Dari Jabir bin Samuroh As-Suwaiy, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يُطِيلُ الْمَوْعِظَةَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِنَّمَا هُنَّ كَلِمَاتٌ يَسِيرَاتٌ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memberi nasihat ketika hari Jumat tidak begitu panjang. Kalimat yang beliau sampaikan adalah kalimat yang singkat.” (HR. Abu Daud no. 1107. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Lihatlah pula contoh sahabat yang mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Wa’il berkata,
خَطَبَنَا عَمَّارٌ فَأَبْلَغَ وَأَوْجَزَ فَلَمَّا نَزَلَ قُلْنَا يَا أَبَا الْيَقْظَانِ لَقَدْ أَبْلَغْتَ وَأَوْجَزْتَ فَلَوْ كُنْتَ تَنَفَّسْتَ
‘Ammar pernah berkhutbah di hadapan kami lalu dia menyampaikan (isi khutbahnya) dengan singkat. Tatkala beliau turun (dari mimbar), kami mengatakan, “Wahai Abul Yaqzhon, sungguh engkau telah berkhutbah begitu singkat. Coba kalau engkau sedikit memperlama.”
Kemudian Ammar berkata,
إِنَّ طُولَ صَلاَةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ فَأَطِيلُوا الصَّلاَةَ وَأَقْصِرُوا الْخُطْبَةَ فَإِنَّ مِنَ الْبَيَانِ سِحْراً
“Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan singkatnya khutbah merupakan tanda kefaqihan dirinya (paham akan agama). Maka perlamalah salat dan buat singkatlah khutbah. Karena penjelasan itu bisa mensihir.” (HR. Muslim no. 869 dan Ahmad 4: 263. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan menjelaskan bahwa ringkasnya khutbah dan mengarah langsung pada isi, itu dalil akan kecerdasan dan pemahaman yang baik dari seorang khatib. Karena ia bisa menghimpun khutbah yang sebenarnya panjang namun dengan kata-kata yang ringkas.
Imam Syafi’i menyebutkan dalam kitab Al-Umm,
وَأَحَبُّ أَنْ يَكُوْنَ كَلاَمُهُ قَصْدًا بَلِيْغًا جَامِعًا
“Yang paling disukai adalah jika kalimat dalam ceramah atau khutbah itu bersifat pertengahan, jelas dan ringkas namun berisi.” (Al-Umm, 1: 230)
Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan menerangkan kembali bahwa panjangnya khutbah menunjukkan akan kurang pandainya khatib, kurang mengilmui dan kurang bisa memberikan penerangan. Karena ceramah yang baik adalah yang bisa memperhatikan kondisi dan keadaan orang yang diajak bicara. (Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 4: 34)
(M Abduh Tuasikal/Rumaysho/fur).