Politik Dinasti Memunggungi Semangat Republik

Politik Dinasti
Politik Dinasti
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Selalu ada dalih yang mengatakan, politik dinasti tidak dilarang oleh konstitusi. Namun, mereka lupa, bentuk negara yang dianut oleh Indonesia, yaitu Republik, dibangun di atas kehendak mengakhiri sirkulasi kekuasaan berdasarkan keluarga secara turun temurun maupun kendali terhadap kekuasaan oleh segelintir elite.

Bukankah bentuk negara Republik diatur dalam pasal terdepan Konstitusi kita?

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pertama, politik dinasti telah membuat sirkulasi kekuasaan hanya beralih dan berputar dalam keluarga tertentu dan memupuskan harapan putra-putri terbaik bangsa untuk mendapatkan kesempatan menjadi pemimpin politik di negeri ini.

Selain itu, jenjang kaderisasi politik juga harus dikorbankan dengan adanya praktik politik dinasti.

Melalui sistem ini, tokoh yang dipilih hanyalah mereka yang memiliki modal kuasa untuk bertarung. Kondisi ini menggugurkan kandidat berkualitas, tetapi kalah dalam jejaring atau latar belakang keturunan.

Kedua, politik dinasti bertentangan dengan prinsip kesetaraan politik. Politik dinasti menciptakan lapangan bermain yang tidak seimbang (uneven playing field).

Calon dari keluarga dinasti akan didukung oleh sumber daya, akses terhadap kekuasaan, dan jejaring politik yang kuat.

Kalau orangtuanya masih menjabat (petahana), maka dia juga berpotensi mendapat dukungan mobilisasi aparatus dan instrumen politik lainnya.

Jadi, kalau ada yang bilang tidak ada dinasti dalam demokrasi, karena semua calon dipilih oleh rakyat, maka anggapan itu bermasalah.

Pertama, pemilihannya tidak berdasarkan level playing field yang setara. Kedua, dalam demokrasi yang cacat, terutama karena rendahnya partisipasi, melemahnya kebebasan sipil, dan dominasi politik uang, mereka yang terpilih belum tentu mewakili suara rakyat yang sesungguhnya.

Politik dinasti meningkatkan risiko korupsi, nepotisme, dan penyalahgunaan kekuasaan. Tak sedikit kepala daerah atau pejabat yang tersandung kasus korupsi berasal dari kalangan dinasti politik.

Politik dinasti melemahkan kontrol terhadap kekuasaan (check and balance) karena cabang-cabang kekuasaan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dipegang atau dipengaruhi oleh satu keluarga.

Dalam banyak kasus, bupati dipegang oleh suami, Ketua DPRD dipegang istri, dan anak serta sanak-famili yang lain tersebar di jabatan-jabatan lain.

Politik dinasti merusak kualitas demokrasi. Dalam banyak kejadian, politik dinasti mendorong manipulasi elektoral dengan politik uang, penyelewengan sumber daya negara, politisasi aparatus negara, dan penggunaan preman untuk mengintimidasi lawan maupun pemilih.

Singkat cerita, politik dinasti memunggungi semangat Republikanisme, yang mengedepankan kesempatan berpolitik kepada setiap warga negara, mengutamakan meritokrasi, menghendaki kesetaraan ekonomi dan politik, dan menjunjung tinggi politik untuk kebaikan bersama.

Sumber: kompas

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *