Muhammadiyah dan Islam Moderat: Catatan Atas Buku “Moderasi Keindonesiaan dalam Pendidikan Islam, sebuah Telaah Kritis Pemikiran Haedar Nashir”

Muhammadiyah dan Islam Moderat
Buku "Moderasi Keindonesiaan dalam Pendidikan Islam, sebuah Telaah Kritis Pemikiran Haedar Nashir"
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Penstigmaan radikalisme pada Islam dan orang-orang Islam adalah sebuah “misleading”. Radikalisme adalah persoalan non-sektarian. Moderasi keindonesiaan diperlukan kepada semua bentuk ekstrimitas. Jika stigmatisasi dipaksakan pada agama Islam, akan membuat kecurigaan ummat Islam bahwa ada upaya pengucilan terhadap Islam. Hal ini kontra produktif untuk membangun kebersamaan sebuah bangsa. Padahal, Indonesia dalam kemajemukannya membutuhkan manajemen persatuan bukan dominasi sebuah kelompok.

4. Pembangunan Bersifat Holistik

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pembangunan, menurut Haedar, harus holistik. Artinya, pembangunan itu bukan sekedar fisik melainkan pembangunan (karakter) manusia juga. Pembangunan fisik seringkali kelihatan megah namun sering kehilangan makna, seperti keserakahan manusia. Melalui pembangunan manusia, dengan menanamkan moral dan karakter, akan menciptakan manusia beriman dan sekaligus produktif.

Selain itu, pembangunan juga harus ditujukan kepada semua golongan dan lapisan masyarakat agar maknanya dapat dirasakan semua masyarakat.

5. Islam, Indonesia dan Pendidikan

Pendidikan merupakan strategi kebudayaan, bukan sekedar perubahan kognitif. Selama ini, menurut Haedar, pendidikan telah menjadi sub-sistem kapitalisme. Dengan posisi itu, pendidikan akhirnya hanya alat untuk menghasilkan manusia-manusia yang melayani kepentingan pasar. Posisi ini membuat manusia kehilangan kemanusiaannya.

Untuk merubah sistem pendidikan yang ada, negara harus memasukkan visi Iman dan Taqwa dalam pendidikan. Haedar mengkritik pemerintah yang menghilangkan aspek agama dalam Visi Pendidikan 2035. Seharusnya kita mencontoh keberhasilan barat yang bersandar pada etika Protestan, China bersandar pada Confusionisme, Jepang pada Tao dan Tokugawa, serta lainnya.

Selain itu, strategi kebudayaan juga dimaksudkan untuk membangun solidaritas sosial dan menjadikan pendidikan sebagai alat moderasi keindonesiaan.

Sedikit Catatan Kritis

Meskipun sedikit disinggung soal Islam Berkemajuan, sebagai paradigma Muhammadiyah, namun dalam buku ini tidak dikupas secara dalam perbedaan paradigma Islam Berkemajuan versus Islam Moderat, yang dipikirkan Haedar Nashir. Penekanan pada kosa kata moderasi menunjukkan pergeseran dari kosa kata berkemajuan, yang selama ini dikenal. Meskipun, boleh jadi prinsip-prinsip berkemajuan tetap tersampaikan dalam buku ini.

Hal lain adalah kosa kata moderasi sebagai upaya menggantikan diksi deradikalisasi dapat menjebak akan adanya penyebutan “Islam Moderat“, sebuah istilah yang menambah kebingungan atas diksi yang telah ada seperti ” Islam Liberal” dan “Islam Nusantara”. Mungkin, sebagai alat analisa hal tersebut dapat ditolerir asalkan jangan menjadi label baru.

Demikianlah resensi buku ini. Semoga berkenan membeli buku tersebut.

(Salam Perubahan,
Dari Danau Toba-Sumatera Utara)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *