah sang janda yang seorang saudagar cantik dan terkaya di Makkah.

Sementara itu, sebagai seorang sales, Muhammad tidak pernah mengambil untung banyak. Beliau mengambil untung sewajarnya saja. Hal itu dilandasi oleh pikiran bahwa bukan uang yang dicarinya, tapi keberkahan dari Allah Subhanahu wata’ala. Belum juga menjadi Rasul, ternyata cara berdagang seperti ini sudah sejalan dengan firman Allah yang kelak di belakang hari akan beliau sampaikan kepada para sahabatnya. Allah berfirman,

مَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الْاٰخِرَةِ نَزِدْ لَهٗ فِيْ

حَرْثِهٖۚ وَمَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهٖ

مِنْهَاۙ وَمَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ نَّصِيْبٍ

Artinya:

Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat (QS. Asy-Syura, ayat 20).

Seiring berjalannya waktu sebagai pedagang, baliau juga mengalami hal-hal yang serupa dengan pedagang lain. Beliau juga mengalami saat-saat yang ada kalanya sepi, ada saatnya ramai. Ada kalanya untung banyak, tapi kadang juga rugi. Namun secara umum, apa yang dialami Rasulullah SAW berbeda dengan yang dialami para pedagang yang sekafilah dengan beliau.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *