Robohnya Guru Bangsa

Robohnya Guru Bangsa
Smith Alhadar
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Smith Alhadar, Penasihat Institute for Democracy Education (IDe)

Hajinews.id – MENJELANG matahari terbenam di kala gerimis mulai turun, seorang guru bangsa yang lelah menangis sesunggukan. “Tidak ada lagi kebaikan yang tersisa dari rezim ini.” Memang sudah lama orang-orang pandai di negeri ini meninggalkan rakyat untuk hidup selingkuh dengan rezim. Bahkan, mereka ikut mengorkestrasi tentang kehebatan Mukidi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tinggal sedikit orang bijak bestari yang coba menahan laju kebinasaan negara. Tapi tampaknya mereka tak bakal kuat bertahan lama. Rezim Mukidi terlalu kuat, didukung legislatif, yudikatif, tentara, polisi, intelijen, buzzerRp, dan oligarki. Terlebih, rakyat banyak yang jahil, militan, dan fanatik.

“Ampun ya Tuhan, aku yg salah,” kata guru bangsa dengan tubuh yang terguncang. Memang dulu ketika Mukidi muncul sebagai capres, guru bangsa adalah orang pertama yang bersyukur kepada Tuhan sambil berseru kepada rakyat: “Tuhan telah merahmati bangsa ini melalui Mukidi yang akan membuat kita menjadi bangsa yang kuat, maju, dan makmur. Maka, tak usah pikir panjang lagi, pilihlah dia yang, melalui revolusi mentalnya, marwah kita sebagai bangsa tak diremehkan lagi.”

Tapi tak lama, setelah Mukidi berkuasa, penyelewengan mulai terjadi. Orang-orang kritis mulai bersuara. Mahasiswa mulai protes. Guru bangsa juga mulai gusar. Tapi ia masih membela kebijakan Mukidi. “Kita tak tahu apa maksud Mukidi melemahkan KPK, tapi pasti ada niat baik di balik itu,” kata guru bangsa coba menenangkan mereka yang marah.

Para buzzerRp malah menumpahkan sumpah serapah: “Yang marah itu adalah kadrun picik, pendukung khilafah, yang otaknya terletak di anus.” Bagaimana pun, diam-diam guru bangsa menelpon Mukidi menanyakan alasan rasional di balik pelemahan lembaga antirasuah itu. “Saya terpaksa mengurangi wewenangnya agar tak disalahgunakan para Taliban di dalam KPK itu sendiri. Ini juga sudah sesuai dengan rencana saya melipatgandakan pertumbuhan ekonomi melalui investasi besar-besaran yang terganggu gara-gara kiprah KPK yang terlalu ganas.”

Guru bangsa langsung menutup telepon dengan wajah agak jengkel. Tapi dia masih bergumam, “Bisa saja Mukidi benar. Mungkin saya saja yang terlalu sensitif terhadap korupsi,” kata guru bangsa dalam hati coba meneguhkan kepercayaan dirinya yang mulai goyah. Sementara pertentangan kaum kritis dengan rezim makin tajam. “Rezim Mukidi kian memperlihatkan kepongahannya. Harus dihentikan!”

Tapi suara kaum kritis tenggelam di tengah hiruk-pikuk para pendusta yang memanipulasi realitas untuk menjaga dukungan pada rezim. Khalayak banyak yang siap untuk didustai senang bukan main mendengar puji-pujian kepada Mukidi yang datang dari para menteri, intelektual palsu, dan buzzerRp. Bagaimana pun, guru bangsa mulai khawatir: kalau akal sehat publik tak dijaga, kalau pertukaran gagasan dimatikan, kegelapan akan menguasai bangsa. “Ah, ini cuma bersifat sementara, besok pagi matahari pasti masih akan terbit,” kata guru bangsa meyakinkan dirinya.

Namun, seiring perjalanan waktu, nurani dan akal sehatnya makin sering diganggu oleh kebijakan-kebijakan rezim yang tidak pro-rakyat. Juga tidak pro-negara. Hanya elite parpol, oligarki, dan rezim komunis Cina yang diuntungkan. Kini guru bangsa lebih banyak mengunci diri dalam rumah. Makin jarang ia membaca berita yang diproduksi kubu Mukidi. Bahkan, hasil survei yang menyatakan mayoritas rakyat puas pada kinerja Mukidi tak ia percayai. “Tak masuk akal,” katanya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *