NU Dan Keterlambatan-Keterlambatannya

NU Dan Keterlambatan-Keterlambatannya
NU Dan Keterlambatan-Keterlambatannya. Foto/dok
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Dulu, NU diledek tidak bisa membuat kampus maju seperti Muhammadiyah, kini anggapan tersebut bisa dibantah. Ada beberapa kampus terbaik NU, antara lain Universitas Islam Malang dan Universitas NU Surabaya (UNUSA), juga UNUSIA Jakarta.

Lembaga-lembaga ini menjadi contoh progresifitas di bidang manajemen pendidikan. Di berbagai daerah juga mulai berdiri kampus NU, yang meski perlahan-lahan, namun menunjukkan perkembangan yang bagus. Penulis yang menjadi salah satu pengurus Lembaga Pendidikan Tinggi (LPT) NU Jawa Timur, hampir setiap hari mendapatkan laporan perkembangan kampus NU di berbagai daerah melalui grup Whatsapp.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ketiga, mengejar ketertinggalan di bidang pendidikan. Dulu, pada tahun 1950, KH. A. Wahid Hasyim menilai apabila mencari sarjana di tubuh NU sama sulitnya dengan mencari penjual es di tengah malam. Kini, setengah abad berlalu, pesimisme Kiai Wahid dibayar tuntas. Dalam kurun 30 tahun terakhir, dengan gerbong yang dimotori putranya sendiri, KH. Abdurrahman Wahid, NU melewati dinamika luar biasa.

Anak-anak muda NU bukan hanya menjadi alumni universitas di Timur Tengah, melainkan juga Barat. Wawasan keagamaan mereka meningkat melalui persentuhan dengan peradaban lain, atau dalam istilah Gus Dur disebut dengan “Islam Kosmopolitan”. Adanya ISNU alias Ikatan Sarjana NU maupun Lakpesdam memang bagus dalam mewadahi para intelektual NU.

Kini, amunisi NU di bidang pendidikan dan pemikiran komplit. Mencari magister, doctor, dan professor NU di bidang apapun ada.

Kaderisasi ulama juga bagus. Kini, para ulama muda tampil, ada KH. Afifuddin Dimyathi (Jombang) melalui karya-karyanya, KH. Bahauddin Nursalim (Rembang) melalui kajian-kajian ilmiahnya, dan KH. Yahya Cholil Tsaquf melalui kiprah internasionalnya. Ini belum lagi menghitung kontribusi mubaligh seperti Gus Muftah dan Gus Muwafiq dengan gayanya masing-masing yang khas.

Jika masih kurang, ada lagi intelektual yang mahir dalam kajian keilmuan Islam klasik dan modern maupun cantolan referensi Baratnya yang membludak. Siapa? Prof. Nadirsyah Hosen, Ph.D. Ada juga Gus Ulil Abshar Abdalla yang kini melakukan gebrakan dengan kajian online dua kitab babon di bidang tasawuf: Ihya Ulumiddin dan al-Hikam.

Forum bahtsul masa-il di berbagai daerah, biasanya digerakkan oleh MWC maupun PC juga bagus. Apalagi? Cek keberadaan Aswaja Center di berbagai daerah yang menjadi kawah candradimuka para pejuang ideologis NU. PKPNU dan MKNU juga bagus dalam penguatan karakteristik para muharrik NU. Penerbit-penerbit buku ke-NU-an kini juga semakin percaya diri melakukan bantahan terhadap buku Wahabi maupun penguatan ke-aswaja-an.

Keempat, di bidang ekonomi. Ini adalah tantangan paling serius dalam menyongsong satu abad NU. Potensi jumlah warga NU belum termanfaatkan secara baik. Kalaupun ada unit usaha milik NU, maupun dikelola Banom NU, biasanya masih membutuhkan manajerial yang bagus. Keberadan paguyuban Saudagar NU masih elitis, dan organisasi seperti Himpunan Pengusaha NU juga belum banyak berkontribusi dalam peningkatan gerakan santripreneurship di kalangan masyarakat NU.
Kelima, penguasaan media. Sebelum tahun 2015, NU babak belur di media sosial.

Di dunia maya, kalau kita ketik “Apa Hukum Tahlilan?” maka yang keluar adalah jawaban bid’ah dhlalalah, mengandung kesyirikan, dan sebagainya, yang dikeluarkan oleh top rangking media Wahabi. Maklum juga, dulu Menkominfo dijabat oleh Tifatul Sembiring dari PKS. Namun, ketika Menkominfo dijabat oleh Rudiantara, sejak 2014, maka kebijakan menteri ini adalah menutup website porno dan ekstremis. Dampaknya, beberapa website yang selama ini melancarkan fitnah kepada NU juga ikut tergulung.

Masih ingat website PKSPiyungan yang banyak hoaks, atau arrahmah.co(.) yang meresahkan karena menyebarkan konten terorisme itu? Dalam istilah lain, ditutupnya website beginian serta merta juga menghilangkan sumber kopi paste dalil bagi para pemfitnah NU.

Dan, yang pantas disyukuri, sejak awal 2019, media milik NU atau yang dikelola oleh jaringan santri ini, mulai merangkak naik. NU Online, misalnya, menduduki puncak klasemen sebagai media online yang sering dirujuk dalam kajian keislaman. Disusul oleh Islami.co dan Alif.id yang notabene dikelola oleh jaringan kaum muda NU.

Selanjutnya ada bincangsyariah.co yang dikelola oleh anak-anak muda yang secara afiliasi ideologis dan gerakan selaras dengan NU.

Melalui berbagai ulasan di atas, di mana NU selalu ketinggalan terlebih dulu, namun bisa menyusul di etape terakhir, mengingatkan saya pada slogan “Lakon mesti menang keri!”. Tak perlu pesimis dengan celotehan orang-orang yang menanamkan “keraguan” terhadap organisasi ini.

Ayo berkhidmah dengan ikhlas.

Jangan pernah bertanya kita dapat apa dari NU? Melainkan, apa yang akan kita persembahkan untuk NU.
Siap menjadi ujung tombak, sekaligus ujung tombok!

Wallahu A’lam Bisshawab

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *