Hikmah Pagi: Keluarga, sebuah mandat khusus dari Allah SWT

Print
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Maria A.Alcaff

_Keluarga, sebuah mandat khusus tentang kerjasama antar manusia, berlandaskan iman, bertiangkan ibadah, beratapkan Kalimatillah, bertujuan Ridho Allah_.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Definisi umum tentang keluarga adalah kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah, hubungan perkawinan, dan adopsi.

Menurut penulis, pada definisi ini ada pengertian kerjasama antar pribadi-pribadi dalam menjalankan peran dalam rumah tangga. Dan karena terikat dalam perkawinan, maka akan ada peran suami yang kemudian Ayah, ada peran istri yang kemudian Ibu, serta peran anak.

Sebagai muslimah, pandangan tentunya harus didekatkan pada sumber ajaran Islam. Karena secara pribadi, pengalaman ketika memulai untuk berkeluarga didasarkan pada pemahaman penulis dan suami bahwa pernikahan yang merupakan pintu gerbang membangun keluarga adalah bagian dari tugas kita sebagai muslim/muslimah.

Pandangan tentang keluarga, merupakan sebuah mandat khusus tentang kerjasama manusia dalam membangun peradaban manusia yang perjanjiannya langsung kepada Sang Maha Pencipta, di mana tujuannya adalah mencapai Ridho Allah SWT.

Ditilik dari sumber-sumber referensi yang melandasi tulisan ini, antara lain tersebut sebagaimana tertuang dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 30, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”, dalam penafsiran awam adalah, Allah menitipkan dunia ciptaanNya ini untuk dikelola manusia berdasarkan pola kepemimpinan (khalifah).

Lalu Allah pun menghimpunkan manusia dari penjuru dunia untuk saling mengenal, sebagai panduan saat manusia memulai kerjasama membangun peradaban manusia ini. Hal ini termaktub dalam Al Quran surah Al Hujurat ayat 13, “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa dan bersuku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia dari kamu pada Allah adalah kamu yang taqwa (insyaf). Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi pemberi kabar”
Dan pada gilirannya Allahpun memberi isyarat bahwa kerjasama ini dimulai dari berpasang-pasangan antara manusia laki-laki dan perempuan, seperti dalam Al Quran surah Az Zariyat ayat 49, “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah).”

Atas KebesaranNya pula, makna dalam berpasang-pasangan ini Allah karuniai rasa tentram, kasih dan sayang, termaktub dalam Al Quran surah Ar Rum ayat 21, “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang”.

Yang kesemuanya ini dilandaskan pada perjanjian yang kokoh langsung pada Allah, yang disebut Mitsaqan Ghalizha, seperti termaktub dalam Al Quran suran An Nisa ayat 21, “Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu”.

Maka dalam pandangan awam penulis adalah, bahwa manusia diutus ke muka bumi bukan sebatas menjadi penduduk dunia belaka. Nenek moyang manusia Adam dan Hawa, yang semula merupakan penduduk surga, dalam kehidupannya di duniapun menjalankan misi kembali kepada Ridho Allah, kembali ke rumah asal menjadi penduduk surga.

_Disclaimer, saya tidak melebarkan bahasan pada kisah asal Adam dan Hawa, biarlah menjadi bahan tulisan lain di kesempatan lain, jika Allah mengizinkan_.

Dengan demikian, manusia setelahnya pun mengemban mandat (amanah) yang sama yaitu mencapai RidhoNya, lewat bagaimana mengelola titipan Allah ini.

Tugas memimpin di muka bumi tentu tidak bisa dijalankan sendirian, karena pemimpin bisa disebut demikian jika ada yang dipimpin.

Oleh karenanya lahirlah kerjasama tersebut, dilakukan antar manusia, laki-laki dan perempuan membangun peradaban manusia. Tentu saja hal ini didasarkan pada keyakinan kita pada Kebesaran Allah (iman) bahwa dalam menjalankan mandat ini, tujuannya bukan sebatas kerjasama, bukan sebatas pekerjaan, namun agar Allah Ridho saat kita menjaga amanah tersebut (ibadah).

Maka saat Allah ridho, berkenan atas apa yang kita kerjakan, Allah memberikan bonus berupa rasa kasih, sayang serta ketentraman.

Bukankah ini mandat maha dahsyat? Allah menitipkan dunia beserta isinya, dengan kerjasama yang penuh cinta kasih serta menentramkan sehingga jika dalam pertanggungjawaban tugas-tugas mengemban mandat ini berhasil, maka ganjarannya adalah Ridho Allah, kembali menjadi penduduk surga kekal abadi?

Bukankah ini juga mandat maha dahsyat karena dalam kerjasama ini Allah memberikan panduan-panduan sehingga ketika lahir pembagian kerja atau peran-peran dalam kerjasama itu, memudahkan “pekerjaan mulia” ini dijalankan?

Apa saja panduan itu? Sudah diawali ketika Dia menyebut laki-laki dan perempuan.

Kita simak Al Quran surah An Nisa ayat 34, “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi Maha Besar”.

Allah sendiri yang melebihkan derajat laki-laki sebagai pelindung, sebagai penjamin nafkah. Menurut saya ini merupakan bagian kerjasama itu sendiri. Dalam kelompok primer seperti pada pengertian umum tentang keluarga, maka seorang pemimpin melindungi komunitasnya dengan menjamin logistik keberlangsungan kelompoknya. Sebagai bentuk simbiosis mutualisme penuh cinta kasih maka yang dilindungi, yaitu perempuan dan (kemudian) anak-anak mereka memberikan rasa hormat, menjaga kehormatan kelompoknya sehingga setiap pekerjaan berkeluarga itu dijalankan, tercipta ketentraman.

Ya, betul sekali, orang mungkin akan berpikir, “ah itu kan teori”. Teori? Bukankah teori ini berasal dari Sang Maha Pencipta manusia? Maka saat terjadi masalah-masalah atau konflik dalam hubungan kerjasama ini, akan lebih mudah saat kita kembali membuka “Manual Book” sebagai guideline tugas ini, bukan?

Dengan pola kerjasama yang terus bergulir, akan jadi role model atau contoh bagi anak-anak yang dilahirkan dalam kerjasama tersebut.
Mereka akan jadi perpanjangan tugas mengemban mandat tersebut.

Mereka meyakininya sebagaimana keyakinan orangtuanya, melanjutkan tanggung jawab tugas berdasar Manual Book serta mencontoh pola aplikasi kerja yang sudah dilakukan oleh pendahulunya.

Maka jika manusia tidak menyimpang dari keyakinannya, tidak merubah manual booknya, tidak korupsi, manipulasi dalam mengemban tugas mandatnya, seharusnyalah ini menjadi jalan ketentraman, terjalinnya pola kerja saling cinta kasih, atas dasar cinta pada Sang Pencipta yang telah menciptakan semua keajaiban ini.

Jika keajaiban-keajaiban ini terus dilakukan, rasanya misi kemanusiaan membangun Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur bisa terjadi.

Tiada keindahan yang Allah berikan, dalam pengalaman hidup penulis, selain menjalani mandat pernikahan ini. Sel terkecil dalam peradaban manusia yang Insya Allah bersama suami masih bertanggung jawab menjaga keberlangsungannya hingga semua buah kerjasama penuh cinta kasih (anak-anak) kami merasakan keindahan yang sama saat mereka merasa waktunya tiba untuk meneruskan estafet kepemimpinan ini.

Jakarta, 01 Mei 2023
Maria A.Alcaff

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *