Prof Quraish Shihab: Setiap Anak Dilahirkan dalam Keadaan Suci

Setiap Anak Dilahirkan dalam Keadaan Suci
Muslim kid pray

Hajinews.co.id – Prof Dr M Quraish Shihab mengatakan kecenderungan manusia terhadap kebaikan, atau pandangan tentang kesucian manusia sejak lahir disampaikan dalam hadis-hadis Nabi SAW.

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah), hanya saja kedua orang-tuanya (lingkungannya) yang menjadikan dia Yahudi , Nasrani , atau Majusi ” (HR Bukhari).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Seorang sahabat Nabi Muhammad SAW bernama Wabishah bin Ma’bad berkunjung kepada Nabi SAW, lalu beliau menyapanya dengan bersabda:

Engkau datang menanyakan kebaikan?” “Benar, wahai Rasul,” jawab Wabishah. “Tanyailah hatimu! “Kebajikan adalah sesuatu yang tenang terhadap jiwa, dan yang tenteram terhadap hati, sedangkan dosa adalah yang mengacaukan hati dan membimbangkan dada, walaupun setelah orang memberimu fatwa.” (HR Ahmad dan Ad-Darimi).

Quraish Shihab dalam bukunya berjudul “Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat” (Mizan, 2007) menjelaskan dengan demikian menjadi amat wajar jika ditemukan ayat-ayat Al-Quran yang mengisyaratkan bahwa manusia pada hakikatnya –setidaknya pada awal masa perkembangan– tidak akan sulit melakukan kebajikan, berbeda halnya dengan melakukan keburukan.

Salah satu frase dalam surat Al-Baqarah ayat 286 menyatakan, “Untuk manusia ganjaran bagi perbuatan baik yang dilakukannya dan sanksi bagi perbuatan (buruk) yang dilakukannya.”

Oleh beberapa ulama, kata Quraish, frase ini kerap dijadikan sebagai bukti apa yang disebut di atas. Dalam terjemahan di atas terlihat bahwa kalimat “yang dilakukan” terulang dua kali: yang pertama adalah terjemahan dari kata kasabat dan kedua terjemahan dan kata iktasabat.

Syaikh Muhammad Abduh dalam tafsir Al-Manar menyatakan kata iktasabat, dan semua kata yang berpatron demikian, memberi arti adanya semacam upaya sungguh-sungguh dari pelakunya, berbeda dengan kasabat yang berarti dilakukan dengan mudah tanpa pemaksaan.

Dalam ayat di atas, perbuatan-perbuatan manusia yang buruk dinyatakan dengan iktasabat, sedangkan perbuatan yang baik dengan kasabat. Ini menandakan bahwa fitrah manusia pada dasarnya cenderung kepada kebaikan, sehingga dapat melakukan kebaikan dengan mudah.

Berbeda halnya dengan keburukan yang harus dilakukannya dengan susah payah dan keterpaksaan (ini tentu pada saat fitrah manusia masih berada dalam kesuciannya).

Potensi yang dimiliki manusia untuk melakukan kebaikan dan keburukan, serta kecenderungannya yang mendasar kepada kebaikan, seharusnya mengantarkan manusia memperkenankan perintah Allah (agama-Nya) yang dinyatakan-Nya sesuai dengan fitrah (asal kejadian manusia).

Dalam Al-Quran surat Ar-Rum (30) : 30 dinyatakan, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Al1ah). Itulah fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fithrah itu.”

Di sisi lain, karena kebajikan merupakan pilihan dasar manusia, kelak di hari kemudian pada saat pertanggungjawaban, sang manusia dihadapkan kepada dirinya sendiri:

Bacalah kitab amalmu (catatan perbuatanmu); cukuplah engkau sendiri yang melakukan perhitungan atas dirimu” ( QS Al-Isra’ [17] : 14).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *