RMI Minta Pemerintah Jangan Paksakan New Normal  

Abdul Ghafar Rozin dan Hayatul Maki
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



SEMARANG, hajinews.id- Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI-PBNU) atau Asosiasi Pesantren Indonesia KH KH Abdul Ghaffar Rozin (Gus Rozin)  meminta pemerintah jangan memaksakan new normal di pondok pesantren jika tidak siap.

Dalam siaran pers yang dikirimkan ke media, pengasuh pondok pesantren Maslakul Huda (PPMH) Kajen, Margoyoso, Pati itu menyebutkan, jumlah dan pertumbuhan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 masih tinggi dan mengkhawatirkan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Persebarannya juga makin meluas. Sementara prasyarat untuk mencegah penularan Covid-19, terutama jaga jarak (social/physical distancing), semakin sulit diwujudkan.

‘’Keadaan demikian seharusnya membuat pemerintah tetap waspada dan memastikan aturan seperti PSBB dapat berjalan secara efektif. Namun, justru yang dirasakan adalah pelonggaran terhadap PSBB dan pemerintah akan segera melaksanakan new normal (Kelaziman Baru). Hal ini sangat berisiko bagi makin luas dan besarnya persebaran Covid-19 termasuk dalam lembaga pendidikan,’’ katanya.

Gus Rozin menilai, terhadap pesantren, pemerintah belum memiliki perhatian dan kebijakan khusus untuk menangani Covid-19. “Namun, tiba-tiba pemerintah mendorong agak terlaksana New Normal dalam kehidupan pesantren. Hal demikian tentu saja mengkhawatirkan. Alih-alih untuk menyelematkan pesantren dari Covid-19, pesantren yang berbasis komunitas dan cenderung komunal justru dapat menjadi klaster baru pandemi Covid-19. Sesuatu yang sepatutnya dihindari,’’ tuturnya.

Untuk itu RMI PBNU menyatakan bahwa pelaksanaan new normal di pesantren tidak dapat dilakukan jika tidak ada dukungan pemerintah untuk tiga hal berikut, yaitu Kebijakan pemerintah yang kongkrit dan berpihak sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam menjaga pesantren dari risiko penyebaran virus covid 19.

Kedua, dukungan fasilitas kesehatan untuk pemenuhan pelaksanaan protokol kesehatan, seperti rapid test, hand sanitizer, akses pengobatan dan tenaga ahli kesehatan. Ketiga, dukungan sarana dan fasilitas pendidikan meliputi fasilitas pembelajaran online bagi santri yang belum bisa kembali ke pesantren dan biaya pendidikan ( Syahriyah/SPP dan Kitab ) bagi santri yang terdampak secara ekonomi.

“Apabila tidak ada kebijakan nyata untuk tiga hal tersebut maka RMI PBNU menyarankan pesantren memperpanjang masa belajar di rumah,’’ tegasnya.

RMI juga menghimbau agar setiap keputusan yang diambil terkait dengan nasib pesantren harus melibatkan kalangan pesantren.

Sementara itu Ketua Forum Kiai Tahlil Nasional (FKTN) KH Hayatul Makky (Gus Hayat) mengatakan, new normal harus menjamin kesehatan warga pesantren.
“Pemerintah hendaknya memperhatikan kesehatan masyarakat khususnya adalah kesehatan pondok pesantren dan kegiatan keagaamaan, jangan hanya fokus kepada kegiatan ekonomi,’’ katanya.

Menurut pengasuh pesantren Alif Baa Tanbighul Ghofilin Mantianom Banjarnegara itu, pondok pesantren adalah merupakan pendidikan tradisional sudah berdiri ratusan tahun lalu merupakan masyarakat komunal yang selalu bersama-sama kiai, santri dan masyarakat dalam 24 jam.

“Kami Forum Kiai Tahlil Indonesia, meminta agar pemerintah membuka kembali pesantren dengan sistem new normal (normal baru), tetapi disesuaikan dengan protokol kesehatan,’’ tegasnya.

Pemerintah diharapkan menyediakan bantuan tim medis dan peralatan rapid test serta peralatan alat pelindung diri (APD) yang memadai. (agus f/fur).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *