Hikmah Malam: Tawaf dan Sa’i Itu Untuk Berdzikir, Bukan Perkataan Selainnya

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Ibadah haji dan Umrah adalah Ibadah untuk berdzikir kepada Allah, mengingat Allah serta mengagungkannya. Sangat tidak bijak jika ibadah haji dan umrah ketika tawaf atau sa’i digunakan untuk hal-hal tujuan dunia atau yang terkait dengan dunia semisal bernyanyi, berpantun atau menyebut-nyebut slogan kelompok dan kepentingan tertentu dan sebagainya.

Ibadah haji dan umrah adalah di antara syiar Allah, bukan untuk mensyiarkan dunia atau kelompok tertentu dengan slogan-slogan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Allah Ta’ala berfirman,

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺼَّﻔَﺎ ﻭَﺍﻟْﻤَﺮْﻭَﺓَ ﻣِﻦْ ﺷَﻌَﺎﺋِﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓَﻤَﻦْ ﺣَﺞَّ ﺍﻟْﺒَﻴْﺖَ ﺃَﻭِ ﺍﻋْﺘَﻤَﺮَ ﻓَﻠَﺎ ﺟُﻨَﺎﺡَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﻥْ ﻳَﻄَّﻮَّﻑَ ﺑِﻬِﻤَﺎ ﻭَﻣَﻦْ ﺗَﻄَﻮَّﻉَ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺷَﺎﻛِﺮٌ ﻋَﻠِﻴﻢٌ

“Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebahagian dari syiar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau melakukan umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan thawaf (baca: sa’i) antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui” (QS. Al Baqarah: 158)

Dan memang fokus ibadah haji adalah berdzikir dan mengagungkan Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺇﻧﻤﺎ ﺟﻌﻞ ﺍﻟﻄﻮﺍﻑ ﺑًﺎﻟﺒﻴﺖ ﻭﺑﻴﻦ ﺍﻟﺼﻔﺎ ﻭﺍﻟﻤﺮﻭﺓ ﻭﺭﻣﻲ ﺍﻟﺠﻤﺎﺭ ﻹﻗﺎﻣﺔ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻠﻪ

“Sesungguhnya disyariatkan thawaf di Baitullah dan (Sa’i) antara shafa dan marwah, ibadah melempar jumrah adalah untuk berdzikir kepada Allah”[1]

An-Nawawi menjelaskan bolehnya berbicara ketika thawaf (demikian juga sa’i) dan tidak membatalkan, akan tetapi yang lebih utama adalah meninggalkannya. Beliau berkata,

ﻳﺠﻮﺯ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﻄﻮﺍﻑ ﻭﻻ ﻳﺒﻄﻞ ﺑﻪ ﻭﻻ ﻳﻜﺮﻩ ﻟﻜﻦ ﺍﻷﻭﻟﻰ ﺗﺮﻛﻪ

“Boleh berbicara ketika tawaf, tidak membatalkan dan tidaklah makruh hukumnya, akan tetapi lebih utama meninggalkannya.”[2]

Syaikh Shalih Al-Fauzan juga menjelaskan bolehnya berbicara ketika tawaf, akan tetapi hendaknya disibukkan dengan doa dan dzikir. Beliau berkata,

فالكلام في حال الطواف جائز، لكن الأولى للمسلم الذي يطوف بيت الله تعالى أن يشتغل بالعبادة والذكر والدعاء ولا يشتغل بالكلام

“Berbicara ketika tawaf boleh, akan tetapi lebih utama bagi seorang muslim menyibukkan diri dengan ibadah, dzikir dan doa, hendaklah tidak sibuk dengan berbicara.”[3]

Bagaimana seseorang bisa khusyu’ jika terlalu banyak berbicara atau mengucapkan slogan kelompok tertentu?
Syaikh Al-‘Utsaimin berkata,

ﻭﺍﻟﻼﺋﻖ ﺑﺎﻟﻤﺴﻠﻢ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﻋﺒﺎﺩﺓ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻭﻗﻮﺭﺍً ﻭﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺧﺎﺷﻌﺎً ﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﻣﺴﺘﺤﻀﺮﺍً ﻋﻈﻤﺔ ﻣﻦ ﻳﺘﻌﺒﺪ ﻟﻪ

“Yang layak bagi seorang muslim (ketika tawaf dan sa’i) adalah beribadah dengan tenang dan khusyu’ kepada Allah dan menghadirkan hati akan kebesaran Dzat yang ia sembah.”[4]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Catatakan kaki:

[1] HR. Abu Daud no. 1888, didhaifkan Al Albani dalam Dhaif Sunan Abi Daud, akan tetapi maknanya shahih sesuai dalam Al-Quran

[2] Syarh Nawawi ‘Ala Shahih Muslim

[3] Sumber: https://ar.islamway.net/fatwa/6859

[4] Sumber: http://binothaimeen.net/content/7232

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *