Pokok Pikiran MUI Jatim Terkait Fenomena Pengucapan Salam Lintas Agama dalam Acara Resmi

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, hajinews.id—Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur mengeluarkan pokok-pokok pikiran dalam tajuk berjudul, Tausyiah MUI Provinsi Jatim Terkait dengan Fenomena Pengucapan Salam Lintas Agama dalam Sambutan-sambutan di Acara Resmi.

Tausyiah MUI Jatim dikeluarkan 11 Rabiul Awal 1441 H atau Jumat 8 November 2019 dan ditandatangani oleh Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori dan Sekretaris Umum MUI Jataim, H. Ainul Yaqin, S.Si. 

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Akhir-akhir ini berkembang kebiasaan, seseorang dalam membuka sambutan atau pidato di acara-acara resmi sering kali menyampaikan salam atau kalimat pembuka dari semua agama. Hal ini muncul dilandasi motivasi untuk meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama agar terjalin lebih harmonis sehingga dapat memperkokoh kesatuan bangsa dan keutuhan NKRI. 

Namun demikian, mengingat bahwa ucapan salam mempunyai keterkaitan dengan ajaran yang bersifat ibadah, maka Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jawa Timur merujuk pada rekomendasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI 11-13 Oktober 2019 di Nusa Tenggara Barat, perlu menyampaikan taushiyah dan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:

1. Bahwa agama adalah sistem keyakinan yang didalamnya mengandung ajaran yang berkaitan dengan masalah aqidah dan sistem peribadatan yang bersifat eksklusif bagi pemeluknya, sehingga meniscayakan adanya perbedaan-perebedaan antara agama satu dengan agama yang lain.

2. Dalam kehidupan bersama di suatu masyarakat majemuk, lebih-lebih Indonesia yang mempunyai semboyan Bhinneka tunggal ika, adanya perbedaan-perbedaan menuntut adanya toleransi dalam menyikapi perbedaan.

3. Dalam mengimplementasikan toleransi antar umat beragama, perlu ada kriteria dan batasannya agar tidak merusak kemurnian ajaran agama.Prinsip tolerasi pada dasarnya bukan menggabungkan, menyeragamkan atau menyamakan yang berbeda, tetapi toleransi adalah kesiapan menerima adanya perbedaan dengan cara bersedia untuk hidup bersama di masyarakat dengan prinsip menghormati masing-masing fihak yang berbeda.

4. Islam pada dasarnya sangat menjunjung tinggi prinsip toleransi, yang antara lain diwujudkan dalam ajaran tidak ada paksaan dalam agama (QS. al-Baqarah [2]: 256); prinsip tidak mencampur aduk ajaran agama dalam konsep “Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku sendiri”. (QS. al-Kafirun [109]: prinsip kebolehan berinteraksi dan berbuat baik dalam lingkup muamalah (QS. al-Mumtahanah [60]: dan prinsip berlaku adil kepada siapapun (QS. al-Ma’idah [8]:

5. Jika dicermati, salam adalah ungkapan do’a yang merujuk pada keyakinan dari agama tertentu. Sebagai contoh, salam umat Islam, “Assalaamu’alaikum” yang artinya “semoga Allah mencurahkan keselamatan kepada kalian”. Ungkapan ini adalah do’a yang ditujukan kepada Allah Swt, Tuhan yang Maha Esa, yang tidak ada Tuhan selain Dia. Salam umat Budha, “Namo buddaya”, artinya terpujilah Sang Budha satu ungkapan yang tidak terpisahkan dengan keyakinan umat Budha tentang Sidarta Gautama. Ungkapan pembuka dari agama Hindu, “Om swasti astu”. Om, adalah panggilan umat Hindu khususnya di Bali kepada Tuhan yang mereka yakini yaitu “Sang Yang Widhi”. “Om”,seruan ini untuk memanjatkan do’a atau puja dan puji pada Tuhan yang tidak lain dalam keyakinan Hindu adalah Sang Yang Widhi tersebut. Lalu kata swasti, dari kata su yang artinya baik, dan asti artinya bahagia. Sedangkan Astu artinya semoga. Dengan demikian ungkapan Om swasti astu kurang lebih artinya, “semoga Sang Yang Widhi mencurahkan kebaikan dan kebahagiaan”.

6. Bahwa doa’ adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ibadah. Bahkan di dalam Islam do’a adalah inti dari ibadah. Pengucapan salam pembuka menurut Islam bukan sekedar basa basi tetapi do’a. 

7. Mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bid’ah yang tidak pernah ada di masa yang lalu, minimal mengandung nilai syubhat yang patut dihindari.

8. Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jawa Timur menyerukan kepada umat Islam khususnya dan kepada pemangku kebijakan agar dalam persoalan salam pembuka dilakukan sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Untuk umat Islam cukup mengucapkan kalimat, “Assalaamu’alaikum. Wr. Wb.”

Dengan demikian bagi umat Islam akan dapat terhindar dari perbuatan syubhat yang dapat merusak kemurnian dari agama yang dianutnya. Demikian taushiyah / pokok-pokok pikiran dari MUI Provinsi Jawa Timur.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *